Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

"Merdeka Menulis" untuk Indonesia Cerdas!

30 Agustus 2024   17:21 Diperbarui: 31 Agustus 2024   01:19 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis (Sumber gambar: Shutterstock via KOMPAS.com) 

Apa yang kita lihat hingga kini adalah banyak hasil karya tulis ilmiah para akademisi yang berakhir di perpustakaan kampus. Yang membaca hanyalah kalangan akademisi. Tidak banyak berdampak bagi masyarakat luas.

Kalaupun, misalnya, diteruskan kepada masyarakat luas, akan muncul persoalan: sebagian masyarakat akan kesulitan memahami isinya. Mengapa? Karena bahasanya ilmiah tulen, ilmiah ketat. Banyak kata, kalimat, dan idiom yang sama sekali tidak familiar bagi masyarakat umum.

Menjadi Menara Air

Kendati kaum akademisi yang juga intelektual mesti bekerja sesuai dengan kebutuhan profesi dan lembaga, ada baiknya mereka juga menulis untuk masyarakat luas.

Lembaga perguruan tinggi bukan bagai menara gading, melainkan bagai menara air yang selalu siap mengalirkan airnya untuk menyuburkan tanah di sekelilingnya. Disinilah peran akademisi menjadi sangat strategis.

Tetapi, dibandingkan dengan menulis di karya-karya ilmiah seperti tesis, disertasi, artikel pada jurnal-jurnal ilmiah, menulis untuk masyarakat tentu berbeda pola dan caranya.

Para intelektual sebagai kaum terdidik dituntut mau dan mampu membuat karya yang mudah dicerna masyarakat luas. Pembaca tak harus mengerutkan kening tatkala membaca dan berusaha memahami tulisan mereka di media massa.

Kaum intelektual ini mesti memiliki kebebasan dalam mengekspresikan gagasannya. Ya, mereka harus merdeka dalam menulis. Makna merdeka menulis adalah, kaum ini melakukan aktivitas menulisnya tanpa dihambat atau terhambat oleh kendala apapun yang berasal dari luar dirinya.

Dengan kata lain, kaum intelektual hendaknya memiliki kemerdekaan dalam menuangkan gagasan-gagasan dan mempublikasikannya.

Tiga Aspek Merdeka Menulis

Menurut penulis, terdapat 3 aspek yang termasuk ke dalam kemerdekaan menulis bagi para cendekiawan dan intelektual.

Kemerdekaan ini sangat penting, agar mereka bisa berkontribusi maksimal untuk kebaikan dan kemajuan masyarakat, tidak melulu berkarya untuk kewajiban nya di kampus atau untuk diri sendiri.

Pertama, merdeka  menulis sesuai minat dan keahlian.

Termasuk dalam konteks ini, mereka merdeka menulis sesuai dengan bidang keahliannya. Kalau ia seorang yang ahli di bidang hukum, misalnya, silakan menulis di bidang hukum yang menjadi core studinya. Jika ia seorang psikolog, dia bebas menulis di bidangnya tanpa kendala.

Kebebasan menulis sesuai dengan peminatan atau keahlian, sudah dirasakan memadai. Mereka menulis secara leluasa seuai dengan kepakaran atau keahliannya. Tidak ada persoalan atau hambatan yang terkait dengan hal ini.

Dulu di era Orde Baru, ada  buku-buku diberangus karena ditengarai mengajarkan paham atau ajaran yang bertolakbelakang dengan kebijakan pemeritah. Ada juga  koran dan majalah dibredel karena tulisan-tulisan di dalamnya dianggap sering mengkritik penguasa. Itu sudah menjadi masa lalu dan tercatat dalam sejarah perkembangan media di negeri ini.

Kini, di era demokrasi yang tengah diperjuangkan, semoga tidak lagi ada hal seperti itu. Tentu saja, para penulis yang baik adalah penulis yang berani mempertanggungjawabkan isi tulisannya. Tidak bebas tanpa batas. Semuanya dimotivasi untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

Kedua, merdeka memilih media.

Kalau sebelumnya hanya menulis dalam kerangka akademik, kali ini kaum intelektual mesti "berbicara" melalui karya tulisnya di media massa, baik di media online maupun cetak. Ruang menulis semakin terbuka. Kalau dulu orang menulis hanya di media cetak, kini sudah merambah ke media online yang sangat beragam.

Terdapat banyak pilihan media yang bisa dimasuki sebagai wahana untuk menayangkan ide-ide mereka kepada masyarakat luas. Semakin luas jangkauan media, semakin besar pula peluang sebuah karya dibaca oleh publik.

Hanya saja, terkaitan dengan pemilihan media ini, para penulis mesti memahami visi dan misi media yang hendak dimasuki. Mereka mesti paham jenis artikel apa saja yang diterima di media tersebut, termasuk nuansa gaya penulisan yang diharapkan.

Dengan memahami hal itu, ada kemungkinan artikel yang dikirim ke media tersebut bisa dimuat. Sebaliknya -- jika tak sesuai, bukan mustahil tulisan yang dikirim ditolak redaksi media. Jadi, penulis dari kalangan terdidik ini juga mesti memahami media yang dipilih sehingga gagasan yang ditulis bisa diterima dan sampai ke ruang baca masyarakat.

Ketiga, merdeka pada pilihan jenis tulisan.

Seorang penulis, dapat menulis sesuai dengan bidang yang dipilihnya. Bisa menulis jenis (genre) nonfiksi, bisa pula fiksi. Tulisan nonfiksi ada banyak jenisnya, misalnya, artikel opini, esai, dan feature. Tulisan fiksi juga ada bermacam-macam, antara lain cerita pendek, puisi, novel, dan cerita bersambung (cerbung).

Apapun pilihan para penulis dari kaum intelektual ini, tersila mereka. Pesan atau gagasan bisa disampaikan melalui tulisan fiksi dan nonfiksi. Yang penting pesan dimaksud mudah dimengerti oleh masyarakat luas.

Tentu saja, gaya penulisan di media massa akan berbeda dengan karya ilmiah murni. Penulis dari kalangan akademisi mesti mengusahakan sedemikian rupa agar tulisannya bergaya populer sehingga enak dibaca dan bermutu.

Untuk itu, para intelektual yang belum terbiasa menulis di media massa, tentu mesti menyesuaikan diri. Tidak bisa mereka bersikukuh dengan tetap menggunakan istilah atau ungkapan yang biasa ditulisnya di dalam karya ilmiah.

Sebaliknya, mereka dituntut untuk membuat gagasannya itu dengan mempopulerkan bahasanya sehingga mudah dimengerti oleh semua kalangan.

Demikianlah, intelektual sejati adalah mereka yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Kebermanfaatan ini bisa diwujudkan dengan menulis dan mempublikasikan karya melalui media massa.

Masyarakat pembaca pun akan tercerahkan, terbangkitkan, termotivasi, dan diantarkan pada pemahaman yang lebih baik dan tepat terhadap issue yang tengah berkelindan. 

Mari tegakkan kemerdekaan menulis demi Indonesia cerdas.

(I Ketut Suweca, 29 Agustus 2024).  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun