Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menyoal Bakat dalam Dunia Tulis Menulis

19 Maret 2022   07:00 Diperbarui: 19 Maret 2022   12:33 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis itu sebuah keterampilan (Sumber gambar: blogs.thegospelcoalition.org).

Diary, apa kabarmu? Semoga baik-baik saja ya. Aku datang mengganggumu lagi setelah sekian lama tiada bersua. Mari dengar ceritaku tentang bakat. Kali ini khusus tentang bakat tulis-menulis.

Banyak yang bilang menulis itu perlu bakat. Benar nggak ya menurutmu? Yang tak punya bakat, katanya, sulit sekali bisa pandai menulis. Ia harus berusaha super-duper keras dalam waktu lama, baru bisa menjadi penulis yang andal.

Sebaliknya bagi orang yang berbakat menulis. Ia nggak perlu belajar menulis sesengit orang yang tak berbakat, ia sudah segera bisa nangkep dan dapat menulis dengan baik. Benar nggak ya?

Menurutku, bakat itu memang ada tapi sebaiknya jangan diandalkan benar. Karena, kalau merasa diri berbakat, orang bisa saja malas berlatih. “Toh, dengan sedikit saja latihan, saya yakin pasti bisa menulis,” mungkin seperti itu pikirnya.

Baik orang berbakat ataupun tidak, sama-sama mesti berusaha keras untuk memiliki kemampuan menulis yang mumpuni.

Aku percaya bahwa orang berbakat di bidang tulis-menulis akan lebih menikmati proses menulis. Ia merasa senang dengan aktivitas menulis, selalu ingin menuangkan gagasannya ke dalam bahasa tulis. Proses menulis baginya sangat menyenangkan, terasa sik-asyik.

Beruntunglah mereka yang berbakat menulis. Karena dengan menulis, ia akan merasa berbahagia, menikmati prosesnya, dan hasilnya pun cenderung bagus.

Bagaimana dengan mereka yang yakin dirinya tidak berbakat menulis? Jangan khawatir! Mereka pun bisa mengasah diri untuk menjadi penulis.

Menulis itu, menurutku,  tidak melulu persoalan berbakat atau tidak. Menulis adalah sebuah keterampilan. Sama dengan keterampilan-keterampilan yang lain yang diperoleh melalui latihan. Baik bagi orang berbakat maupun tidak sama-sama mesti berlatih menulis.

Bayi yang baru lahir tak bisa kita bilang ia berbakat di bidang ini-itu. Tak ada orang disebut berbakat sebelum dia unjuk prestasi, bukan? Ia harus berlatih dan berlatih agar bisa terampil menulis. Mereka yang berhasrat kuat untuk menjadi penulis, ya, mesti berlatih dan berlatih secara berkelanjutan.

Pada akhirnya komitmen dan konsistensi-lah yang akan menentukan hasilnya. Siapa yang punya komitmen untuk menjadi penulis dan konsisten berlatih, dialah yang akan berhasil. Tanpa kedua hal ini kukira akan sulit bagi siapa pun bisa menjadi penulis.

Aku sendiri belum memastikan, apakah aku memiliki bakat menulis atau tidak. Aku tidak pernah mengikuti test minat dan bakat atau sejenisnya.

Yang pasti, sudah lama aku tertarik dengan dunia tulis-menulis. Sejak masih berstatus sebagai mahasiswa semester awal. Ketika tulisan pertamaku dimuat di sebuah koran, sejak saat itulah aku keranjingan menulis, hingga sekarang.

Sebelum menulis di koran, aku sering menulis di buku harian. Asyik saja menulis di situ. Menuangkan apa yang kulakukan dalam sehari, juga seperti apa pikiran dan perasaanku hari itu.

Biasanya aku akan menulis buku harian menjelang tidur. Di buku itu aku goreskan unek-unekku apa adanya. Jika aku gagal mengerjakan sesuatu, akan kutuangkan kekecewaan dan penyesalanku. Sebaliknya, jika aku berhasil, kuluapkan kegembiraan melalui tulisan tangan di buku harian.

Betrwal dari menulis di buku harian (Sumber gambar: mywaytojournal.tumblr.com).  
Betrwal dari menulis di buku harian (Sumber gambar: mywaytojournal.tumblr.com).  

Singkat cerita, setelah menulis di buku harian dan di koran -- juga majalah, akhirnya aku terperangkap oleh jaring cinta kompasiana.

Kalau orang terperangkap, konotasinya kurang baik ‘kan? Cocok ditujukan pada mereka yang bernasib sial.

Akan tetapi, keterperangkapanku tidak ada hubungannya dengan nasib sial. Sebaliknya, aku terperangkap dalam lingkaran penulisan yang panjang dan pertemanan yang menyenangkan. Aku pun menjadi kompasianer, sebutan untuk penulis di kompasiana.

Diary, sudah cukup lama aku menulis di kompasiana, bahkan jauh sebelum kamu embas dari kandungan ibumu. Ada banyak yang datang dan pergi dari rumah besar ini. Tapi anehnya, aku masih saja merasa  senang terperangkap di sini.

Ada puluhan sahabat lawas yang segenerasi denganku bahkan hadir lebih awal. Ada ratusan bahkan ribuan penulis belakangan yang hebat-hebat. Banyak di antaranya yang melaju kencang dan sangat produktif menulis, ada pula yang karena sesuatu dan lain hal, menghilang tanpa pesan.

Kamu tahu ‘kan, para penulis di sini berasal dari latar belakang yang berbeda-beda: keilmuan, peminatan, pengalaman, daerah, dan seterusnya. Mereka tuangkan apa yang mereka pikir dan rasa melalui berbagai artikel.

Coba perhatikan, akan dapat banyak pengetahuan dan wawasan tentang kehidupan di berbagai negara di dunia dengan membaca tulisan para kompasianer yang tinggal di Jerman, Perancis, Australia, dan negara lainnya (siapa ya?). Tentu saja aku tak hendak menyia-nyiakan kesempatan belajar dari para kompasianer. 

Diary, di samping yang kusebutkan di atas, aku tetap di sini karena aku merasa betah. Betah -- kusebut demikian, karena inilah tempatku mengasah kemampuan menulis sekaligus juga untuk berbagi gagasan dan pengalaman, sekecil dan sesederhana apapun itu.

Berkat nimbrung di kompasiana, aku merasa kian mencintai dunia tulis-menulis. Semakin kulihat pesona dunia penulisan: pesona yang mungkin tidak bisa dilihat oleh mereka yang enggan menekuninya.

Kuakui, kegiatan menulis memberikan kebahagiaan bagiku. Dengan menulis aku bisa meng-create banyak ide, yang jika tidak kutulis akan lenyap begitu saja. Dan yang lebih penting lagi, melalui tulisan aku memberikan kontribusi kecil pada kehidupan.

Diary, kalau orang masih emoh menulis dengan dalih tidak berbakat, biarlah aku tak mempedulikan soal bakat itu. Biarlah aku akan menulis dan menulis saja bersama para sahabat kompasianer yang masih setia dan betah di sini.

Terima kasih Diary, aku pamit dulu. Sampaikan salam hangatku kepada para kompasianer semuanya. Bilang bahwa aku sedang menantikan karya-karya mereka berikutnya di sini, di kompasiana.

(I Ketut Suweca, 19 Maret 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun