Pertama-tama, riset dapat dilakukan dengan cara ngobrol atau berbincang-bincang santai dengan orang lain. Dari orang itu, kita akan mendapatkan pendapatnya mengenai sesuatu. atau memperoleh penjelasan tentang sesuatu. Misalnya, kita ingin tahu tentang sejarah sebuah situs, kita ngobrol dengan petugas di sana.
Riset diperlukan tidak hanya untuk tulisan nonfiksi. Para novelis pun mengaku melakukan riset untuk menyusun novelnya. Mereka terjun ke lapangan, ngobrol dengan sejumlah orang, semuanya demi memperkaya isi novel yang hendak ditulis.
Bahkan novelis Andrea Hirata dan Dewi 'Dee' Lestari mengaku melakukan riset dalam waktu yang terkadang jauh lebih lama daripada waktu yang dipergunakan untuk menulis novel.
Dengan riset, para novelis mempersiapkan bahan-bahannya dan dengan menulis ia merangkai semua bahan itu untuk menjadi novel yang menarik, membumi, dan membawa pesan yang bernilai bagi pembaca.
Dengan ngobrol santai saja, kita sudah mendapatkan informasi yang berharga tentang suatu tempat atau mendapat pandangan terhadap suatu peristiwa. Hasil ngobrol santai ini akan bisa menjadi bahan dalam upaya melengkapi tulisan kita.
Melihat Langsung ke Lapangan
Selanjutnya, kita bisa melakukan riset dengan melihat dari dekat objek yang ingin kita tulis. Misalnya kita ingin sekali menulis sebuah objek wisata air terjun.
 Lalu, kita datang ke lokasi air terjun itu. Kita berangkat ke sana, membeli karcis masuk objek wisata itu, lalu menapak jalan menuju lokasi.
Di situ kita -- dengan mata kepala sendiri, mengamati air terjun dan pemandangan di sekitarnya. Kita merasakan segarnya udara, juga sejuk dan jernihnya air yang mengalir di sungai dekat air terjun itu. Mungkin juga kita putuskan nyemplung di sungai.
Pengamatan langsung ke lapangan ini bisa menjadi bahan tulisan yang bermanfaat dan memperkaya karya kita.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!