Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Unik, Upacara Wanaralaba, Saat Ribuan Kera Mendapat Makanan Berlimpah

20 Oktober 2020   11:53 Diperbarui: 20 Oktober 2020   15:40 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Wanaralaba (Sumber gambar: baliexpress jawapos.com).

Pura Agung Pulaki merupakan salah satu tempat suci umat Hindu di Bali. Pura ini terletak di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Pura ini terletak di dekat pantai, hanya dibatasi oleh jalan Singaraja-Gilimanuk.

Ribuan kera

Nah, jika pembaca melintas di situ, akan tampak sebuah pura yang cukup megah sisi selatan jalan raya. Tak jauh dari  Pura Agung Pulaki ada juga beberapa pura lainnya, yakni Pura Melanting, Pura Pemuteran, Pura Syahbandar, Pura Blatungan, dan Pura Puncak Manik.

Di Pura Agung Pulaki dan sekitarnya itulah hidup ribuan kera. Menurut perkiraan, terdapat sekitar dua ribu ekor kera yang hidup di seputaran pura. Mereka mencari makan di hutan di sekitar pura. Ada areal hutan yang cukup luas  di wilayah perbukitan tempat mereka mendapatkan makanan.

Namun, hutan itu akan meranggas dan bahkan mengering jika musim kemarau tiba. Akibatnya,  kera-kera itu mengalami kekurangan makan. Itulah sebabnya, banyak yang  memilih di sekitar pura.

Usai sembahyang terkadang  terlihat pemedek membagikan sebagian buah-buahan yang ada di sarana upacaranya (banten, bahasa Bali)  untuk kera-kera itu.

Upacara Wanaralaba

Kera-kera itu sedang asyik menikmati buah (Sumber gambar: radarbali.jawapos.com).
Kera-kera itu sedang asyik menikmati buah (Sumber gambar: radarbali.jawapos.com).
Pada saat upacara di Pura Pulaki yang dikenal dengan istilah pujawali, di samping dilakukan persembahyangan yang biasanya dihadiri oleh umat Hindu seluruh Bali dan dari luar Bali, dilaksanakan  juga prosesi pemberian makanan kepada para wanara (kera) setempat.

Namanya upacara wanaralaba. Diawali dengan persembahyangan bersama di dalam Pura Agung Pulaki, baru kemudian diteruskan dengan pelaksanaan wanaralaba di sejumlah titik di sekitar Pura.

Kata wanaralaba diartikan sebagai pemberian suguhan berupa buah-buahan kepada kera-kera di tempat itu bersamaan dengan berlangsungannya upacara atau pujawali.

Kelian Ageng (Ketua) Pengurus Pengempon Pura Agung Pulaki, Jro I Nyoman Bagiarta kepada wartawan menjelaskan, upacara wanara laba dilakukan pada puncak acara pujawali di Pura Agung Pulaki, tepatmya pada Purnama Kapat menurut perhitungan kalender Bali. Upacara terkini dilaksanakan pada 1 Oktober 2020.

Dikatakan, wanaralaba adalah sebuah tradisi yang sudah berjalan secara turun-temurun sebagai wujud syukur dan terima kasih umat kepada Tuhan. Apa pun yang merupakan hasil bumi seperti jagung, pisang, dan buah-buahan lainnya kita wajib mempersembahkannya.

Buah-buahan untuk wanaralaba ini dipersembahkan oleh berbagai komponen masyarakat di samping dari perangkat pemerintah daerah setempat.

Pemberian Makan 3 Kali Sehari

Di luar wanaralaba, sebagaimana dijelaskan Jro I Nyoman Bagiarta, pemberian makanan kepada kera-kera itu secara rutin dilakukan 3 kali sehari.

Dari mana datangnya uang untuk membelikan buah-buahan itu? Tiada lain dari mereka yang datang sembahyang.

"Dana untuk pembelian pakan kera itu bersumber dari sumbangan masyarakat umum yang dipersembahkan secara langsung saat mereka melaksanakan persembahyangan," ujar Jro I Nyoman Bagiarta.

Nah, sumbangan yang dikumpulkan itulah yang dipakai untuk membelikan buah-buahan untuk kera-kera tersebut.  Buah yang dibelikan antara lain berupa jeruk, pisang, ketela, jagung, bahkan bunga gumitir kesukaan kera.

Tri Hita Karana

Wabaralaba ini adalah perwujudan nyata konsep Tri Hita Karana, terutama yang berkaitan dengan upaya menjaga  keharmonisan hubungan manusia dengan alam, termasuk dengan binatang atau hewan yang ada di dalamnya.

Dengan local wisdom Tri Hita Karana, masyarakat Bali meyakini bahwa  keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan alam (termasuk binatang dan lainnya), merupakan modal dasar untuk menciptakan kebahagiaan bersama yang hakiki.

( I Ketut Suweca, 20 Oktober 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun