Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ingin Meraih Hidup Bermakna? Awali dengan 3 Pertanyaan Sederhana Ini!

18 Mei 2022   17:35 Diperbarui: 21 Mei 2022   17:57 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersyukur untuk hidup bahagia dan bermakna (Sumber gambar: lifestyle.kompas.com).

Mungkin kita merasa hari demi hari seakan lewat begitu saja. Perputaran waktu demikian cepat. Hidup seakan seperti gangsing yang berputar dan pada saatnya akan berhenti, lalu mati. Selama menjalani semua itu, mungkin kita tidak sempat lagi merenung tentang hal-hal substansial secara mendalam dalam diam.

Misalnya, sudah benarkah jalan hidup kita ini? Sesungguhnya apa yang kita cari dalam hidup ini: jabatan, kekayaan, ketenaran, kedamaian, kebahagiaan, atau lainnya?

Menurut penulis, beberapa menit dalam sehari ada baiknya kita duduk diam dan merenung tentang capaian dan tujuan hidup, sekaligus bertanya kepada diri sendiri tentang apa yang masih perlu kita upayakan dalam hidup ini.

Tiga Pertanyaan

Ada tiga pertanyaan sederhana yang patut direnungkan setiap hari untuk hidup lebih bahagia dan bermakna. Apakah itu?

Pertama, sudahkah kita berbuat kebaikan untuk hari ini?

Berbuat baik adalah ajaran ketuhanan dan dorongan hati yang bersih. Ajaran agama mendorong kita untuk berpikir yang baik, berkata yang baik, dan berbuat yang baik.

Pada kesempatan merenung itu, kita lalu bertanya kepada diri sendiri: sudahkah saya berbuat baik untuk hari ini? Ya, berbuat kebaikan, sekecil apa pun itu.

Misalnya, membantu orang tua menyeberang jalan, memberi dorongan semangat pada orang yang sedang terpuruk, memberi pujian atas hasil kerja staf yang baik, memberi sedekah kepada orang yang tak berpunya, dan membukakan jalan bagi kemajuan orang lain.

Bersedekah dengan tulus untuk membantu orang lain (Sumber gambar: lifestyle.okezone.com).
Bersedekah dengan tulus untuk membantu orang lain (Sumber gambar: lifestyle.okezone.com).

Hendaknya selalu diusahakan berbuat baik, minimal satu kebaikan yang bermakna setiap hari. Setiap bangun di pagi hari, di lubuk hati tumbuhkan niat untuk mengisi hari dengan perbuatan baik, minimal satu perbuatan baik.

Kedua, sudahkah kita mengurangi kebiasaan buruk hari ini?

Mungkin kita mempunyai kebiasaan buruk yang sudah menjadi bagian dari keseharian kita. Kebiasaan apakah itu? Kita sendirilah yang bisa menemukannya. Untuk bisa melakukan ini, kita perlu jujur terhadap diri sendiri.

Nah, setelah menemukan satu kebiasaan tidak baik dalam diri, yuk kita usahakan untuk mengikisnya setiap hari.

Ketika bangun di pagi hari, kita ingat dan kuatkan tekad untuk mengikis satu perilaku tidak baik yang mungkin menjadi kebiasaan kita selama ini.

Misalnya -- yang kurang etis atau kurang santun seperti kecenderungan mencela siapa saja yang menurut pendapat kita salah. Kebiasaan saat menguap tak menutup mulut, dan  mengupil di depan orang umum.

Misalnya lagi,  kebiasaan bangun kesiangan, kebiasaan membuang sampah sembarangan, kebiasaan menunda-nunda penyelesaian pekerjaan, kebiasaan berbohong, dan lainnya.

Prinsipnya, kita senantiasa berupaya mengurangi kebiasaan kurang baik tersebut. Kalau hal ini dilakukan secara terus-menerus, maka kebiasaan itu akan terkikis dan hilang.

Sementara itu, tumbuhkan kebiasaan baik yang baru untuk menggantikannya. Peneliti psikologi kesehatan University College London, Phillippa Lally, menyebutkan, dibutuhkan wakitu selama 66 hari tanpa putus untuk membentuk sebuah kebiasan baru.

Tentu saja hal ini tidak mudah, tetapi mesti diusahakan. Tanpa usaha keras untuk mengurangi atau menghilangkannya, maka kebiasaan buruk itu akan tetap ada bahkan bisa kian berkembang.

Jangan lupa, kebiasaan buruk cenderung memanggil temannya yang sejenis. Maksudnya, kebiasaan buruk memiliki kecenderungan melahirkan kebiasaan buruk lainnya untuk bergabung dan saling melengkapi. Kalau sudah begini, akan lebih sulit lagi dibenahi. Maka, bagai tanaman parasit, sebaiknya dicabut sebelum ia tumbuh besar.

Ketiga, sudahkah kita bersyukur hari ini?

Orang yang selalu ingat bersyukur adalah dia yang memiliki keimanan yang kuat. Bersyukur menyiratkan bahwa yang bersangkutan mengakui dan menyadari bahwa Tuhan terlibat dalam setiap usahanya.

Bersyukur berarti pengakuan bahwa semua pencapaian yang diperoleh adalah berkat campur tangan Tuhan, bukan melulu dari usaha sendiri. Jadi, bersyukur hendaknya menjadi hal yang wajib dilakukan dengan penuh kesadaran.

Ada orang yang lupa bersyukur karena pikirannya dipenuhi oleh berbagai keinginan. Ya, keinginan untuk memiliki banyak hal. Keinginan demi keinginan tersebut membuatnya selalu merasa tidak puas dan selalu merasa kurang.

Keinginan itu -- jika dituruti, tak akan pernah terpuaskan, bukan? Ketika dipenuhi pun, pasti akan datang keinginan-keinginan lainnya yang kian merajalela.

Tetapi, tidak bolehkah kita menginginkan sesuatu? Mengapa tidak? Memiliki keinginan itu tentu saja wajar, namun membiarkan diri terlena dalam keinginan-keinginan yang tak berkesudahan dan tidak terkontrol sama saja dengan memelihara rasa tidak puas dan stres dalam hidup.

Orang memfokuskan diri pada keinginan tidak akan pernah merasa puas. Sebaliknya, orang yang memilih lebih banyak bersyukur akan mudah merasa puas atas capaiannya, sesederhana apa pun itu. Itulah alasan mengapa beberapa orang yang sudah kaya raya merasa tidak puas dengan pencapaiannya.

Mungkin ia sudah lupa bersyukur masih bisa bernafas, masih bisa bangun pagi, lupa bersyukur bisa makan hari ini. Lupa bersyukur memiliki tubuh yang sehat, lupa bersyukur sudah memiliki istri dan anak yang sehat dan berbudi pekerti baik.

Tatkala semua itu dilupakan, maka ketidakpuasan hidup pasti akan sangat terasa. Bahkan orang yang dikerubungi keinginan cenderung tidak bisa menghayati hidupnya.

Konsep hidup bahagia adalah hidup dengan selalu bersyukur atas semua karunia Ilahi. Tentu saja dibarengi dengan berusaha menjadi lebih baik tanpa harus dicekoki oleh keinginan yang tidak terkendali.

Semakin banyak bersyukur semakin tenang dan damai hidup ini. Semakin ikhlas juga kita dalam menerima keadaan.  

Jadi, kita perlu melakukan tiga hal penting ini: selalu berusaha melakukan minimal satu perbuatan baik setiap hari, mengurangi satu perilaku kurang baik setiap hari, juga tidak pernah lupa bersyukur atas karunia Tuhan. Inilah jalan menuju hidup bahagia dan bermakna.

(I Ketut Suweca, 18 Mei 2022).  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun