Mohon tunggu...
EcyEcy
EcyEcy Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar

Sejatinya belajar itu sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Event Cerita Mini] Raksasa Datang ke Bumi

7 Juli 2019   22:41 Diperbarui: 7 Juli 2019   23:18 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Waktu kukecil, apapun yang dikatakan orang tuaku, aku percaya. Meskipun itu hanya sekedar candaan atau mitos belaka. Bahkan aku paling takut jika orang tuaku sudah bilang pamali. Bagiku, melanggarnya berarti musibah.

"Nak, nggak baik duduk di bantal. Pamali. Nanti bisulan." Mamaku berujar sambil melotot ke arahku yang tanpa sengaja menduduki ujung bantal.

Secepat kilat kupindah posisi agar kutukan nenek moyang itu tak sampai menimpaku.

Pernah juga mama melarangku duduk sambil makan di pintu rumah.

"Anak perempuan nggak boleh makan di pintu. Pamali. Nanti susah dapat jodoh." Mamaku menegur kebiasaanku makan di pintu dapur.

"Nyapu itu yang bersih. Kalau nggak bersih nanti dapat suami brewokan." Mamaku mengingatkan kebiasaanku yang suka meninggalkan sampah kecil di bawah kaki kaki meja.

Banyak sekali pantangan yang tak boleh aku langgar dengan segala penjelasan sangsinya jika aku tak mengindahkannya. Yang jelas kata pamali adalah kata paling ampuh di rumahku untuk membuat aku dan adikku menghindari pantangan itu dengan sungguh sungguh. 

Padahal otak kecilku berpikir keras hubungan sebab akibat yang diutarakan orang tuaku. Namun tak pernah bisa kutemukan jawabannya secara logika. Lagi pula tak baik melawan perintah orang tua jika itu untuk kebaikan kita. Jadi tak apalah kukerjakan saja.

Hal yang paling kuingat ketika aku kelas tiga sekolah dasar, bumi tiba-tiba gelap. Aku dan teman temanku yang sedang olah raga di lapangan depan berlari masuk ke dalam kelas. Aku sangat takut sekali karena dalam pikiranku ada raksasa datang. Padahal guruku menjelaskan bahwa telah terjadi gerhana matahari total.

Teringat kembali cerita sebelum tidur dari papaku tentang raksasa jahat yang suka makan matahari dan bulan datang ke bumi. Dia akan datang tiba-tiba tanpa pemberitahuan. Saat hal itu terjadi, maka bumi kita akan menjadi gelap gulita. Makanya kita pamali berada di luar rumah. Karena nanti raksasa akan melihat dan memakan kita juga.

Sampai aku beranjak remaja, tak pernah kutanyakan kebenaran cerita papaku itu. Bahkan pelajaran tentang gerhana matahari dan bulan yang diajarkan guruku di sekolah tak lantas membuat otakku melepas kisah raksasa makan matahari dan bulan begitu saja.

Aku sendiri bingung. Begitu kuatnya mitos itu meracuni otakku. Hingga pergerakan revolusi dan rotasi benda benda angkasa yang menyebabkan gerhana terjadi tak membuat aku lupa tentang kisah raksasa itu. Dimana gerhana matahari dapat terjadi karena bayangan bulan menutupi sinar matahari yang jatuh ke bumi. Bukan raksasa yang melahapnya dengan seenaknya.

Namun kemunculan matahari kembali setelah itu menciptakan pertanyaan di otakku. Katanya matahari dimakan raksasa, tetapi kenapa bisa muncul kembali. Bahkan esok hari dan hari hari setelahnya.

"Tapi, Pa. Mengapa setelah beberapa menit matahari akan muncul kembali?" Aku memastikan keterkaitan kisah papaku dengan kenyataan yang kulihat.

"Itu karena Allah sayang sama kita. Matahari yang habis dimakan raksasa diganti dengan yang baru lagi. Makanya kita tak boleh lupa bersyukur kepada Allah." Papaku menjelaskan alasannya yang bagiku ada benarnya juga.

Dari pengalaman itu akhirnya aku tak pernah lupa berdoa dan bersyukur kepada Allah karena Tuhanku begitu pemurah pada manusia di bumi. Bahkan hingga sekarang aku tak pernah berhenti bersyukur meskipun aku tahu tak ada raksasa turun ke bumi. Dan tetap memegang teguh beberapa mitos yang sudah terlanjur tertanam dalam otakku. Bukan karena takut pamali tetapi lebih pada adab kesopanan dalam kehidupan.

EcyEcy; Benuo Taka, 7 Juli 2019.
#fiksianacommunity #eventceritamini #ketikaakukecilFC #cerminketikaakukecil

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun