Kalau, misalkan Anda bertanya tentang buku mana yang saya suka, cetak atau e-book?
Dengan pasti akan saya jawab: buku cetak.
Akan tetapi, kalau Anda bertanya kepada generasi milenial, buku apa yang mereka paling suka baca, kemungkinan besar jawabannya adalah e-book. Atau, sumber pengetahuan yang diambil dari internet.
Beda Selera
Berbeda generasi, berbeda selera. Kalau saya diminta membaca buku e-book, saya akan cepat menyerah. Mata akan sakit walaupn baru membaca tiga halaman.
Sedangkan, kalau buku cetak (printed), saya pasti suka. Mengapa? Karena, menurut saya, menyenangkan untuk dibaca, tidak cepat melelahkan mata.
Lebih jauh, buku cetak memberikan sensasi tersendiri: memegangnya dan menikmati bau yang khas yang sangat saya suka terutama pada buku-buku baru.
Akan tetapi, ketertarikan generasi muda masa kini untuk membeli buku cetak tampaknya sudah jauh menurun. Kalau pun mau menambah pengetahuan, banyak di antara mereka yang memanfaatkan sumber dari media internet.
Di situ banyak tersedia buku dan jurnal yang bisa di-download dengan sangat mudah tanpa mesti membelinya sebagaimana kita membeli buku cetak. Lebih praktis dan lebih murah.
Kekurangan pada Buku cetak
Lagi pula e-book tidak membutuhkan tempat secara fisik, seperti keharusan menyediakan rak buku atau meja tempat meletakkan buku.
Belum lagi buku-buku yang tersimpan cukup lama di dalam rak bisa terancam lusuh dan bisa diserang rayap dan jadi rusak.
Kekurangan yang ada pada buku cetak dan kehadiran internet sudah cukup membuat masa depan buku cetak semakin muram. Buku cetak semakin tidak laku, padahal ongkos cetaknya lumayan mahal.
Toko Buku Tutup
Akibat lanjutannya, toko-toko buku mulai berguguran, tutup. Paling tidak memilih toko yang lebih kecil agar untuk menekan biaya sewa.
Dan, mereka tidak lagi hanya mengandalkan buku bacaan sebagai barang dagangan, juga melengkapinya dengan alat-alat tulis kantor dan sekolah.
Karena keuntungan dari penjualan buku semakin mengecil, maka kemampuan membayar sewa pun mengecil juga.
Saya prihatin dengan meredupnya masa depan buku-buku cetak. Saya yang penyuka buku cetak mulai kehilangan tempat untuk berburu buku yang dijual di toko-toko buku. Akhirnya, untuk memenuhi kebutuhan, beberapa buku saya beli secara online.
Sejak lama, toko buku menjadi tempat favorit yang wajib saya kunjungi. Saat bepergian ke berbagai kota pun karena tugas, saya selalu menyempatkan waktu menyinggahi toko buku untuk mendapatkan 1-2 buku baru.
Sekarang dan tahun-tahun mendatang, tampaknya toko buku akan semakin suram nasibnya. Boleh jadi pengusaha tidak lagi tertarik untuk membuka toko buku. Kalau dipaksakan, alih-alih beruntung, malah buntung yang didapatkannya.
Mengantisipasi perubahan yang terus terjadi di masa datang, mari kita bersiap-siap beralih dari buku cetak ke buku digital (e-book). Walaupun pada awalnya kurang nyaman, toh pada akhirnya akan terbiasa juga.
Peran Pemerintah
Keterpurukan akan bisa dicegah apabila Pemerintah turun-tangan membenahi keadaan ini dengan berusaha mempertahankan keberadaan buku cetak berdampingan dengan kehadiran e-book. Juga, mengusahakan menghapus praktik pembajakan buku yang sangat merugikan para penerbit, penulis, dan toko buku.
Bagaimana masa depan buku cetak? Suramkah? Kita lihat saja nanti! Tetapi, jika masih boleh berharap, semoga buku cetak tetap terjaga eksistensinya.
( I Ketut Suweca, 2 Oktober 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H