Diary, sore ini aku belum dapatkan ide, mau menulis tentang apa. Kendati tidak punya gagasan yang pasti, aku coba saja mengetik apa pun yang terpikir kendati hanya sepintas. Lalu, aku membuka laptop, menghidupkannya, dan mulai menulis.
Apa yang kutulis? Entahlah, entah apa nantinya yang terlahir dari "pemaksaan kehendak" ini. Biarlah kucoba saja dulu. Â Toh, engkau akan selalu bersedia membaca tulisanku betapa pun jeleknya.
Diary, sebelum menulis ini, aku sempat singgah di lapak beberapa sahabat kita di kompasiana. Ada banyak topik yang ditulis oleh banyak kompasianer. Aku senang sekali membaca tulisan-tulisan mereka.
Salah satunya ada yang membahas mengenai pengaruh tanaman terhadap psikologi manusia. Judul tepatnya tulisan itu Berkebun dari Sudut Pandang Psikologi. Penulisnya Mbak Deisi Daningratri.
Dari tulisan beliau aku belajar betapa bergaul dengan tanaman bisa membuat kita merasa gembira dan merasakan kedamaian sekaligus meringankan beban pikiran yang menekan.
Membaca tulisan Mbak Deisi, rasanya aku ingin berlari menemui tanaman-tanamanku yang berderet-deret di teras dan halaman rumah.
Aku suka sekali dengan tanaman dan merasakan betapa tanaman itu berkontribusi besar terhadap kedamaian hati. Mbak Deisi benar, terbukti dari pengalaman yang kurasakan.
Jika aku sedang lelah dari kesibukan yang bejibun, maka setelah menyelesaikan semua tugas itu, aku akan mendekati kebun kecilku itu. Membersihkan, merapikan, memindahkan tempatnya, dan memberinya tanah dan pupuk agar lebih subur dan berdaun hijau dan rimbun.
Aku merasa senang ketika bersama tanaman-tanaman itu. Sebaliknya, mereka pun rupanya juga senang dan bahagia mendapatkan perhatianku dari waktu ke waktu.
Apa tanda-tandanya? Ia tumbuh-kembang dengan baik. Daunnya tampak hijau, juga segar, sehat, dan berkilau diterpa sinar matahari.
Salah satu bukti adalah tanaman kemuning yang sudah lama kutanam. Dulu hidupnya merana karena kurang perhatian. Belakangan ia tumbuh sehat setelah kuberi pupuk, kupotong bagian-bagian ranting kecil, dan daunnya yang sudah tua.
Kupindahkan ke halaman rumah sehingga memungkinkannya mendapatkan sinar matahari langsung dan memperoleh guyuran hujan. Kini ia tumbuh sehat dengan dedaunan cerah mengkilat.
Mbak Deisi telah memperkuat keyakinanku betapa tanaman bisa memengaruhi psikologi manusia sebagaimana manusia bisa mempengaruhi "psikologi" tanaman.
Diary, usai membaca perihal pengetahuan psikologi itu karya Mbak Deisi, aku lanjut membaca artikel Mas Indra Rahadian tentang menulis dongeng di kompasiana.
Setelah kutengok artikel-artikel di lapaknya, ternyata ada cukup banyak cerita dongeng yang bagus-bagus di situ. Kusenang sekali membacanya. Ya, Mas Indra rajin menulis dongeng. Mantap sekali!
Cerita dongeng itu membawa pesan moral. Cerita dongeng semacam ini akan sangat berguna untuk anak-anak. Cerita dongeng bisa menjadi penyeimbang di tengah deraan berbagai informasi dan bacaan yang beragam kontennya.
Sayangnya konten itu tidak selalu baik bagi pertumbuhan psikologis anak-anak, ada saja konten yang merusak mental. Nah, kalau di tengah-tengah terpaan berbagai informasi itu ditimpali dongeng yang bernilai, betapa bagusnya!
Apa yang disampaikan oleh Mas Indra benar adanya, bahwa cerita dongeng banyak manfaatnya  terutama bagi upaya menanamkan nilai-nilai keluhuran budi pekerti pada anak-anak.
Karena banyak manfaatnya itulah, maka Mas Indra berniat untuk terus menulis dongeng. Rupanya, Mas Indra hendak menabur kebaikan untuk anak-anak, melalui orangtua mereka, dengan cerita dongeng yang disusunnya.
Aku merasa salut sekali dengan Mas Indra Rahadian. Semoga usahanya berhasil dan bermanfaat bagi generasi berikutnya.
Sampai di sini, aku teringat dengan maestro cerita dongeng atau cerita rakyat yang terkenal dari Bali. Nama beliau Bapak Made Taro.
Beliau sudah banyak sekali menulis cerita dongeng untuk anak-anak, bahkan banyak di antaranya menghiasi media cetak. Hingga usianya yang tidak muda lagi, beliau masih tetap berkarya.
Aku melihat betapa besarnya motivasi dan konsistensi Pak Made Taro dalam berkarya. Aku tidak tahu persis, sejak kapan beliau menulis cerita-cerita rakyat, khususnya cerita rakyat dari Bali. Aku juga tidak tahu, apakah masih ada generasi penerus yang meneruskan langkahnya?
Aku tidak mengenal Pak Made Taro secara langsung, melainkan hanya melalui karya-karya di media cetak seperti koran. Semoga suatu saat Tuhan mempertemukanku dengan beliau untuk berbincang-bincang panjang tentang karya-karyanya. Kuingin belajar dari beliau.
Sebuah informasi menyebutkan bahwa Pak Made Taro adalah seorang penulis produktif yang banyak tertuju pada dunia anak.Â
Di samping menulis, Pak Made Taro juga mendirikan Sanggar Kukuruyuk untuk mengajak anak-anak mengenal dan mencintai permainan tradisional daerah Bali. Berkat kiprahnya yang konsisten di bidang yang satu ini, Pak Made Taro dianugerahi Lifetime Achievement Award dari UWRF 2019.
Diary, itulah hasil tulisan ngalor-ngidul-ku kali ini yang awalnya aku tidak punya ide mau menulis tentang apa. Mohon maaf ya, aku sudah menyita waktumu untuk membaca ini. Terima kasih Diary-ku. See you.
(Â I Ketut Suweca, 21 Februari 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H