Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Jangan Lupakan Editing karena Itu Penting

8 Agustus 2020   18:37 Diperbarui: 10 Agustus 2020   23:02 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edit artikel (Sumber: Pixabay/rawpixe)

Baru saja saya usai ngobrol santai dengan seorang pemuda yang mengaku sangat berminat dalam bidang tulis-menulis. Sebut saja namanya Khandra. Tidak kurang satu jam lamanya kami berdua berbincang-bincang tentang dunia tulis-menulis. Ia mengeluh betapa sulit baginya membuat sebuah artikel opini sampai selesai.

Menulis dan Mengedit Sekaligus
"Pak Ketut, sebenarnya saya suka sekali menulis," ujarnya memulai perbincangan.

"Setiap alinea yang saya tulis selalu saja ada kesalahannya sehingga saya merasa harus segera mengeditnya. Dengan cara itu, saya merasa lebih mantap untuk melanjutkan ke alinea berikutnya. Begitulah yang selalu saya lakukan selama ini," jelasnya.

"Akan tetapi, karena ketidakpuasan saya pada penulisan alinea tersebut, ditambah pula dengan kesulitan dalam pengeditannya, semangat saya langsung melorot. Saya sering menghapus draft yang baru saya awali itu, bahkan membatalkan niat menulis artikel," jelasnya.

Memisahkan Pekerjaan Editing
Begitulah pengaduan rekan muda saya, Kandra. Rupanya dia membiasakan diri menggabungkan kegiatan menulis dengan proses penyuntingan. 

Akhirnya saya katakan kepadanya, jika hendak menulis, maka menulis sajalah. Jangan melakukan proses penyuntingan dulu. Kalau menulis sekaligus juga melakukan pengeditan, maka tulisan itu bisa lambat selesainya, bisa pula batal diteruskan karena si penulis mengalami "patah arang" di tengah jalan.

Sejalan dengan apa yang saya sampaikan kepada sahabat tadi, proses menulis memang memerlukan tahapan yang seyogianya diikuti. Dimulai dari membuat outline atau kerangka karangan, berlanjut ke proses penulisan, dan berakhir pada kegiatan penyuntingan hingga terwujud sebuah artikel yang utuh.

Bisa Mandek di Tengah Jalan
Bagi penulis artikel yang berpengalaman, kerangka karangan tidak selalu ditulis di atas kertas. Cukup "menulis"-nya di dalam pikiran. Artinya, pokok-pokok yang hendak dipaparkan sudah tergambar di dalam ruang pikir sang penulis. Ia tinggal melanjutkan ke proses pengetikan.

Nah, dalam proses menuangkan gagasan ke dalam karya tulis itu hendaklah dilakukan sedemikian rupa, setahap demi setahap, dari alinea pertama hingga alinea terakhir dengan berpedoman pada pokok-pokok pikiran tadi.

Teruskan saja menulis, kendati pun saat menulis kita menyadari ada kesalahan ketik, belum sempurna dalam pemilihan kata, ada alinea yang perlu diperbaiki, dan sebagainya. Teruskan saja menulis sampai tuntas. Fokus menulis saja!

Hindari melakukan penyuntingan saat sedang proses menulis. Mengapa? Seperti saya sampaikan di atas, proses editing itu bisa mengganggu kelancaran berpikir kita saat menulis. 

Gagasan yang keluar jalannya tersendat-sendat lantaran memaksa diri melakukan editing. Mirip dengan sepeda motor lawas yang lajunya tersendat-sendat karena karburatornya bermasalah.

Tiga Aspek Penting
Penyuntingan tersebut pada umumnya dilakukan pada 3 aspek utama. Pertama, aspek logika dan sistematika artikel. Ajukan pertanyaan, apakan tulisan tersebut sudah logis? Apakah artikel kita sudah tersusun secara runtut dari awal hingga akhir? Tidakkah ada lompatan-lompatan gagasan sehingga mengganggu koherensi atau kepaduan antarkalimat pembentuk alinea?

Kedua, aspek konten. Apakah gagasan yang ingin kita tulis sudah tertuang sesuai dengan rencana? Apakah topik yang digagas telah ditulis secara lengkap ke dalam naskah? Apakah perlu ditambahkan dengan ungkapan ahli atau tokoh tertentu untuk memberi penguatan pada naskah kita?

Dalam hubungan ini, kita senantiasa harus memerhatikan faktor kecukupan. Artinya, mempertimbangkan berapa halaman atau berapa kata yang kita kehendaki agar sebuah artikel tak terlalu panjang yang bisa membuat pembaca bosan, atau sebaliknya, terlalu pendek sehingga mungkin kurang memberikan kedalaman.

Ketiga, aspek kebahasaan. Apakah ada kesalahan ketik? Apakah kata-kalimat artikel tersebut telah benar-benar mewakili pikiran kita? Sudahkah kita menggunakan kata-kata baku? Apakah kalimat yang kita bentuk mudah dimengerti oleh pembaca?

Perlukah melengkapi artikel kita dengan kata-kata yang memiliki kekuatan (power) dengan pendekatan diksi yang lebih tajam? Menggunakan kata-kata aktif lebih banyak daripada kata-kata pasif? Atau, sesekali disisipi dengan gaya bahasa repetisi, retoris, analogi, dan lainnya untuk membuat artikel kita lebih menarik sekaligus mempermudah pemahaman pembaca?

Diperlukan proses penyuntingan yang intensif sebelum sebuah artikel ditayangkan atau dikirim ke meja redaksi sebuah media. Proses ini juga memakan waktu, sama halnya ketika kita menuangkan gagasan yang dilakukan sebelumnya. Dibutuhkan kecermatan berbahasa dan ketajaman logika ketika menyunting sebuah artikel.

Lepaskan Pikiran dari Naskah
Terkait ini, ada kebiasaan yang baik dari penulis-penulis senior yang mungkin bisa kita pertimbangkan. Apakah itu? Dikatakan, jangan pernah terburu-buru mengirim atau mengunggah naskah yang baru saja kita kerjakan!

Tahan dulu! Pergilah untuk beberapa saat dari depan laptop atau mesin ketik. Alihkan pikiran dengan melakukan aktivitas lain. Lepaskan pikiran tentang materi tulisan itu untuk beberapa saat. Lamanya bisa sehari, bisa juga beberapa jam saja. Nah, setelah melepaskan pikiran dari naskah tersebut untuk beberapa lama, barulah dilakukan penyuntingan untuk yang terakhir kalinya.

Dengan membiasakan jeda seperti itu, kita akan mampu melihat artikel tersebut dari sudut pandang yang berbeda. Kita bisa temukan kesalahan atau kekuranglengkapan tulisan dimaksud yang tadinya mungkin kita pandang sudah baik. Boleh jadi kita melihat ending-nya kurang pas, lead-nya kurang menarik, atau bahkan judulnya kurang afdal.

Lakukanlah editing terakhir sampai kita benar-benar yakin artikel itu sudah layak muat. Kerjakan proses penyuntingan terakhir ini secara telaten dan tepat sasaran. Laksana seorang tentara di medan perang, editing final adalah peluru terakhir yang ditembakkan ke arah musuh.

Semoga dengan demikian artikel yang kita hasilkan benar-benar bisa mewakili perasaan, pengalaman, dan opini kita secara jernih sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Tentu, dengan "gizi" yang memadai.

(I Ketut Suweca, 7 Agustus 2020). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun