Anak kecil umur lima tahunan, belum mandi dan sedikit dekil berlari ke warung sebelah rumahnya sambil memegang selembar uang seribuan di tangan kanannya. Rupanya dia baru saja mendapatkan amplop THR dari pamannya yang datang bertandang ke rumah ibunya di hari lebaran kedua.
"Cil... Acil...." Anak kecil itu berteriak memanggil pemilik warung yang keasikkan mencari kutu di rambut panjang anak gadisnya yang mulai terkantuk-kantuk keenakan. Suaranya yang lantang jelas saja membuat ibu dan anak yang lagi asik dengan suasana masing-masing terkejut.
"Ya... Hadangi satumat lah!" Ibu tadi beranjak dari tempat duduknya lalu berlari kecil menuju warung di depan rumahnya sambil memperbaiki tapih behalai yang menutupi dasternya yang sudah robek di beberapa bagian tepi bawahnya.
Begitu tatapan ibu pemilik warung dan anak kecil sebagai pembeli bertemu, anak itu pun langsung mendekat perlahan ke jejeran toples bening yang berisi berbagai macam permen rasa buah yang menggiurkan. Warna-warna cerahnya membuat permen itu mudah terlihat dari kejauhan.
"Mau beli Bombon, Cil." Anak tadi bersuara dengan dialek modernnya. Kebiasaan komunikasi dalam Bahasa Indonesia di rumahnya membuat dia terbiasa dengan istilah-istilah gaul dari pada kedaerahan.
"Kadada Bombon."
"Itu banyak, Cil."
"Kadada."
"Ini banyak!" Anak tadi sedikit ngotot lalu berdiri mendekati deretan toples berisi permen rasa buah. Anak itu pun membuka tutup toplesnya dan mengambil lima buah permen rasa strawbery kesukaannya.
"Itu bukan bombon, itu gulaan, Nak!" Ibu itu mengambil uang yang disodorkan anak kecil tadi.
Setelah mendapatkan apa yang dia mau, anak kecil tadi langsung berlari kegirangan tanpa memperhatikan lagi sang pemilik warung yang tenganga sambil garuk-garuk kepala.
T A M A T
**********
Kadang keengganan orang tua mengenalkan istilah-istilah daerah pada anak keturunannya menyebabkan sang anak kurang bisa menerapkan bahasa ibu dalam kehidupan sehari-harinya. Belum lagi istilah gaul yang lebih modern begitu intens menyusup diantara komunikasi anak di sekolah. Hal ini menjadikan bahasa anak dan orang tua bisa tidak nyambung lagi.
Karena itulah, pemerintah daerah mulai bertindak untuk menjaga kelestarian bahasa daerah tersebut dengan cara memasukkan pelajaran bahasa daerah dalam pelajaran muatan lokal di sekolah. Harapannya, bahasa daerah dapat bersaing dengan bahasa gaul yang menjamur. Jangan sampai bahasa daerah terputus dari darah keturunan yang ada. Namun tetap dapat diwariskan pada anak cucu keturunan berikutnya.
Ayo lestarikan bahasa daerah kita. Karena bahasa daerahlah Indonesia menjadi lebih keren di mata dunia.
Salam hangat salam literasi😊🙏
Love and peace😁✌️
EcyEcy; Benuo Taka, 16 Juni 2019.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H