Bukti bahwa Fisika itu asik
Masih ingat pesan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang belajar di kelas? Saya rasa semua pasti ingat karena pesan itu viral sekali bahkan sebelum hari H peringatan Hari Guru Nasional itu berlangsung.
Secara garis besar, ada beberapa pesan penting sebagai rangkuman dari pidato Pak Menteri tanggal 25 November tersebut. Seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
Belajar dengan mandiri, bekerja sama dengan teman, menyelidiki, mengidentifikasi, hingga mampu menyimpulkan sesuatu merupakan hal yang dituju. Agar siswa memiliki pengetahuan yang cukup plus keterampilan dalam berpikir dan bertindak. Sebab ilmu bukan hanya teori tapi juga penerapan dalam kehidupan sehari hari.
Adanya program full day school menyebabkan waktu belajar di sekolah dalam sehari menjadi lebih panjang dari biasanya. Dulu siswa hanya dicekoki pelajaran selama 6 jam sehari. Sekarang ditambah 2 jam plus program lain yang menunjang seperti literasi, pembiasaan baik, dan lain-lainnya yang membuat belajar di sekolah sepadat adukan pasir, semen, dan air. Kaku dan melelahkan.
Jadwal padat cukup membosankan bagi siswa. Apalagi setelah paginya olah raga, ditambah lagi ulangan harian di jam pelajaran berikutnya. Hingga akhirnya masuk ke jam siang yang cukup panas, membuat sebagian anak merasa malas untuk belajar di kelas. Hayati lelah, kata mereka.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi saya yang harus mengejar batasan kurikulum yang sudah ditetapkan.
Apalagi jam pelajaran masuk di sesi terakhir menjelang waktu pulang, nelangsanya luar biasa. Bayangkan saja, selain banyak yang merasa capek, kondisi gerah ditambah ngantuk, akan membuat anak-anak tak semangat mengikuti pelajaran.
Karena itulah saya selalu mengupayakan model pembelajaran yang berbeda untuk memicu semangat anak dalam belajar. Dan menjauhkan mata "5 watt" yang nelangsa akibat full day school pemerintah. Salah satunya saya ajak siswa ke lingkungan atau laboratorium dengan harapan masih ada sisa minat belajarnya bersama saya di sana.
Melihat benda-benda tersebut mata mereka langsung cerah. Semangat mereka berkobar kembali. Sepertinya mereka sudah melupakan rasa kantuknya.
"Kita mau ngapain, Bu?"
"Belajar sambil bermain."
"Asik."
Satu kata itulah yang selalu membuat saya semangat mengajar. Asik, ya, fisika itu asik. A, amati. S, selidiki. I, inspiratif. K, konsep nempel.
Sebagai motivasi buat mereka semua, saya minta mereka membuat potongan kertas kecil-kecil di atas meja masing-masing. Setelah itu saya minta mereka untuk memegang pulpen yang terbuat dari plastik di tangan masing-masing.
Lalu menggosokkannya di atas meja kayu di lab IPA dengan searah selama dua menit. Setelah dua menit, saya minta mereka untuk mendekatkan ujung pulpen plastik yang sudah digosok tadi pada potongan kertas. Setelah itu mulailah keributan terjadi.
"Nempel, Bu." Seorang siswa mengangkat pulpen di tangannya tinggi-tinggi.
"Iya, nempel... nempel. Kenapa ya?" Itulah rata rata yang mereka ucapkan.
Di sinilah saya memberikan kesempatan pada mereka untuk mencari tahu mengapa hal itu terjadi. Dan buku sebagai senjata ilmu wajib dibuka dan dibaca untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang peristiwa itu.
Bagi anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar, tentu literasi ini akan mereka lakukan sebagai langkah untuk mencari tahu. Sebab ilmu bukan hanya dari guru. Tetapi keanekaragaman kemampuan siswa membuat saya harus menyediakan waktu untuk membahas sedikit tentang hal itu. Karena tak semua anak memiliki minat yang sama dengan buku.
Untuk mengurai kebingungan mereka, saya jelaskanlah bahwa penggosokkan yang tadi mereka lakukan itu merupakan cara untuk membuat benda netral menjadi bermuatan. Karena yang digosok adalah pulpen plastik pada meja kayu, maka pulpen plastik dan meja kayu lah yang menjadi benda bermuatan.
Lalu saya kenalkan konsep materi Listrik Statis bahwa setiap benda tersusun atas bagian terkecil yang kita sebut atom. Atom memiliki bagian yaitu inti atom dan kulit atom.
Di dalam inti atom terdapat Proton yang bermuatan positif (+) dan neutron yang tak bermuatan. Sedangkan di kulit atom terdapat elektron yang bermuatan negatif (-). Uniknya, elektron ini dapat bergerak mengelilingi inti atom. Dan bahkan elektron dapat berpindah tempat.
Pada saat kita menggosok dua benda, terjadi perpindahan elektron. Perpindahan ini sering saya sebut aliran elektron. Sehingga ada benda yang melepaskan elektron dan ada yang menerima elektron.
Untuk benda yang melepaskan elektron akan menjadi benda bermuatan positif. Sedangkan yang menerima elektron akan menjadi benda negatif.
Saya ingatkan pada mereka bahwa segala sesuatu akan lebih mudah jika kita memiliki dasar hukumnya. Salah satunya adalah untuk mengetahui aliran elektron yang benar antara dua benda bermuatan yang saling digosokkan, kita dapat berpatokan pada deret tribolistrik. Kebetulan di buku paket IPA ada.
Lagi-lagi saya minta mereka untuk membaca dan memahami cara menggunakan deret tribolistrik. Setelah itu saya tes kecil kecilan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah berliterasi. Ternyata sebagian besar sudah paham. Karena itulah saya melanjutkan aktivitas berikutnya yang sudah buat siswa penasaran dan selalu bertanya.
Adanya siswa yang berlaku sebagai pemimpin dan membagi tugas kerja setiap orang sebenarnya memperlihatkan bakatnya yang mungkin selama itu belum dia sadari. Dan kebersamaanlah yang membuat mereka bisa bergerak.
Mereka antusias sekali. Sampai ada yang meniup balon terlalu besar hingga meletus. Tapi kali ini bukan balon hijau yang meletus.
Saya minta penggosokan dilakukan searah agar tidak buat pusing dan lelah. Saya beri time limit untuk waktu penggosokan. Setelah itu saya minta mereka untuk melepaskan kedua balon dari tangan.
Saya memohon kepada mereka semua untuk tenang agar kedua balon tadi tidak terusik keberadaannya. Lalu meminta mereka untuk mengamati interaksi yang terjadi di antara keduanya.
Selang beberapa menit kemudian....
"Bu, balonnya dari tadi tak ada yang mau mendekat. Kalau balon merah mendekat pasti balon satunya menghindar." Itu salah satu bahasa siswa saya ketika saya tanya reaksi antara kedua balon tadi.
Ada pula siswa dari kelompok lain mengatakan bahwa balon tersebut selalu saling menjauh. Nggak mau nempel.
Setelah itu saya minta mereka membuat kesimpulan dari hasil diskusi kelompok tadi dan mencatat semua data pengamatan pada selembar kertas yang saya bagikan sebagai laporan kelompok.
Semua ini saya lakukan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan ide dan pendapatnya di hadapan teman-temannya. Diskusi juga mengajarkan toleransi. Sebab beda kepala pasti memiliki beda pemikiran tentang sesuatu hal. Dan kesimpulan merupakan bukti nyata adanya toleransi di antara mereka.
Biar lebih seru, saya sampaikan pada mereka bahwa kelompok yang terakhir mengumpulkan laporannya lah yang akan presentasi di depan teman temannya. Agar jam belajar nggak sampai keteteran, praktikum dan diskusi saya beri batasan waktu. Sehingga mereka semua bisa belajar untuk memanajemen waktu dengan baik.
Bahkan tanpa diminta pun, mereka sudah sadar bahwa kerja sama dan kekompakan setiap anggota kelompok lah yang mempermudah dan mempercepat kerja mereka.
Akhirnya sampailah pada waktu presentasi. Kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi mereka di depan teman-temannya merupakan cara untuk memupuk rasa berani dan percaya diri. Karena dalam presentasi selalu ada komunikasi dua arah, bertanya dan menjawab.
Dan untuk melakukan dua hal ini, tentu diperlukan keberanian dan rasa percaya diri yang baik. Di mana kelompok penyaji menyampaikan data hasil pengamatan mereka beserta kesimpulannya. Dan siswa yang lain menyimak.
Bahkan ada beberapa siswa yang bertanya pun mampu di jelaskan sendiri oleh penyaji dengan baik. Itu karena mereka melihat sendiri peristiwa dalam dua percobaan yang sudah dilakukan tadi sehingga lebih mudah bagi mereka untuk memahami konsep dan menjelaskannya.
Tak lupa pula saya beri penghargaan bagi siswa untuk memacu semangat mereka ke depannya. Sebagai bentuk penghargaan bagi setiap kelompok, saya mengumumkan nilai laporan yang sudah saya periksa dengan cepat pada saat presentasi tadi. Hal ini juga memberikan semangat bagi mereka untuk melakukan yang terbaik disetiap praktikumnya nanti.
Lalu saya minta pula mereka bertepuk tangan untuk keberhasilan diri mereka sendiri yang telah mampu bekerja sama dan mandiri dalam kegiatan pembelajaran saat itu. Sehingga tumbuh kebanggaan dan rasa percaya diri untuk menghasilkan sesuatu yang terbaik nantinya.
Setelah melewati proses pembelajaran tadi, saya melihat betapa antusiasnya siswa terobati dengan aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Saya hanya mendampingi, mereka yang melakukan dengan sepenuh hati.
Satu tujuan saya, mereka belajar dengan senang hati. Ibarat kita suka sesuatu, maka akan teringat selalu di dalam otak. Begitu pula pembelajaran kali ini. Saya berharap aktivitas ini dapat menjadi kenangan berkesan bagi mereka sehingga tersimpan lama dalam bilik-bilik ingatan. Baik tentang saya, kegiatannya mau pun konsep materinya.
Namun ada hal lucu yang sempat membuat kami semua tertawa sebelum mengakhiri kegiatan belajar kali ini. Ketika saya menanyakan kesimpulan yang dapat kita ambil dari pembelajaran kali ini, seorang anak yang agak mucil di kelas menjawab.
Dengan polos ia menyatakan bahwa jika dua benda bermuatan sama didekatkan, maka akan tolak menolak. Makanya yang sejenis harusnya juga saling menolak, bukan suka sama suka, begitu katanya.
Ternyata ada konsep yang menempel di dalam otaknya. Tak harus sama dengan kalimat di buku, namun sudah dapat dibenarkan secara keilmiahannya. Sehingga pembelajaran kali ini bisa kami tutup dengan tertawa bersama dan ilmu di kepala.
Ada kebahagiaan tersendiri melihat siswa belajar fisika dengan asik tanpa pusing, suntuk dan kusut seperti dulu lagi. Sekarang terbukti kan kalau Fisika itu "ASIK"?
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 16 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H