"Apa?"
"Nggak apa apa. Kamu cantik."
Ahhh... kenapa sekarang aku berubah menjadi raja gombal? Bukankah dulu aku dikenal cool dan tak peka terhadap hal hal yang menyangkut perempuan. Ternyata tempat ini benar benar membuatku berubah. Terutama Wati si kembang desa.
Acara bersih desa pun di mulai. Para tetua desa sudah mengambil posisi di hadapan sesaji. Dengan mulut komat Kamit mereka berdoa di antara kepulan asap dupa.Â
Entah apakah yang mereka minta. Yang jelas keselamatan masyarakat desa jadi tujuan utama. Harapannya tak ada lagi hewan ternak yang mati apalagi warga desanya. Desa bersih dari bala bencana. Dan masyarakatnya dapat hidup makmur sejahtera kembali.
Selesai acara doa, dilanjutkan mengarak sesaji untuk dilarung ke sungai. Beberapa pemuda pemudi desa dengan menggunakan pakaian kebaya tradisional mengangkat satu satu persembahan yang ada di aula. Mereka berjejer membentuk barisan di belakang para penabuh gendang. Berjalan perlahan beriringan membawa tampah di kepala.
"Harus seperti itu, ya?"
"Iya. Itu tradisi."
"Sepertinya mereka lihai, ya?"
"Hampir tiap tahun kami mengadakan acara seperti ini. Hanya saja tahun ini beda. Sebab turunnya bala." Wati menjawab tanpa melihatku sama sekali. Pandangannya fokus ke depan.
Kurang lebih setengah jam perjalanan, akhirnya bunyi gemericik air yang terhempas di bebatuan mulai terdengar.