Kedua, memiliki banyak koleksi buku.Â
Kalau kita telisik lebih jauh, sesungguhnya masih banyak desa tidak memiliki perpustakaan, tempat warga seharusnya mendapatkan pengetahuan yang disediakan pihak desa.
Kalau pun ada yang memiliki perpustakaan, koleksi bukunya sangat terbatas. Di negeri ini masih banyak perpustakaan desa yang jumlah koleksi bukunya di bawah seribu judul.
Akan tetapi, Perpustakaan Pelangi sudah jauh melangkah maju. Lembaga yang dirintis oleh seorang pengusaha sukses setempat dan kemudian diserahkan kepada pemerintahan desa ini sudah memiliki 3.698 judul dengan 6.874 eksemplar buku. Â
Koleksi buku dan berbagai sarana yang ada merupakan upaya desa, pengusaha yang peduli, pemerintah setempat, di-back up Perpusnas RI, dan masyarakat sekitar yang bahu-membahu membesarkan perpustakaan ini.
Ketiga, menjadi perpustakaan inklusi.Â
Apa yang dimaksud dengan perpustakaan inklusi? Tiada lain adalah perpustakaan yang bersinergi dengan lembaga atau kegiatan lain di sekitarnya.
Dengan sinergitas itu, kehadiran perpustakaan semakin besar dampaknya pada masyarakat sekitarnya.
Misalnya, di perpustakaan dan sekitarnya ada berbagai kegiatan atau aktivitas pendukung, seperti TK-PUD, pelatihan komputer, pelatihan bahasa Inggris, pelatihan menggambar, dan  lainnya.
Sembari anak-anak atau anggota masyarakat berkegiatan seperti disebutkan di atas, mereka tidak lupa untuk hadir ke perpustakaan setempat untuk membaca buku-buku yang disukainya.
Misalnya, anak-anak TK, usai belajar dan bermain di kelas, mereka diajak untuk mengunjungi perpustakaan dan dibacakan dongeng dari koleksi perpustakaan setempat.