Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Nyepi, Saatnya Merenung dan Mengevaluasi Diri!

12 Maret 2021   17:55 Diperbarui: 3 Maret 2022   06:56 1718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Minggu, 14 Maret 2021, umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi. Hari itu menjadi hari libur nasional. Hari Nyepi inilah yang menjadi momentum yang sangat baik untuk merenung dan mengevaluasi diri di tengah suasana sepi dan hening.

Upacara Pengerupukan

Umat Hindu merayakan Nyepi setiap tahun sekali. Berbagai kegiatan yang berkaitan dengan hari tersebut dilaksanakan. Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada hari Sabtu, 13 Maret 2021, adalah hari pengerupukan.

I Gede Marayana, salah seorang tokoh wariga dan kalender di Bali, mengatakan bahwa pengerupukan pada tilem kesanga itu dilakukan dalam rangka pembersihan bhuwana agung sekaligus tutup tahun kalender Caka Bali.

Secara sederhana, masyarakat awam menyebut pengerupukan adalah hari untuk melakukan upacara sebagai sembah sujud bhakti kepada Tuhan, di samping  upacara untuk para buthakala, makhluk Tuhan yang tak kasat mata, dengan memberikan sesajen (pecaruan) tertentu.

Harapannya, dari upacara itu, makhluk-makhluk itu akan merasa senang dan tidak satu pun tergerak untuk mengganggu kedamaian manusia. Mereka diberikan sesajen dan diharapkan kembali pulang ke alamnya (somya).

Pada hari pengerupukan tilem kesanga kalender Bali ini biasanya dilengkapi pula dengan pawai ogoh-ogoh. Karena Covid-19, pawai ogoh-ogoh tahun ini terpaksa ditiadakan, seperti juga tahun 2020. Kesemarakan pawai ogoh-ogoh, bagi yang pernah menyaksikannya, tentu menjadi kenangan yang tidak terlupakan.

Pawai Ogoh-ogoh (Sumber:travel.kompas.com)
Pawai Ogoh-ogoh (Sumber:travel.kompas.com)

Empat Pantangan/Larangan

Dengan upacara pengerupukan  itu diharapkan pelaksanaan penyepian berjalan lancar tanpa hambatan. Bisa berlangsung hening, tenang, dan penuh kedamaian.  

Nyepi dilaksanakan sehari setelah acara pengerupukan, yang untuk tahun ini jatuh pada hari Minggu, 14 Maret 2021.

Lalu, apa saja yang dilakukan saat Nyepi? Umat Hindu di Bali mengikuti Hari Raya Nyepi dengan melakukan apa yang disebut dengan Catur Brata Penyepian.

Catur Brata Penyepian, meliputi empat larangan/pantangan, yaitu dilarang menikmati hiburan (amati lelanguan), dilarang menghidupkan api/listrik (amati geni), dilarang bepergian (lelungaan), dilarang bekerja (amati karya). Brata penyepian ini dilaksanakan sejak hari Minggu, 14 Maret 2021 pukul 06.00 hingga Senin, 15 Maret 2021, pukul 06.00 juga.

Keempat larangan itu tentu tidak sekadar larangan, melainkan ada filosofi yang mendasarinya. Pada intinya, semua itu dimaksudkan untuk mengekang hawa nafsu. Mengendalikan diri.

Tidak menikmati hiburan, tidak menyalakan api/listrik, tidak bepergian, dan tidak bekerja. Semua  itu memberikan kesempatan kepada umat untuk melakukan mulat sarira atau mawas diri.

Mawas diri terhadap apa? Apalagi kalau bukan terhadap perjalanan hidup selama setahun terakhir: perbuatan baik dan buruk yang pernah dilakukan! Nyepi menjadi kesempatan emas untuk merenung dan mengevaluasi perjalanan tersebut seraya meniatkan untuk memperbaikinya.

Apakah hal-hal positif yang sudah dilakukan? Adakah perbuatan tidak baik atau kurang baik yang pernah dilakukan dan dijalani selama ini? Itulah yang menjadi bahan renungan dan bahan evaluasi disertai niat untuk memperbaiki hal-hal yang kurang atau tidak baik serta mempertahankan serta menyempurnakan hal-hal yang sudah baik.

Intinya, bagaimana mengupayakan agar pikiran, perkataan, dan perilaku sebagai umat manusia menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Dari situ diharapkan tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi), antarsesama manusia, dan antara manusia  dengan alam lingkungan.

Keharmonisan ketiga hubungan itulah yang sesungguhnya menjadi penyebab terwujudnya kebahagian sejati yang dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana (tiga penyebab kebahagiaan).  

Wujud Toleransi Umat Beragama

Bali terdiri dari banyak umat dari berbagai agama. Saat Hari Nyepi inilah tampak jelas dan nyata  toleransi antarumat beragama di Bali, seperti juga pada hari-hari besar keagamaan lainnya. Toleransi atau tenggang rasa antarsesama kendati dengan latar belakang agama yang berbeda sudah sangat teruji di Bali.

Masyarakat Bali guyub dan hikmat merayakan hari-hari besar keagamaan. Semuanya saling bantu dan saling menjaga. Inilah wujud dari pengamalan Pancasila yang nyata dalam kehidupan di Bali.

Ketika salah satu umat melaksanakan hari besar keagamaan, masyarakat agama lainnya hadir membantu. Paling tidak ikut menjaga kondisi tetap kondusif. Hal ini sudah terpelihara secara turun-temurun di Bali.

Sehari setelah Nyepi disebut dengan Ngembak Geni, saat umat Hindu mengadakan kunjungan atau silaturahmi ke keluarga atau umat agama yang berbeda dalam rangka mempererat tali persaudaraan, menjalin kasih sayang antarsesama manusia, dan merawat keharmonisan hidup bersama.

Di Bali ada istilah nyame (saudara). Disebut juga dengan semeton (bahasa Bali halus) dalam makna yang sama. Bahwa semua manusia, apa pun agamanya pada hakekatnya adalah saudara.

Karena bersaudara, maka ia harus dilihat bukan sebagai orang asing, melainkan bagian dari keluarga besar masyarakat Bali.

Filosofi yang lebih dalam lagi, ada istilah Vasudheva Kutumbakam. Artinya, semua manusia adalah saudara. Inilah modal besar keharmonisan hidup antarumat beragama di Bali.

Akhirnya, saya ingin menyampaikan selamat merayakan Isra Miraj bagi saudara-saudaraku umat muslim yang merayakannya. Selamat merayakan Hari Nyepi untuk saudara-saudaraku umat Hindu yang melaksanakannya.

Semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai senantiasa.

( I Ketut Suweca, 12 Maret 2021).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun