Kegiatan ini terwujud berawal dari komunikasi saya dengan seorang sahabat, Mbak Siti Nurseha, penyiar di RRI Singaraja, Bali. Saya menyampaikan bahwa buku saya yang terbaru telah terbit dan meminta kepadanya sekiranya bisa diacarakan di RRI.
Ia pun berjanji segera memberi jawaban setelah berkoordinasi secara internal. Tak lama setelah itu, saya sudah mendapatkan jawaban. Saya diijadwalkan untuk mengisi dialog membahas dunia literasi pada hari Selasa, 28 Juli 2020.
Mengisi Acara Sharing Time Pro 2
Saya merasa senang diberikan kesempatan untuk menyampaikan pengalaman menulis artikel dan buku di LPP RRI Singaraja. Waktu yang disediakan 1 jam, mulai pukul 20.00 sampai dengan pukul 21.00.
Dua hari sebelum acara, saya sudah dihubungi untuk menyampaikan rencana tersebut oleh pejabat yang menangani program siaran dimaksud. Bahkan, dibuatkan media promosi berbentuk flayer yang ditayangkan di media sosial. Ini bukti nyata bahwa layanan RRI Singaraja sangat memuaskan.
Akhirnya, saya pun hadir di studio setempat untuk memulai program siaran yang bertajuk Sharing Time Pro 2 RRI dengan penyiar Mbak Heny Batalia Teriana. Mbak Heny yang murah senyum itu ternyata sangat piawai membawakan acara ini: luwes, gembira, menukik ke isi, pintar menggali pertanyaan yang relevan sehingga dialog menjadi lancar, santai, dan bermutu.
Pada saat itu saya memaparkan ikhwal pengalaman menulis, baik menulis artikel maupun menulis buku, termasuk kegemaran membaca buku sejak muda. Mbak Heny bertanya mengawali wawancara: "Apa yang mendorong Bapak menulis artikel dan menulis buku?"
Saya katakan bahwa ada satu hal utama yang membawa saya ke dunia tulis-menulis, yakni passion. Kegiatan menulis saya rasakan sebagai passion atau panggilan terbesar saya.
Kegiatan apapun jika dilandasi passion, maka kegiatan itu akan terasa mengasyikkan, menyenangkan, dan membahagiakan. Walaupun dalam perjalanan menemukan kendala atau tantangan, kita akan mampu mengatasinya dengan upaya-upaya kreatif dan tetap semangat menjalaninya.
Banyak hal mengenai pengalaman menulis dan isi buku yang pernah saya tulis ditanyakan oleh Mbak Heny. Salah satu buku saya yang dibahas pada kesempatan itu adalah yang buku terbitan bulan Juni 2020 berjudul Menyelaraskan Gaya Hidup dan Membangun Karier. Ia, misalnya, menanyakan bagaimana buku itu terwujud dan apa isinya, saya jawab dengan lugas.
Ide yang Mandek di Tengah Jalan
Tibalah kemudian pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan para pendengar, baik yang disampaikan melalui telepon maupun melalui what app. Sekadar menyebut tiga dari sejumlah pertanyaan itu, yaitu berapa lama membuat sebuah buku? Lalu, bagaimana jika ide mandek atau macet di tengah jalan? Selanjutnya, di tengah dunia perbukuan yang suram karena kurangnya minat baca, mengapa saya konsisten menulis?
Pertanyaan-pertanyaan itu sungguh menarik. Soal lama waktu yang dibutuhkan untuk menulis sebuah buku, misalnya, saya jawab tergantung pada ketebalan buku yang disusun dan ketersediaan waktu kita untuk menggarapnya.
Sebagai ilustrasi, sebuah buku yang berketebalan sedang, katakanlah 180-200 halaman, dapat saya selesaikan dalam waktu 6 bulan di sela-sela kesibukan mengerjakan tugas utama.
Terhadap pertanyaan bagaimana mengatasi gagasan yang tiba-tiba mandek, saya jawab, agar penulis mengambil waktu jeda. Saya katakan, jangan memaksakan diri menulis jika tengah mandek di tengah-tengah kegiatan menulis. Ambil waktu istirahat sejenak. Misalnya dengan berolahraga, berkebun, tidur, dan sebagainya. Yang penting saat jeda itu pikiran dibiarkan fresh.
Biarlah pikiran rileks, se-rileks mungkin untuk beberapa saat. Nah, setelah merasa segar lagi, baru lanjutkan menulis. Begitu penjelasan saya atas pertanyaan tersebut.
Akan tetapi, jika kemandekan menulis itu disebabkan ketiadaan atau kekurangan ide, maka harus diatasi dengan kebiasaan membaca. Maksudnya, penulis harus 'rakus' membaca buku, majalah, koran, dan sumber lainnya, termasuk 'membaca' lingkungan sekitar. Dengan cara itu, maka inspirasi penulisan akan datang dengan sendirinya.
Kita membaca untuk bisa produktif menulis. Sebaliknya, kita menulis untuk mendorong diri sendiri aktif membaca. Jadi, membaca dan menulis merupakan dua kegiatan yang saling menguatkan dan melengkapi.
Dunia Perbukuan yang Suram
Satu lagi pertanyaan dari pendengar yang cukup menarik adalah berkaitan dengan suramnya dunia perbukuan di Indonesia yang disebabkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.
Melalui what app yang disampaikan kepada penyiar, seorang pendengar bertanya, begini: "Di tengah-tengah suramnya dunia perbukuan di Indonesia karena rendahnya minat baca, mengapa Bapak justru bergerak di ranah itu?"
Terhadap pertanyaan tersebut saya jawab dengan berangkat dari ideliasme. Apa pun keadaannya, tetaplah menulis. Kendati banyak hambatan dan tantangan dunia perbukuan di negeri ini, tetap sajalah menulis.
Menulis adalah pilihan dalam kehidupan. Dengan menulis dan mempublikasikannya berarti kita sudah turut berbagi pengalaman dan pengetahuan, entah bertentuk artikel atau berwujud buku.
Saya katakan, jika suramnya dunia perbukuan menyebabkan para penulis mengurungkan niat untuk menulis, lantas bagaimana nasib dunia literasi Indonesia? Akan semakin terpuruk pastinya. Maka, kewajiban penulis adalah menulis. Semoga dengan upaya itu, kita bisa memberikan sumbangsih bagi masyarakat, sekecil apapun itu.
( I Ketut Suweca, 28 Juli 2020).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI