Setiap kali muncul kata "bodo amat" saya langsung teringat dengan buku Mark Manson yang berjudul Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat. Buku terjemahan yang sangat menarik dan bergizi tersebut sudah pernah saya bahas pada artikel sebelumnya.
Inspirasi dari Pak Idris
Lalu, saat mengikuti acara A to Z Kompasiana yang menghadirkan tiga penulis senior kompasiana, yakni Bapak Tjiptadinata Effendi, Bapak Katedrarajawen, dan Bapak Rustian Al Ansori, saya dapat kata "bodo amat" itu lagi.
Akan tetapi, bukan berasal dari ucapan dari beliau bertiga atau dari moderator yang piawai, Bapak Nurruloh (COO Kompasiana), melainkan chat-an dari seorang peserta saat acara tersebut berlangsung.
Kata-kata itu sumbernya dari Bapak Idris Apandi, M.Pd. Pada chat-annya dalam acara tersebut, beliau menulis kalimat ini: Menulis dengan Gaya 'Bodo Amat'. Saya tak tahu, entah bagaimana ceritanya, beliau tiba-tiba menulis kalimat itu.
Kalimat pendek tersebut ternyata begitu menarik perhatian dan menggugah hati saya untuk menuangkannya ke dalam artikel yang sederhana ini. Wah, ini bisa menjadi judul artikel saya berikutnya. Begitu pikir saya saat itu.
Maka, muncul-lah judul artikel ini yang aslinya berasal dari Pak Idris, bukan dari saya, he he he. Tetapi, saya ubah dan tambahkan sedikit agar lebih manis kendati yang aslinya juga tak kurang manisnya.
Kekuatan Fokus
Inti pesan Mark Manson dalam bukunya yang sudah saya sebut di atas adalah, dalam bekerja kita mesti fokus pada sesuatu yang menjadi prioritas, pada hal-hal yang utama dan penting.Â
Terkait dunia tulis-menulis, yang saya maksud adalah fokus pada kegiatan menulis karena ini menjadi prioritas sekaligus bodo amat terhadap godaan untuk berhenti, dan bodo amat terhadap target di luar jangkauan.