Editing terfokus pada satu-dua kata itu saja. Padahal, pergantian kata-kata itu terkait erat kata-kata di depan atau di belakang yang seharusnya disesuaikan juga.
Apa hasilnya? Maksud saya mengedit, malahan hasilnya kian parah. Mengedit bagian tertentu, sementara bagian yang berkaitan lepas dari perhatian saya. Baru setelah tayang, saya menyadari bahwa saya teledor dalam penyuntingan.
Syukurnya fasilitas editing selalu tersedia di kompasiana sehingga jika saya ingin mengedit kembali, bisa saya lakukan kapan saja saya mau. Tidak melulu mengedit naskah, juga mengganti foto pendukungnya pun tetap memungkinkan. Tetapi, ada pengecualiannya, tentu saja. Ya, kecuali artikel tersebut diikutkan dalam kompetisi.
Contoh kasus, saat kompetisi menulis menjelang tahun baru 2021, saya nimbrung. Saya melakukan paling tidak dua kesalahan yang cukup fatal. Saya lupa mencantumkan label yang ditentukan Panitia.
Label sudah saya isi, tapi bukan label yang ditentukan Panitia. Tentu saja saya kecewa terhadap diri sendiri, sudah susah-susah membuat artikel secara maraton, ternyata saya salah dalam pelabelan dan tidak bisa diedit setelah tayang.
Kemungkinan Kesalahan
Tentu saja sangat penting untuk melakukan penyuntingan sebelum menayangkan artikel. Saya pun selalu berusaha agar naskah saya  benar-benar bersih dari kesalahan. Ternyata tetap saja ada satu-dua kesalahan yang bisa saya temukan setelah artikel tersebut tayang.
Pengalaman tersebut mengajarkan bahwa meskipun penyuntingan sudah saya lakukan dua-tiga kali, kemungkinan salah tetap saja ada. Ternyata membuat naskah menjadi bersih (clear) tanpa kesalahan, terbilang sulit.
Lalu, pertanyaannya, kapan sebaiknya berhenti menyunting dan memutuskan mengunggah artikel?
Jawabannya sederhana, yaitu saat kita sudah merasa yakin bahwa naskah itu sudah baik setelah melakukan penyuntingan berulang-ulang. Itu saja!
(Â I Ketut Suweca, 21 Maret 2021).