Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Atasi Kecenderungan Menjadi "Tsundoku" dengan Menulis Resensi Buku

12 Desember 2020   07:55 Diperbarui: 12 Desember 2020   18:31 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terpapar Tsundoku

Orang berperilaku seperti dijelaskan di atas sejatinya sedang terpapar virus "tsundoku", sebuah istilah Jepang yang merujuk pada kebiasaan untuk mengkoleksi buku hanya untuk dilihat dan dipajang, bukan untuk dibaca.

Saya juga merasa mulai demikian belakangan ini. Sebulan sekali saya nyaris selalu membeli buku, setidaknya 2 judul buku bacaan.

Akan tetapi, tidak seperti sebelumnya, segera setelah membeli saya akan membacanya satu demi satu hingga selesai.

Kini saya mempunyai kebiasaan menunda membacanya. Buku yang saya beli dua atau tiga bulan yang lalu, belum juga saya baca.

Dan, dari sejumlah buku yang saya beli, belum semuanya saya baca. Masih ada yang menunggu giliran, entah kapan saya akan menyentuhnya. Ah, jangan-jangan saya tidak membacanya dengan alasan tak ada cukup waktu.

Misalnya, buku Getting to Yes karya Roger Fisher dan William Ury. Sesungguhnya ini salah satu buku best seller, tetapi belum saya buka-buka sama sekali.

Demikian juga dengan buku Cara Tepat Berdebat secara Cerdas, Meyakinkan, dan Positif. Buku karya Jonathan Herring ini sama sekali belum saya baca. Menyedihkan, bukan?

Sejatinya, kedua buku tersebut sedikit ada kaitan dengan mata kuliah yang saya ampu di kampus tempat saya mengajar.

Oh ya, antara lain saya mengajar ilmu Lobi dan Negosiasi. Nah, dengan membaca buku ini, berharap referensi saya bertambah.

Lantas apa yang terjadi? Saya masih fokus ke buku-buku wajib. Sementara buku referensi tambahan seperti buku itu belum tersentuh apalagi menjadikannya sebagai salah satu sumber belajar untuk diteruskan kepada adik-adik mahasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun