Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Menerbitkan Buku? Yuk Landasi dengan Motivasi Berbagi!

7 Juli 2022   16:51 Diperbarui: 8 Juli 2022   02:50 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis buku| Dok Thinkstockphotos via Kompas.com

Berawal dari kebiasaan membaca yang kemudian bergerak ke penulisan. Tidak hanya menulis buku harian, bahkan juga menulis untuk dikirim ke majalah atau koran. Tidak berhenti di penulisan artikel, penulis pun menulis untuk diterbitkan menjadi buku.

Seperti apa? Mari kita mulai kisah ini.

Membaca Buku

Adakah penulis yang tidak suka membaca? Mungkin ada, tetapi tidak banyak. Hampir semua penulis suka membaca buku, majalah, koran, dan lainnya.

Dengan membaca, para penulis akan mendapatkan banyak gagasan yang akan menjadi referensi ketika ia hendak menulis.

Kalau seorang penulis malas membaca, maka lambat-laun tulisannya akan terasa kering dan tidak bernas lagi.

Bahasanya akan cenderung monoton, jarang muncul pilihan kata yang baru yang membuat tulisannya menarik hati pembaca. Perbendaharaan kata yang dimiliki tidak kunjung berkembang, demikian pula dengan pengetahuannya.

Kalau penulis malas membaca, tak pelak lagi, ia akan ditinggalkan oleh para pembaca karyanya. Bagaikan sebuah sumur, maka sumur milik penulis ini sudah kering tanpa air yang bisa ditimba untuk menghapus dahaga pembaca.

Ilustrasi menulis buku (Sumber gambar: thebalance.com).
Ilustrasi menulis buku (Sumber gambar: thebalance.com).

Menulis Artikel

Akan tetapi, penulis sendiri membaca buku, majalah, dan koran pada awalnya tidak dimaksudkan untuk menjadi penulis. Membaca, ya, membaca saja. Membaca untuk memenuhi hasrat akan ilmu pengetahuan.

Bersamaan dengan bergulirnya waktu, perlahan-lahan muncul keinginan untuk mencoba menulis. Mengapa? Karena penulis yakin bisa menulis seperti para penulis di majalah atau di koran yang kebetulan penulis baca karyanya.

Nah, dengan bekal keyakinan dan kemauan untuk mencoba, akhirnya penulis pun memberanikan diri mengirim naskah ke koran daerah dan nasional. Ada yang berhasil dimuat dan banyak pula yang ditolak atau tidak dimuat.

Menyenangkan sekali kalau tulisan yang dikirim berhasil dimuat di media massa. Dan, tentu saja penulis juga merasa kecewa kalau naskah yang penulis kirim tidak dimuat. Rasanya sia-sia membuatnya. Sudah berpikir lama, mengetik, mengedit, mengirim, menunggu, tapi tak dimuat.

Akan tetapi, penolakan itu tidak membuat penulis berhenti menulis untuk koran dan majalah. Semakin lama, semakin bertambah jumlah artikel penulis yang dimuat. Ini, lagi-lagi, menambah semangat untuk terus mengarang. Apalagi setelah dimuat, redaksi mengirim honorariumnya.

Menerbitkan Buku

Penulis pernah membaca bahwa belumlah lengkap bagi seorang penulis kalau dia belum menerbitkan buku. Buku adalah karya tertinggi bagi seorang penulis. Begitu kurang-lebih isi artikel itu, entah penulis membacanya di media mana.

Berangkat dari ungkapan tersebut, penulis pun berpikir untuk menulis buku. Penulis tahu bahwa menulis dan menerbitkan buku itu tentu tidak mudah.

Mesti punya tulisan yang relatif panjang, ada penerbit yang siap menerbitkan, ada uang untuk membiayai, ada ada tenaga dan waktu untuk mengurusnya.

Waktu yang dibutuhkan relatif panjang. Berbeda sama sekali dengan penerbitan artikel di koran atau majalah yang hanya memerlukan 1-2 minggu naskah sudah dimuat atau ditolak.

Setelah belajar dari berbagai sumber dan bertanya kepada mereka yang sudah punya pengalaman menerbitkan buku, akhirnya penulis membulatkan tekad untuk menulis buku.

Belajar dari pengalaman, ternyata kebulatan tekad saja tidak cukup. Ini hanya menyemangati di awal. Selanjutnya diperlukan konsistensi dalam kegiatan menulis. Menulis buku membutuhkan kesinambungan usaha.

Kalau menulis artikel mungkin diperlukan waktu hanya beberapa jam atau sehari untuk menyelesaikannya. Menulis buku pada umumnya membutuhkan waktu berbulan-bulan lamanya. Jika tidak konsisten menulis, maka tulisan untuk buku yang direncanakan itu tidak akan pernah selesai.

Penulis sendiri pernah mengalami kemacetan di pertengahan penulisan buku. Penulis tiba-tiba kehilangan mood terhadap tema yang penulis rancang di awal. Akhirnya, buku itu pun tak pernah selesai sampai sekarang.

Beralih ke tema lain, penulis pun mulai bergiat lagi menulis. Nah, kali ini berhasil sampai finish. Buku yang bertebalan 182 halaman itu akhirnya tuntas dan diterbitkan oleh Udayana University Press. Menyenangkan? Tentu saja. Melihat buku tersebut terpanjang di toko-toko buku, alangkah senangnya hati.

Tidak berhenti sampai di situ, penulis lanjut menulis tema-tema lainnya. Penerbitnya juga berbeda, yaitu Penerbit Indie Publishing di Depok, Penerbit Swasta Nulus di Denpasar, Penerbit Mahima Institute di Singaraja, dan Penerbit Perpusnas Press di Jakarta.

Hingga kini ada 8 buku mandiri yang berhasil terbit, di samping 4 buku lainnya yang merupakan tulisan kolaboratif dengan para sahabat di Inspirasiana, di organisasi kepemudaan, dan lainnya. Penulis sungguh merasa bahagia bisa menulis buku-buku itu, betapa pun sederhananya.

Suka-duka Menerbitkan Buku

Kalau buku berhasil terbit dengan desain dan kualitas yang baik, tentu sangat menyenangkan. Penulis merasa bersyukur ternyata sudah bisa menghasilkan buku sebagai puncak pencapaian dari upaya yang panjang bergelut di dunia penulisan.

Melihat buku sendiri dipajang di toko buku atau di media online, tentu sangat membahagiakan.

Bisa membagikan sebagian buku-buku itu secara gratis ke perpustakaan desa dan sekolah, sungguh menyenangkan.

Mendapatkan royalty dari penerbitan buku tidak kurang pula menyenangkannya, kendati amat jarang terjadi.

Ada perasaan bangga dan penuh syukur di dalam hati bahwa penulis bisa mencapai titik puncak kemajuan di dunia penulisan dengan menghadirkan buku karya sendiri kepada pembaca. Kebahagiaan batin yang sungguh tak ternilai harganya.

Lalu, dukanya, kalau buku kita biayai sendiri, tentu membutuhkan modal yang lumayan banyak. Beberapa kali penulis membiayai sendiri penerbitan buku.

Apakah pengeluaran untuk penerbitan buku itu bisa impas dengan penjualan buku? Belum tentu. Kalau pun bisa impas, keuntungan finansial yang diperoleh sangat minim.

Sudah repot mempersiapkan segala sesuatunya termasuk biaya, keuntungannya tak seberapa. Begitulah nasib penulis yang tidak terkenal, he he.

Motivasi Menulis

Oleh karena itu, motivasi untuk menulis buku sebaiknya tidak semata-mata untuk mendapatkan keuntungan finansial, apalagi untuk kaya dari menulis.

Ada, memang, penulis yang bisa hidup dari menulis buku, tetapi tidak banyak jumlahnya.

Ada baiknya motivasi menulis dilandasi oleh niat untuk berbagi dan meninggalkan warisan. Berbagi pengetahuan dan pengalaman untuk dibaca orang lain.

Meninggalkan warisan berupa buku yang bisa dibaca oleh generasi kini dan nanti. Ini memberi kebahagiaan batin yang tiada tara.

(I Ketut Suweca, 7 Juli 2022).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun