Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Korupsi, Penindakan atau Pencegahan yang Menjadi Prioritas?

15 Desember 2021   19:10 Diperbarui: 17 Desember 2021   08:23 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Hari Anti Korupsi (Sumber gambar: id.pngtree.com)

Apa definisi korupsi itu? 

Mengapa orang melakukan korupsi? 

Lalu, mana yang lebih penting penindakan terhadap para koruptor atau pencegahan terjadinya korupsi sejak dini?

Memahami Makna Korupsi

Korupsi berasal dari kata Latin corruptio atau corruptus yang berarti kerusakan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, dan tidak bermoral kesucian. Dalam bahasa Inggris digunakan kata corruption yang berarti menyalahgunakan wewenangnya untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan bahwa korupsi merujuk pada setiap  orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Mengapa Orang Korupsi?

Bagaimana menjelaskan mengapa orang korupsi? Apa yang menjadi alasannya? Menurut penulis, orang melakukan tindak pidana korupsi karena ada sifat tertentu, kesempatan, dan berbagai kondisi yang dirinci di bawah ini.

Pertama, karena sifat tamak atau serakah.

Orang korupsi pertama-tama lantaran memiliki sifat serakah atau tamak. Sifat ini ada di dalam diri manusia dan harus dikendalikan agar tidak merajai pikiran.

Kalau sifat ini diberikan kesempatan untuk naik ke permukaan, bukan tidak mungkin ia bisa mengambil berbagai bentuk, salah satunya adalah tindakan korupsi.

Ketamakan tidak memandang orang kaya atau miskin. Orang kaya bisa tamak, orang miskin pun bisa. Jadi, orang serakah itu tidak tergantung pada kondisi ekonomi. Bisa dimiliki dan dilakukan oleh siapa saja yang membiarkan sifat serakahnya meraja di dalam benaknya.

Kedua, adanya kesempatan.

Kesempatan yang terbuka bisa juga menimbulkan niat buruk untuk memperkaya diri dan kelompok. Orang yang tadinya tidak berpikir untuk melakukannya, tiba-tiba bisa berniat korupsi karena kesempatan untuk itu terbuka lebar.

Kembali kepada pribadi masing-masing, apakah akan memanfaatkan kesempatan tersebut atau tidak. Bagai sopir kendaraan, ia mau menginjak pedal gas atau rem.

Kalau ia memutuskan menginjak gas niat buruk dengan memanfaatkan kesempatan, maka terjadilah korupsi. Sebaliknya, apabila yang bersangkutan menginjak pedal rem, maka tidak akan ada tindakan korupsi kendatipun terbuka kesempatan untuk itu.

Ketiga, adanya kekuasaan.

Kekuasaan dapat menumbuhkan niat korupsi. Ya, dengan kekuasaan yang dimiliki, penguasa di berbagai level bisa saja memanfaatkan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya. Kekuasaan itu bisa membutakan mata hati!

Benarlah apa yang ditulis oleh Lord Acton yang kita pelajari dalam ilmu politik. Ia menyatakan bahwa kekuasaan itu cenderung korup. Dan, kekuasaan yang tidak terkontrol pasti korup. Dengan bahasa aslinya, ia menulis, "Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely."

Kelima, tergantung keteladanan.

Tindakan korupsi dalam batas-batas tertentu juga faktor dipengaruhi oleh faktor keteladanan. Kalau dalam suatu institusi pimpinannya berperilaku koruptif, maka bukan tidak mungkin bawahan juga akan melakukan tindakan yang sama. 

Maka, pimpinanlah yang harus menjadi figur teladan dalam hal integritas dan moralitas. Pimpinan mesti menjadi role model yang baik.

Kata orang, ikan itu busuk mulai dari kepalanya. Maka, kepalanyalah yang pertama-tama tidak boleh rusak atau busuk. Kalau kepalanya busuk, maka akan menular ke bagian leher, perut hingga ekor. Begitu pula halnya di dunia organisasi.

Menindak atau Mencegah?

Penindakan terhadap koruptor sudah jamak dilakukan. Banyak pejabat dan pengusaha yang ditangkap karena menerima atau melakukan suap atau menggerogoti uang negara. Media pun acapkali memberitakan hal seperti ini sehingga korupsi seakan-akan sudah menjadi budaya.

Penindakan dan pencegahan korupsi (Sumber gambar: mysansar.com)
Penindakan dan pencegahan korupsi (Sumber gambar: mysansar.com)

Daripada memprioritaskan tindakan penangkapan terhadap mereka yang korupsi, sebaiknya upaya pencegahan perlu semakin diintensifkan.

Penindakan yang dilakukan selama ini belum bisa dipastikan dapat menurunkan niat orang untuk mencuri uang rakyat. Di satu daerah koruptornya ditindak, di daerah lain muncul korupsi lagi, dan begitu seterusnya.

Gambar Hari Anti Korupsi (Sumber gambar: id.pngtree.com)
Gambar Hari Anti Korupsi (Sumber gambar: id.pngtree.com)

Melakukan pencegahan dengan demikian menjadi faktor penting dan strategis agar orang tidak melakukan korupsi. Caranya? Pertama-tama adalah dengan memastikan tersedianya regulasi yang mengatur penyelenggaraan suatu program pemerintah.

Regulasi itu mesti disosialisasikan dengan baik dan benar-benar dipahami oleh mereka yang akan memimpin dan menjalankan program dimaksud.

Selanjutnya, dalam perencanaan dan pelaksanaannya, dilakukan filtering dan kontrol yang ketat sehingga menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan. Jangan lupa memilih hanya orang-orang yang diyakini memiliki integritas yang baik, baik unsur pelaksana maupun pengawasnya. Jangan sampai yang seharusnya bertugas mengawasi kong kali kong dengan pelaksana untuk menggerogoti uang rakyat.

Dalam jangka panjang, perlu ditanamkan kesadaran masyarakat tentang budaya hidup bersih berintegritas dengan dasar moralitas yang baik. Termasuk di dalamnya mempersiapkan generasi penerus untuk menghindari tindakan koruptif dengan segala bentuk manifestasinya. Bisa dimulai dari sekolah-sekolah di semua jenjang.

Mendidik anak-anak untuk menjauhi kebiasaan menyontek, menghindari perilaku plagiasi, dan selalu berusaha bertindak jujur. Ungkapan "berani jujur itu hebat" perlu terus digaungkan dan ditanamkan pada hati setiap generasi muda bangsa ini.

Mengapa harus mereka? Sebab, generasi muda-lah yang akan meneruskan tongkat estafet pembangunan bangsa ini. Generasi muda ini pada saatnya nanti akan menjadi pemimpin di berbagai lini, baik di pemerintahan, di perusahaan, atau di dalam masyarakat pada umumnya. Jadi, mereka mesti dibekali dengan integritas diri yang kuat untuk mengantisipasi berulangnya kesalahan yang sama di masa lalu.

Jadi, kita tidak perlu bangga berlebihan karena aparat sudah berhasil menangkap banyak koruptor di negeri ini. Kalau prinsip "mati satu tumbuh seribu" dijadikan acuan perilaku korupsi, maka sampai kapanpun penindakan terhadap koruptor tidak akan pernah tuntas.

Pilihan strategisnya adalah melakukan pencegahan sejak dini, kendati pencegahan ini pun tidak bisa seratus persen menjamin orang tidak korupsi. Tetapi, dengan berbagai upaya pencegahan dengan pola penyadaran, dapat diyakini akan menuai hasil yang positif.

Asal saja, kegiatan pencegahan itu tidak seremonial belaka, melainkan merasuk hingga ke substansi. Tidak hanya di tingkat superfisial, bahkan hingga menulangsumsum.

(I Ketut Suweca, 15 Desember 2021).
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun