Lantaran menulis sebagai sebuah seni, kita menjadi paham bahwa gaya penulis satu berbeda dengan penulis lain dengan menelusuri dan membaca karya mereka. Ada banyak aspek yang bisa membedakannya, misalnya pilihan kata yang digunakan, lead, gaya menutup tulisan, penggunaan kiasan, cara pandangnya terhadap pembaca, dan sebagainya.
Menulis sebagai Hobi
Pembaca pasti sudah paham apa yang dimaksud dengan menulis sebagai hobi. Ya, menulis yang dilakukan hanya untuk kesenangan, untuk mengisi waktu luang agar tidak bengong tanpa aktivitas.
Banyak orang menjadikan aktivitas menulis sebagai hobi. Kelompok ini melihat dan merasa menulis itu sebagai jalan untuk menuangkan perasaan atau gagasan yang berkecamuk di dalam diri.
Menulis tidak dilakukan dengan serius. Mungkin ia menulis hanya untuk mencatat hal-hal atau peristiwa yang dialaminya dalam sehari. Misalnya, sebelum beranjak ke tempat tidur, ia akan menulis jurnal hariannya.
Dengan menulis jurnal itu, ia sudah merasa senang, merasa plong, merasa terlengkapi. Mungkin juga sekali waktu ia menulis untuk media massa.
Menulis sebagai Profesi
Berbeda dengan menulis sebagai hobi, menulis sebagai profesi menuntut orang untuk bersunggung-sungguh menekuni dunia tulis-menulis sesuai bidang keahlian.
Artinya, menulis tidak lagi sekadar iseng dan mengisi waktu senggang, melainkan sudah menjadi bagian dari pekerjaan yang memberikan penghasilan.
Menulis sebagai profesi memberikan si penulis pendapatan atau penghasilan dari pekerjaan menulis. Mereka yang bekerja sebagai jurnalis atau sebagai pengarang atau penulis profesional, adalah mereka yang memperoleh penghasilan dari pekerjaannya.
Tidak sulit menemukan jurnalis yang menggantungkan hidupnya dari menulis, terutama menulis berita, feature, opini, dan sebagainya untuk media tempatnya bekerja. Dan, dari situ mereka mendapatkan penghasilan.
Terdapat banyak pengarang terkemuka yang kita kenal yang menekuni profesi yang satu ini. Untuk menyebut beberapa saja di antaranya, antara lain Andrea Hirata, Tere Liye, Dewi Lestari, Eka Kurniawan, Ahmad Fuadi, Raditya Dika, dan Ayu Utami.
Mereka menjadikan mengarang sebagai profesi yang tak hanya untuk menyalurkan ide dan imajinasi untuk dinikmati pembaca, juga untuk mendapatkan hasil (royalty) dari profesi sebagai pengarang.