Ada satu pertanyaan yang saya ajukan kepada diri sendiri: untuk apa saya berkompasiana?Â
Pertanyaan itu tak sekali-dua kali saya ajukan, melainkan berkali-kali pada saat-saat tertentu.
Tiga Tujuan Berkompasiana
Tentu saja jawaban saya sudah bisa ditebak oleh para sahabat, bahwa saya berkompasiana dengan dua motif utama, yakni pertama, mengasah kemampuan menulis; dan kedua, berbagi pengalaman atau pandangan kepada para sahabat. Itulah yang menjadi tujuan utama saya berkompasiana sejak awal.
Dalam perjalanan, saya dapatkan keindahan persahabatan di kompasiana yang menyebabkan saya semakin betah. Lantaran persahabatan itulah yang kemudian mendorong saya untuk menjadikan ini sebagai tujuan ketiga. Ya, tujuan ketiga saya adalah mendapatkan sahabat di kompasiana, kendati hanya sahabat secara online.
Walaupun sifatnya online, tetap saja saya merasakan dukungan yang besar dari mereka, terlebih-lebih rasa persahabatan yang tulus dari sejumlah teman. Mohon maaf tidak saya tuliskan di sini, agar tak ada rasa pilih kasih. Pokoknya, sahabat-sahabat yang senantiasa siap baku support di kompasiana.
Dinamika berkompasiana demikian berwarna. Berbagai kepribadian tergabung dalam rumah besar kompasiana. Setiap orang yang ada di sini memiliki keinginan dan motivasi yang tidak selalu sama. Dan, saya ada di antara mereka. Memerhatikan warna-warni pemikiran dan pandangan kompasianer, saya akhirnya memahami bahwa saya mesti berusaha berdiri di ruang netral dan di atas kaki sendiri.
Lebih Memilih Bersyukur
Seperti saya sebutkan di awal, di sini saya ingin berbagi. Di sini saya ingin mengasah kemampuan menulis. Dan, di sini pula saya ingin merentangkan persahabatan seluas-luasnya dengan para kompasianer yang bersedia mengulurkan tangan. Itu saja.
Dengan cara berpikir seperti itu, saya tak perlu kecewa jika tak dapat K-reward (karena memang belum pantas), belum dapat centang biru (karena belum waktunya), jarang dapat artikel utama (karena banyak tulisan saya yang masih payah), dan tidak sering dapat nilai tertinggi (karena banyak kekurangan pada artikel saya), dan lainnya.
Alih-alih mengeluh, saya lebih memilih bersyukur. Dengan rasa syukur saya mencoba melihat segala sesuatunya dari sisi positif sehingga saya tak akan mengeluhkan keadaan yang tak sesuai dengan keinginan saya.
Banyak hal yang pantas saya syukuri di sini. Pertama-tama dengan terus dan sering membaca tulisan para kompasianer secara akumulatif pengetahuan saya tentu akan bertambah. Saya yakin sekali akan hal ini.
Berikutnya, saya merasa kemampuan menulis saya menjadi sedikit lebih baik dibanding, misalnya, sejak awal menulis di sini. Tangan lebih lincah bergerak, pikiran pun lebih selaras dengan hentakan tangan di tuts laptop. Kendati demikian, saya merasa harus terus belajar lagi dan lagi, tanpa henti.
Selanjutnya, persahabatan di kompasiana menyebabkan saya selalu rindu berkunjung, nyaris setiap hari. Setiap kali berkunjung, dalam hati saya bertanya: apa hal baru yang saya dapatkan dari teman-teman di sini. Juga sebaliknya, artikel apa yang bisa saya tulis dan upload untuk ikut mewarnai kompasiana hari ini?
Itulah hal-hal yang selalu saya syukuri. Saya hanya bisa berterima kasih kepada pengelola kompasiana  yang telah memberikan saya wadah berekspresi dan berterima kasih juga kepada para sahabat yang senantiasa bersedia berbagi dan saling menyemangati.
(Â I Ketut Suweca, 7 Juni 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H