Aku juga menulis mengenai pencapaianku hari demi hari, di samping kegagalanku. Pencapaian? Ya, benar. Pencapaian yang kumaksudkan adalah apa pun yang sudah berhasil kulakukan hari itu sesuai dengan rencanaku.
Sekecil apa pun pencapaian itu tetap kucatat. Misalnya, aku bisa bangun tepat pukul 5 pagi yang sebelumnya aku biasanya bangun pukul 6, ya, kucatat. Aku berhasil menyelesaikan membaca sebuah buku, pasti kucatat.
Lebih jauh lagi, artikelku berhasil dimuat di koran, kucatat. Selanjutnya, aku menerima weselpos dari koran tersebut kucatat juga. Itu semua adalah pencapaian bagiku.
Bagaimana dengan kegagalan?
Ya, kegagalan itu pasti kucatat juga. Kusadari benar, diary, tidak semua yang kuperjuangkan itu berhasil. Ketika aku gagal mungkin pada awalnya aku kecewa dan marah pada diriku sendiri, meski tak berlangsung lama.
Segera kusadari bahwa aku mungkin kurang total dalam mengerjakan sesuatu, mungkin aku suka bermalas-malasan atau mungkin bukan itu yang menjadi bidangku. Kuanggap kegagalan itu hanya bagian dari dinamika sekaligus romantika kehidupan yang mesti kuikhlaskan terjadi.
Lalu, apalagi yang kutulis pada diary itu?
Aku juga menulis harapan-harapanku atau rencana-rencana yang ingin kuwujudkan kelak. Kalau bicara soal harapan atau rencana, banyak rencana yang kupunya. Mau begini, mau begitu, pokoknya banyak!
Padahal, kutahu bahwa aku memiliki keterbatasan sumberdaya dalam mengeksekusinya. Akhirnya, kuterapkan saja prinsip sederhana ini: aku berusaha merealisasikan rencanaku sebaik yang kubisa. Kalau kemudian ternyata gagal, tidak membuatku terpuruk.
Akan tetapi, diary, sebenarnya cukup banyak yang kuangankan sudah menjadi kenyataan. Seperti apa rinciannya, sudah kutulis contohnya di atas. Yang pasti, aku merasa senang atas pencapaian itu, ini memacu semangatku bekerja lebih baik, lebih bersungguh-sungguh lagi untuk menggapai keberhasilan berikutnya.
Kusadari juga, diary, bahwa apa yang bisa kucapai hingga saat ini bukan murni atas usahaku sendiri. Ada tangan Tuhan yang membimbingku, ada keluarga, dan para sahabat yang mendukungku. Tanpa Tuhan, keluarga, dan tanpa sahabat, apalah artinya aku ini.