Belakangan ini mencuat diskusi panjang terkait nama Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pencetusan nama ini oleh Presiden Jokowi melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa baru-baru ini, menuai banyak pendapat masyarakat. Ada yang sependapat, ada juga yang tidak, bahkan menyebut nama itu kurang tepat.
Boleh Berbeda Pendapat
Dalam alam demokrasi, boleh saja kita berbeda pandangan. Perbedaan ini sangat wajar karena setiap orang memiliki latar belakang alasan atau pemikiran yang tidak sama. Akan tetapi, saya berkeyakinan nama ibu kota negeri ini akan tetap dipilih dengan nama Nusantara.
Tentu ada alasan mengapa presiden menetapkan nama tersebut. Pasti sudah melalui kajian dan pemikiran yang mendalam.
Sebagai sebuah bentuk partisipasi pemikiran, saya pun kiranya boleh ikut nimbrung berpendapat, kendati kemungkinan berbeda dengan pendapat orang lain.
Pandangan Arkand Bodhana
Saya pernah membaca apa yang dinyatakan seorang pakar metafisika dan konsultan nama terkenal yang bernama lengkap Arkand Bodhana Zeshaprajna, B.Msc., B.Psy., M.Msc, P.hD.
Pria yang mendapat beasiswa doctoral di University of Methaphysics International di Los Angeles, Amerika Serikat ini, pernah menyampaikan bahwa nama Indonesia kurang baik untuk nama negeri kita ini.
Karena menurut ilmu yang dipelajarinya, synchronicity value dan coherence value -- begitu dia menyebutkan, dari nama Indonesia itu kurang dari yang seharusnya untuk menjadi sebuah nama yang baik dan hal ini berpengaruh terhadap keberadaan dan kemajuan negeri ini.
Seperti dikutip timesindonesia.co.id, Arkand menyatakan, "negara-negara maju memiliki struktur nama yang berkualitas baik, negara-negara yang belum juga maju dan tetap miskin memiliki struktur nama yang berkualitas rendah." Jadi, pemberian nama menjadi hal yang sangat penting.