Terlepas dari bagaimana seorang atasan atau orang lain menilai atau bersikap, bagaimana seyogianya kita menanggapi hal seperti ini dan menyiasati hidup pada umumnya?
Apa yang dikeluhkan sahabat di atas wajar-wajar saja. Sangat manusiawi sifatnya. Manusia memang perlu perhatian, perlu didengar, diatensi, dan dihargai atas apa yang dilakukannya. Jika itu tidak didapat, cenderung menghasilkan keluhan.
Akan tetapi, menurut saya, kalau kita sudah memilih untuk bekerja dengan rajin dan tulus, ya lakukan saja. Kita tidak perlu minta dihargai, dipuji, diatensi oleh orang lain, termasuk oleh atasan kita. Bukankah bekerja itu sebuah kewajiban (swadarma)?
Kewajiban itu mengandung tugas dan tanggung jawab yang patut ditunaikan dalam kehidupan. Jika tidak dilakukan, tentu salah. Jadi, lakukan kewajiban hidup dengan sebaik-baiknya, entah mendapatkan apresiasi atau tidak.
Nah, kalau kita berbuat baik, lalu orang tidak peduli, tidak menghargai, tidak memberikan atensi -- bahkan ada pula yang mencemooh, jangan hendaknya dirisaukan benar. Bukankah ada hukum sebab-akibat (karmaphala) yang selalu berlaku?
Setiap perbuatan -- baik atau buruk, pasti akan berbuah. Buah yang merupakan hasil perbuatan pasti akan diterima, sekarang atau nanti. Ini sebuah keniscayaan.
Oleh karena itu, tidak perlu mengeluh kalau kita tidak dihargai orang saat kita berbuat kebaikan dalam melaksanakan kewajiban. Mengapa? Karena kerja kita tetap saja akan berbuah, cepat atau lambat. Kini atau nanti.
Kebenaran dan Kebaikan
Lagi pula, jangan sampai kita menjadi ketergantungan pada pendapat atau penilaian orang lain. Atau, kita menjadi begitu mengkhawatirkan pendapat orang lain terhadap apa yang kita lakukan.
Ketergantungan dan kekhawatiran seperti itu hanya akan membuat susah diri sendiri. Sebab, pendapat orang bisa berbeda-beda satu dengan yang lain, dan bisa pula berubah-ubah setiap saat. Mengapa itu dirisaukan?