Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami dan Mempraktikkan Seni Bertanya

14 Juli 2022   13:47 Diperbarui: 18 Juli 2022   12:44 3107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bertanya| Shutterstock/wavebreakmedia via Kompas.com

Di samping seni berbicara, ada juga seni mendengar.

Di samping seni mendengar, ada juga seni bertanya.

Nah, seni yang disebut terakhir inilah yang akan kita jadikan sebagai topik bahasan pada artikel kali ini.

Pentingnya Seni Bertanya

Apakah seni bertanya itu penting? 

Dalam komunikasi dialogis, tentu kita tak akan bisa terlepas dari kebutuhan untuk bertanya. Nah, ternyata bertanya tak sekadar bertanya, melainkan ada seninya juga.

Bayangkan saja sebuah pertemuan tidak ada yang bertanya sehingga tidak ada yang perlu dijawab. Seperti apa jadinya sebuah komunikasi tanpa ada pertanyaan?

Sebuah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, akan menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang membawa komunikasi itu terbangun dan bermanfaat bagi para pihak yang terlibat di dalamnya.

Lalu, apa yang mesti dilakukan dalam kegiatan seni bertanya? Tidakkah bertanya itu adalah sesuatu yang mudah, lumrah, natural, sehingga tak perlu dikhususkan untuk dibicarakan? Tidak, tidak begitu!

Ilustrasi pentingnya seni bertanya (Sumber gambar: smeweb.com).
Ilustrasi pentingnya seni bertanya (Sumber gambar: smeweb.com).

Empat Faktor Penting

Untuk mencapai hasil yang maksimal dibutuhkan seni bertanya sehingga komunikasi dapat berjalan efektif dan tujuannya pun bisa tercapai. Apa saja faktor penting dalam seni mendengar itu yang bisa dipraktikkan?

Pertama, berikan atensi terhadap pembicara.

Kita mesti menjadi pendengar yang baik jika hendak mengajukan pertanyaan, bukan? Dengan mendengarkan secara bersungguh-sungguh dan intensif, maka kita bisa mengajukan pertanyaan yang relevan dengan materi yang sedang dibahas.

Adalah penting untuk mendengar pembicaraan secara saksama agar bisa bertanya secara cerdas dan tepat. Jangan sampai pertanyaan yang kita sampaikan sudah dijelaskan secara gamblang. 

Jangan sampai pertanyaan yang kita ajukan melenceng dari topik pembicaraan hanya lantaran kita tidak fokus mendengarkan si pembicara.

Kedua, ajukan pertanyaan terbuka.

Tentang pertanyaan ada dua jenisnya, yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan tertutup adalah jenis pertanyaan yang jawabannya singkat, misalnya 'sudah' atau 'belum', 'ya' atau 'tidak'.

Misalnya, "Apakah Saudara senang dengan hadiah ini?" Jawabannya, senang atau tidak senang.

Misalnya lagi, "Apakah Anda sudah makan siang?" Jawabannya mungkin sudah atau belum.

Sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban atau penjelasan yang lebih panjang, tidak sekadar ya atau tidak, sudah atau belum.

Untuk mendapatkan jawaban seperti itu, kita bisa mengajukan pertanyaan diawali dengan kata tanya 'mengapa' atau 'bagaimana'.

Misalnya, "Mengapa Saudara menentang kebijakan pimpinan?" "Bagaimana cara menemukan gagasan untuk ditulis?"

Kedua contoh pertanyaan di atas tentu saja membutuhkan jawaban yang panjang, berupa jawaban penjelasan. Tapi, sesekali pertanyaan tertutup juga silakan diajukan sepanjang diperlukan.

Ketiga, mengkonfirmasi kembali jawaban.

Saat kita bertanya, terkadang kita merasa perlu melakukan konfirmasi kembali tentang apa yang dikatakan pembicara.

Kita bisa mengulang jawaban yang disampaikannya secara ringkas sekaligus mengkonfirmasi untuk memastikan pesan yang dimaksud sama denga pesan yang kita tangkap.

Kemungkinan terjadinya miskomunikasi selalu ada. Oleh karena itu mengkonfirmasi adalah jalan terbaik untuk memastikan pesan yang disampaikan pembicara sama dengan pesan yang ditangkap, tanpa ada bias.

Banyak perselisihan terjadi gara-gara miskomunikasi ini. Ketersinggungan dan pertengkaran sering berawal dari kesalahpahaman dalam komunikasi. Di sinilah pentingnya mengkonfirmasi untuk memastikan isi pesan.

Keempat, hindari kesan menginterogasi.

Dalam komunikasi untuk tujuan umum dalam kehidupan sehari-hari, harus ada saling percaya dan saling menghargai antara yang bertanya dengan yang menjawab pertanyaan. Dengan demikian, kedua belah pihak merasa nyaman dengan pembicaraan atau perbincangan itu.

Yang perlu dihindari adalah pertanyaan yang terkesan menginterogasi. Kalau bukan karena kita adalah petugas berwajib yang memang ditugaskan untuk itu, hindari pertanyaan yang terkesan interogatif.

Orang yang ditanya akan merasa tidak nyaman, dan malah bisa berbalik tidak mau membuka mulut gara-gara pertanyaan yang interogatif.

Di samping itu, jangan masuk ke ranah pribadi alias ke area privasi. Hal ini sangat tidak elok dan tidak etis. Komunikasi bisa terhambat karena hal ini.

Itulah empat faktor yang seyogianya mendapat perhatian tatkala kita mempraktikkan seni bertanya dalam berkomunikasi sehari-hari.

Keberhasilan sebuah komunikasi, kelanggengan sebuah persahabatan, banyak tergantung pada kemampuan berkomunikasi. Menguasai seni bertanya adalah bagian penting dari seni komunikasi itu.

(I Ketut Suweca, 15 Juli 2022).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun