Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Doom Spending: Senang di Awal, Sesal Kemudian!

17 Oktober 2024   09:29 Diperbarui: 26 Oktober 2024   19:00 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Atasi doom spending dengan saving | FREEPIK/JCOMP

Terdapat fenomena yang boleh dibilang aneh, namanya doom spending. Mengapa aneh? Ya, sudah tahu uang yang dimiliki sangat terbatas, dihabiskan pula di awal bulan. Pasti saja, akan mengakibatkan kekurangan uang di pertengahan hingga akhir bulan.

Tetapi doom spending ini benar-benar nyata. Artinya, sudah dilakukan atau dipraktikkan oleh sejumlah orang dalam pola berbelanjanya. Mengapa bisa terjadi doom spending tersebut?

Gangguan Kecemasan

Perlaku doom spending rupanya memiliki gangguan psikologis dalam bentuk kekhawatiran atau kecemasan dalam kaitannya dengan penggunaan uang. Orang seperti ini berpikir bahwa dengan penghasilan yang diperoleh dirasa tidak bakal cukup dalam sebulan.

Akan tetapi, ia berusaha "menghapus" kecemasan atas keterbatasan uang itu dengan melakukan penghiburan. Penghiburan yang dilakukan adalah dengan membelanjakan uangnya tanpa pikir panjang apa akibat yang akan terjadi.

Ia tak sudi menghadapi hidup sepanjang hari dengan pola hidup hemat. Lalu, dia memilih penghiburan di awal bulan dengan membelanjakan uang yang dimiliki sebanyak-banyaknya.

Dengan membelanjakan uangnya, maka yang bersangkutan akan mendapatkan sejumlah barang yang dijadikannya sebagai penghiburan dan memberi rasa senang. Selain itu, berbelanja sendiri baginya adalah sebuah penghiburan.

Dengan demikian, orang seperti ini akan bisa dan sempat merasa senang untuk satu atau dua hari, dan tak mau tahu bagaimana menyiasati hidup setelahnya. Kendatipun pada awalnya tak mau tahu, akhirnya dia akan mengalaminya juga. Bahkan, semakin menyedihkan kondisinya.

Mengatasi Doom Spending

Agar tidak tenggelam dalam kondisi seperti ini, ada baiknya mulai dipikirkan ulang terkait dengan penggunaan uang. Caranya?

Pertama-tama,  dengan menyadari bahwa doom spending yang dilakukan selama ini sungguh sangat merugikan dan membawa stres dalam kehidupan. Membawa senang di awal dan penyesalan kemudian.

Selanjutnya, mulai merencanakan peruntukan uang pada setiap bulannya. Hendaknya ditentukan berapa yang akan di-share untuk konsumsi, transportasi, membayar cicilan, biaya pendidikan, tabungan/investasi, dan lainnya. Dibuat porsinya sedemikian rupa sehingga jelas peruntukannya.

Lalu, dalam pengeluaran uang selanjutnya, ikuti rencana pengeluaran yang sudah dibuat. Jangan sampai melanggar apa yang direncanakan. Jika itu dilakukan juga, maka kesulitan keuangan akan kembali dialami.

Sebanyak apapun penghasilan yang dimiliki, jika tanpa direncanakan pengeluarannya dengan baik, maka akan habis begitu saja. Apalagi punya kecenderungan suka berbelanja.

Oleh karena itu, membiasakan diri membuat rencana pengeluaran di awal bulan adalah hal yang penting. Menaati dalam pelaksanaannya lebih penting lagi. Dengan begitu, kita akan bisa terhindar dari kebiasaan doom spending.

Persiapan untuk Masa Senja

Hasil survei Katadata Insight Center menyebutkan bahwa 49 persen generasi Z Indonesia mengaku kesulitan untuk menabung secara konsisten. Nah, kesulitan untuk menyisihkan uang ke dalam bentuk tabungan ini bisa jadi salah satunya karena kebiasaan doom spending ini.

Oleh karena itu, generasi muda Indonesia harus segera bergegas meninggalkan perilaku doom spending dan mulai menabung (saving) atau berinvestasi.

Menabung dan berinvestasi  menjadi hal yang sangat penting sebagai bentuk persiapan menyongsong masa depan yang mesti dilakukan sejak usia muda. Jangan sampai uang dihabiskan semuanya sehingga tidak ada investasi atau tabungan.

Masa depan, terutama masa lanjut usia, harus benar-benar dipersiapkan. Masa senja itu pasti datang, bukan? Maka, harus direncanakan dengan baik sejak awal, bahkan ketika mulai memasuki dunia kerja.

Caranya adalah dengan menyisihkan sebagian dari penghasilan dengan menabung dan berinvestasi. Kendati ini mungkin terasa berat, namun harus dilakukan sesuai dengan kemampuan.

Kata senior saya, menabung adalah upaya untuk menjadi "berkelebihan di dalam berkekurangan." Maksudnya, kendati penghasilan terbatas adanya, tetap harus disisihkan sehingga ada bekal yang cukup di masa datang.

Tabungan dan investasi itu dilakukan secara berkelanjutan sehingga hasilnya akan berlipat ganda bersamaan dengan bertambahnya waktu. Semakin lama dan semakin banyak kita menabung, kian besar pula hasil yang akan kita petik kelak.

Jadi, jangan pernah lupa untuk berinvestasi atau menabung selagi muda. Mungkin kita bisa memutuskan untuk menyisihkan 10 persen dari total penghasilan. Atau, bahkan 15 persen dari penghasilan yang diterima.

Tabungan yang terakumulasi dalam waktu lama sehingga pada akhirnya akan berjumlah besar ini akan sangat bermanfaat di masa ketika kita tak mampu bekerja lagi. Ya, ketika kita sudah memasuki masa lanjut usia (lansia).

Masa lansia dicirikan dengan semakin berkurangnya tenaga dan kemampuan untuk bekerja dan kian bertambahnya kebutuhan untuk perawatan kesehatan. Nah, di sinilah dibutuhkan dana yang memadai untuk memenuhi semua kebutuhan itu, terutama untuk biaya kesehatan.

Dengan memiliki simpanan dana (saving) yang memadai, maka kita akan merasa aman di masa senja. Tidak ketergantungan secara finansial kepada anak. Kebutuhan akan dana sudah bisa dilakukan secara mandiri berkat investasi dan tabungan yang dilakukan sejak muda.

Intinya, hindari doom spending, rencanakan pengeluaran dengan baik, dan jangan pernah lupa menabung secara berkelanjutan  demi keamanan finansial di masa depan.

(I Ketut Suweca, 17 Oktober 2024).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun