Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Kesempatan Tak Berbuah Manis

17 September 2019   21:59 Diperbarui: 17 September 2019   22:39 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tuhan memang luar biasa. Selalu punya cara lain tuk menguji hambaNya. Tak ada yang tahu dan tak ada yang bisa memilihnya. Tugas kita hanya mempersiapkan diri tuk menerima. Agar kelak, jika terjadi, maka kita bisa melewatinya dengan indah.

Pernah merasa gagal? Terpuruk? Sedih berkepanjangan? Sakit? Seperti itulah yang kurasakan saat ini. Begitu jatuhnya aku ketika malam itu kau putuskan untuk meninggalkanku. Sebelumnya tak ada yang aneh dalam hubungan kita. Kamu yang manja dan penyayang masih selalu saja memberikan perhatianmu. Setiap hari bahkan hampir setiap waktu.


Aku ingat ketika dulu kamu begitu antusias melihat sepasang sepatu di toko. Sepatu cantik berwarna ungu. Warna kesukaanmu. Kulihat matamu begitu berbinar memandang sepasang sepatu itu. Namun sayang, harga sepatu tak sesuai dengan isi kantongmu. Ada rasa ingin membelikanmu sepatu itu. Namun sayang, isi kantongku pun tak seberapa dibandingkan harga sepatu itu. Tak cukup tuk membelinya meskipun hanya sebelah sepatu.


Hingga terbersit janji di dalam hatiku. Kan kubelikan sepatu itu untukmu. tanpa sepengetahuanmu, kubilang pada pemilik toko itu, tolong simpankan dulu sepatu ungu itu dan akan kubayar bulan depan dari hasil jerih payahku. Siang malam kubanting tulang tuk mengumpulkan recehan. Kurela mengerjakan tugas tambahan dari tuanku demi mendapatkan uang lembur dan bonus lebih. Karena targetku, bulan depan, sepatu ungu itu harus menjadi milikmu.


Selama sebulan ini aku lebih sering berada di tempat kerja dari pada bersama denganmu. Bukan tanpa alasan. Aku hanya mengejar rupiah agar mampu melukiskan binar indah itu kembali di matamu. Binar yang sama seperti saat pertama kali kau lihat sepatu ungu di toko waktu itu. Aku hanya ingin lihat binar itu. Cukup senang bagiku jika melihat kau bahagia saat itu.


Malam ini, ketika kau bertemu denganku, kulihat binar bahagia itu di matamu. Padahal sepatu ungu itu belum juga mampu kubelikan untukmu. Entahlah, apa yang sudah membuat perasaanmu lagi berbunga bunga waktu itu. Aku penasaran. Tapi tak ada waktuku untuk mencari tahu. Karena fokusku hanyalah bekerja dengan segiat giatnya agar kantongku terisi cukup untuk membelikanmu sepatu ungu itu.

Beberapa hari berikutnya tak kulihat lagi binar matamu. Bukan karena kemurungan melandamu. Tapi karena aku sudah tak bertemu lagi denganmu. Biasanya, kamu kan merindukanku bila sehari saja kita tak bertemu. Kamu akan datang padaku jika aku tak menemuimu. Kamu akan mengatakan dengan manja bahwa kamu tak bisa untuk tak melihatku meski hanya satu waktu.


Namun sekali lagi, hal itu tak juga menjadi tanda bagiku bahwa ada yang berubah darimu. Aku hanya berusaha menenangkan hatiku. Aku hanya berpikir bahwa kamu tahu aku lelah dengan kerjaku. Jadi kau tak mau mengganggu waktu istirahatku. Aku hanya fokus pada sepatu ungu itu. Karena besok adalah hari yang bahagia bagiku. Dan pasti akan menjadi kebahagiaan juga bagimu. Karena sepatu ungu itu akan menjadi milikmu seutuhnya. Bukan hanya sebelah.

Kesempatan bisa datang berkali kali tanpa kita sadari. Tinggal seberapa peka hati dan otak kita tuk menangkap peluang yang ada. Atau... kita kan melewatkan semuanya. Entah dengan bahagia atau pun terluka.

Keesokan harinya, setelah pulang kerja, aku bergegas ke toko sepatu itu. Kubayar dengan perasaan bahagia sepasang sepatu impianmu. Kupindahkan dengan ikhlas hasil kerjaku pada tangan pemilik toko sepatu itu. Lalu kubawa kotak sepatu itu dengan sepeda tuaku. Kukayuh lebih kuat pedalnya. Aku berharap dapat lebih cepat sampai di rumahmu. Sehingga kebahagiaan itu dapat lebih cepat pula datang di hatimu.


Ternyata senyum terpaksa kulukiskan di wajahku. Saat kuberikan kotak sepatu itu padamu. Saat kulihat kau buka kotak itu lalu kau menangis pilu. Saat kau ucapkan terimakasih lalu berlalu. Saat kulihat kau berbalik arah dariku lalu berjalan padanya. Pada lelaki borju berbaju biru. 

Dengan handphone merk terbaru dan menantimu dari balik pintu mobil bercat ungu. Itulah kesempatanku tuk membahagiakanmu. Meski tak berbuah manis untukku. Dan mungkin saja untukmu. Namun Tuhan tahu aku mampu melewati semua itu.

Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 16 September 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun