Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Penulis dan Lima "Musuh" Terbesarnya!

3 Desember 2021   19:21 Diperbarui: 4 Desember 2021   05:00 962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menulis (Sumber: Pexels/Judit Peter)

Menulis bagi sebagian orang menyenangkan sedangkan bagi sebagian lainnya sebaliknya: tidak menyenangkan. Bagi mereka yang menyenangi aktivitas menulis, tentu akan tidak banyak mengalami hambatan dalam menuangka gagasan ke dalam bentuk karya tulis. 

Berbeda halnya dengan mereka yang tidak menyukai kegiatan tulis-menulis, mereka cenderung menghindari pekerjaan ini atau mengerjakannya dengan setengah hati.

Baik bagi orang yang menyenangi dunia tulis-menulis maupun bagi mereka yang tidak menyukainya, pada dasarnya menulis merupakan sebuah perjuangan. Perjuangan? Ya, perjuangan melawan diri sendiri! "Musuh" terbesar seorang penulis bukanlah orang lain, melainkan dirinya sendiri.

Musuh terbesar yang tampak manusiawi itu mesti dihadapi, mesti dilawan, mesti fight setiap hari untuk menundukkannya. Kalau kalah, maka musuh akan menjadi penguasa dan merajalela dalam dalam diri dan terekspresikan ke dalam bentuk sikap dan tindakan.

Lalu, apa yang dimaksud dengan musuh di dalam diri sendiri -- yang mau tak mau, harus diatasi jika ingin berhasil keluar sebagai pemenang?

Berikut ini adalah 5 musuh terbesar yang setiap saat hadir menantang dan menghadang para penulis. Ia datang mengiming-imingi para penulis untuk melenceng dari rencana yang ditetapkan di awal. Mari kita bahas lebih lanjut.

Pertama, kemalasan (laziness)

Ini salah satu musuh terbesar dan tersulit untuk ditundukkan. Mengapa sulit? Karena musuh ini ada di dalam diri sendiri dan setiap saat bisa muncul menggoda bahkan menghasut kita untuk berhenti menulis.

Kemalasan tampil dengan wajah manis dan menawarkan kesantaian, leha-leha, dan kesenangan dalam menikmatinya. 

Ia bisa melenakan bagi siapa pun yang sudah larut di dalamnya. Ia memberi kesenangan sesaat, tetapi kegagalan pada akhirnya.

Barang siapa yang bersekutu dengan kemalasan, maka dia akan terpuruk dalam kegagalan. Sekali lagi, kemalasan adalah musuh terbesar dalam upaya mencapai keberhasilan dalam bidang apapun, tidak terkecuali dalam hal menulis.

Mungkin sebagian dari kita, masih harus bergulat dengan rasa malas. Saya sendiri masih berjuang mengatasinya. Rasa malas itu bisa tiba-tiba datang dan menggoda kita untuk berhenti. Ingatlah, kemalasan adalah musuh yang tidak pernah mati!

Kedua, kebosanan

Rasa bosan yang datang bisa menjadi penghambat dalam karier penulisan. Rasa bosan menyebabkan kita merasa enggan untuk melanjutkan pekerjaan, tidak terkecuali dalam hal tulis-menulis.

Mengatasi lima musuh terbesar dalam menulis (Sumber gambar: verdict.co.uk)
Mengatasi lima musuh terbesar dalam menulis (Sumber gambar: verdict.co.uk)

Apakah Anda pernah mengalaminya? Jika kita dilanda rasa bosan, maka tidak ada sebersit pun keinginan atau gairah untuk meneruskan kegiatan yang sedang kita lakukan. 

Jika kita bosan menulis, maka kita akan menutup komputer, menyudahi apa yang tengah kita tulis. Padahal, jauh di dalam hati mungkin kita ingin pekerjaan itu selesai sesuai dengan rencana.

Rasa bosan yang melanda mengharuskan kita untuk mengambil jeda untuk beberapa saat. Jika dipaksakan juga untuk meneruskan mengerjakannya, maka ada kecenderungan hasilnya tidak baik.

Oleh karena itu, rasa bosan mesti diobati dengan jeda beberapa saat. Mungkin perlu waktu beberapa jam bahkan beberapa hari untuk menghapus rasa bosan itu dengan mengalihkan perhatian dan kegiatan.

Setelah rasa bosan itu lewat, barulah kita memulainya lagi. Yang perlu diwaspadai, jangan sampai rasa bosan berubah menjadi keengganan untuk memulai lagi. Kalau dibiarkan terlalu lama, rasa bosan cenderung seperti kendaraan yang akinya sowak sehingga susah dihidupkan apalagi dijalankan.

Seperti halnya kemasalasan, kebosanan sewaktu-waktu bisa muncul. Kalau dibiarkan berlama-lama, akan menjadi penghambat dalam pencapaian kesuksesan. Oleh karena itu, diperlukan kekuatan mental dan usaha keras untuk melewatinya.

Ketiga, penundaan (procrastination)

Ini satu lagi musuh terbesar manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Penundaan menyebabkan terlewatinya deadline yang sudah ditetapkan. Biasanya akan berbuah kegagalan dan penyesalan.

Kebiasaan menunda yang sering dilakukan dalam banyak kegiatan hanya akan mendekatkan seseorang pada kegagalan. 

Kebiasaan (habit) menunda secara terus-menerus akan membawa seseorang pada keterpurukan.

Orang yang suka menunda bukannya menyelesaikan masalah atau menjalankan rencana yang dicanangkan, melainkan hanya menunda dan menunda pelaksanaannya hingga menjadi keterlambatan yang parah.

Penundaan itu tidak membebaskan pikiran dari masalah, malah membebani pikiran dan perasaan. Semakin ditunda, pikiran semakin terbebani dengan rasa bersalah, tidak patuh pada rencana, dan akhirnya benar-benar gagal.

Keempat, cepat puas

Lekas puas terhadap suatu upaya akan membawa hasil yang tentu saja tidak maksimal kalau tidak bisa dibilang ala kadarnya saja.

Hasil seperti itu terjadi lantaran tidak ada usaha yang sungguh-sungguh dalam mengerjakannya. Tidak ada upaya maksimal dan konsisten untuk mencapai hasil yang terbaik.

Oleh karena itu, para bijak mengajak kita untuk tidak lekas puas dengan apa yang kita capai. Bersyukur tentu saja perlu dan harus dilakukan, tetapi bersamaan dengan itu upaya-upaya perbaikan atau pembenahan mesti dilakukan secara terus-menerus.

Orang yang lekas puas hanya akan mendapatkan hasil dengan capaian minimal, kalau tidak boleh dibilang jelek. 

Kalau ia berusaha lebih keras lagi, maka hasilnya pun cenderung lebih baik. Jadi, upaya terbaik selalu perlu diperjuangkan agar hasilnya lebih baik.

Kelima, hasil yang instant

Maksudnya, segala sesuatu yang dilakukan diharapkan lekas selesai dan cepat menghasilkan. Ada yang menyebut ini sebagai mentalitas menerabas.

Orang dengan mentalitas menerabas tidak menghargai proses. Yang terpenting baginya adalah mencapai hasil yang instan, bagaimanapun caranya.

Alih-alih menjalani dan menghargai proses, yang bersangkutan hanya menginginkan hasil secepat-cepatnya dan segera bisa dinikmati. Apakah hasil yang diperoleh itu melanggar aspek moralitas atau tatanan akademik, tidak menjadi problem baginya.

Itulah lima musuh yang dihadapi dan mesti diatasi oleh para penulis melalui berbagai upaya yang tiada henti. Mengapa tiada henti? Karena, musuh-musuh ini akan muncul setiap saat, terutama ketika kita lengah.

Kelima musuh itu adalah lawan tanding yang sangat kuat. Akan tetapi, jika bisa mengatasinya, niscaya kita akan keluar sebagai pemenang, bukan pecundang!

(I Ketut Suweca, 3 Desember 2021).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun