Sejak membeli dua buku kumpulan Cerpen Pilihan Kompas, saya mulai rutin membacanya. Mengangsur, membaca sedikit demi sedikit.Â
Paling tidak saya sediakan waktu tak lebih dari 30 menit untuk membaca buku terbitan Kompas ini. Waktu sesingkat itu cukup untuk membaca minimal dua judul cerpen di dalamnya.
Membaca Pelan-pelan
Kini saya baru saja sampai pada cerpen yang kelima belas. Sebenarnya ingin cepat-cepat membaca agar tidak dibuat penasaran oleh sederetan cerpen bagus itu.
Tetapi, rekan kita, Pak Y. Edward Horas S, menyarankan agar saya membaca pelan-pelan saja.
"Jangan cepat-cepat Pak bila membaca. Nikmati setiap rangkaian kata indah dari para penulisnya. Saya heran, betapa apiknya mereka bisa menuliskan itu semua.
Saya sampai ketagihan ..."
Begitulah Pak Edward menyarankan. Akhirnya, setiap kali membaca, saya hanya menikmati dua cerpen saja dalam buku tersebut. Membacanya pelan-pelan, menikmati setiap kata dan kalimat sang pengarang.
Sampai dengan cerpen yang kelima belas, ternyata ada banyak bagian yang menarik dan bermanfaat yang ada di dalamnya.
Sama dengan Pak Edward, saya pun berpikir, betapa piawainya sang pengarang merangkai kata sampai menjadi cerpen yang istimewa dan masuk sebagai cerpen pilihan Kompas.
Dalam tulisan ini, saya ingin angkat cerpen yang ketiga belas. Sebuah cerpen yang sangat menginspirasi karya Sungging Raga. Judulnya, Si Pengarang Muda.
Siapa Sungging Raga?
Sebelum masuk ke isi cerpennya, saya ingin mengabarkan bahwa Sungging Raga adalah pengarang pria yang lahir pada tahun 1987 di Situbondo, Jawa Timur.
Dia pernah kuliah di Jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sungging pernah menerima Penghargaan Sastra dari Badan Bahasa tahun 2017 untuk buku cerpennya yang berjudul "Sarelgaz."
Cerpen Inspiratif
Usai menjelaskan tentang penulisnya, mari kita lanjutkan perbincangan tentang karya cerpen Sunggih Raga yang unik dan inspiratif itu.
Dikisahkan ada seorang pengarang muda yang ingin sekali menjadi penulis hebat, dikenal sampai ke mana-mana.
Niatnya itu selalu kandas, karena tak satu pun cerpennya tembus ke koran yang dikiriminya. Semuanya menolak. Karangannya dicampakkan di tempat sampah, begitu selalu terjadi.
Sampailah kemudian ia memutuskan mendatangi seorang dukun yang terkenal hebat. Kepada sang dukun, dia meminta agar memanggilkan roh penulis terkenal dan memasukkan roh itu  ke tubuhnya. Dengan cara itu ia bisa segera menjadi penulis terkenal.
Apa yang terjadi? Berkat bantuan sang dukun, si pengarang muda ini berhasil dimasuki oleh roh Knut Hamsu, peraih Nobel asal Norwegia. Tentu saja ini sesuai dengan pesanannya.
Sejak kemasukan roh penulis terkenal itu, tiba-tiba ia mampu menulis berhalaman-halaman di layar komputernya. Semua karyanya dimuat di berbagai media besar.
Hal ini sungguh mengejutkan redaksi. Banyak sekali karyanya dimuat di surat kabar dan majalah. Ia mulai banyak dikenal, sebagai penulis berbakat besar.
Namun, fisiknya mulai menderita. Mengapa? Karena roh Knut Hamsun yang memasuki raganya, menuntutnya untuk mengarang berjam-jam, berhari-hari, sampai lupa makan dan lupa mandi!
Persis seperti riwayat hidup sang roh semasa hidupnya, dulu. Rupanya Knut Hamsun semasa hidupnya tidak peduli dengan kebersihan dan kesehatan badannya.
Yasunari Kawabata
Tidak puas dengan hal itu, si pengarang muda, kembali ke dukun. Kali ini ia minta agar dia dimasuki roh penulis asal Jepang, Yasunari Kawabata.
Nah, setelah roh penulis Jepang itu berhasil masuk ke tubuhnya, ia pun menulis dengan gaya yang sangat berbeda dengan sebelumnya.
Tulisannya menjadi lembut. Deskripsinya sangat halus. Mengetahui hal ini, lagi-lagi redaksi koran dan majalah, termasuk para kritikus, terheran-heran sekaligus takjub luar biasa!
Membuat Penasaran?
Ahh, cukup dulu ya sahabat, potongan ringkasan kecil cerpen Sungging Rasa. Saya sarankan pembaca mendapatkan buku tersebut sehingga rasa penasaran bisa terobati.Â
Seperti apa kelanjutan hidup si pengarang muda tadi, silakan dibaca sendiri, he he he.Â
Yang pasti, nasib si pengarang muda berakhir dengan bunuh diri!
Paling tidak ada dua pelajaran yang bisa kita petik dari buku kumpulan cerpen ini umumnya dan khususnya dari cerpen Si Pengarang Muda kaya Sungging Rasa.Â
Pertama, cerpen -- namanya juga cerpen adalah hasil imajinasi pengarangnya, tak sesungguhnya ada atau terjadi (kendati ada pula cerpen yang diangkat dari kenyataan yang diramu dengan imajinasi).
Kedua, untuk menjadi penulis hebat, rupanya tak ada jalan pintas dan mudah. Hanya ada satu jalan, yaitu belajar dan berlatih terus dan menulis tiada henti untuk mematangkan diri sehingga mendapatkan personal branding sebagai penulis sejati.
( I Ketut Suweca, 26 Desember 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H