Baiklah, saya petikkan untuk kita di sini, salah satu cerpen yang menarik, yaitu cerpen karya Djenar Mahesa Ayu yang berjudul Saat Ayah Meninggal Dunia.
Pesona dalam Kalimat
Begini kalimat alinea pertamanya.Â
"Saya bertemu dengannya beberapa saat setelah ayah meninggal dunia. Saat pagi hari lebih menyerupai malam hari. Saat gurat senja lebih menyerupai lukisan nestapa. Saat kelopak bunga lebih menyerupai kelopak mata luka. Saat rintik hujan lebih menyerupai jarum kepedihan."
"Kehidupan mendadak lebih menyerupai kematian. Seperti ada yang merenggut paksa lalu menghempaskan saya ke lubang yang lebih kelam daripada kelir malam. Dan induk dari segala sunyi, menyambangi."
Saya menyukai rangkaian kata-kata indah itu. Tentu untuk menyusunnya diperlukan daya cipta dan imajinasi yang tinggi, di samping penguasaan kosakata (diksi) yang luas.
Belum puas? Berikut saya petikkan lagi sebuah kalimat singkat yang nyelekit dari Rizki Turama dalam cerpen yang bertajuk Durian Ayah.
Berangkat dai keyakinan masyarakat lokal, Turama menulis, "... ayah kulihat sedang menyayat-nyayat batang pohon durian itu."
"Ada yang mengajariku, pohon buah harus sedikit disakiti agar dia merasa terancam dan kemudian berbuah,' jelas ayah tanpa kuminta."
Yang berikut ini beda lagi, masih dari penulis yang sama di dalam cerpen yang sama.Â
Tulis Turama, "Tapi, kadang nasib tak ubahnya hati perawan yang sedang gundah, mudah berbalik arah."