Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Inilah Tips Menyiapkan Generasi Penerus dalam Organisasi, Integritaslah yang Paling Utama!

27 Mei 2020   10:19 Diperbarui: 27 Mei 2020   10:15 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu terus berputar. Kehidupan berubah. Tiada yang kekal. 

Demikian juga kehidupan di organinasi, baik di perusahaan, di pemerintahan, maupun di komunitas yang dibentuk masyarakat. 

Para pejabat atau pengurus akan silih berganti. Kini menjabat, suatu saat pasti diganti.

Pergantian itu perlu persiapan, perlu proses. Generasi pengganti atau penerus mesti dipersiapkan dengan baik. Jika pengganti dari luar organisasi, tentu bisa dibantu oleh lembaga profesional yang secara khusus menangani rekrutment SDM.

Tetapi bagaimana kalau pergantian mesti dilakukan secara internal organisasi? Tiada cara lain selain mempersiapkan dengan baik generasi penerus yang diyakini akan dapat melanjutkan organisasi dengan baik.

Menyiapkan Generasi Penerus

Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh pimpinan organisasi? Untuk keberlanjutan eksistensi organisasi, diperlukan sejumlah upaya untuk menyiapkan para kader pimpinan. Persiapan ini menjadi penting untuk mnenghindari kemunculan  kader karbitan atau kader yang dipaksa menjadi unsur pemimpin padahal belum dipersiapkan dengan baik sehingga kinerjanya tak sesuai dengan harapan. Berikut ini beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan.

Pertama, memberikan kesempatan untuk mengikuti diklat. Pendidikan dan latihan adalah hal mendasar untruk menyiapkan generasi pengganti yang profesional. Melalui pendidikan, generasi penerus akan mendapatkan ilmu yang memadai dalam penanganan tugas, baik  langsung maupun tak langsung. Melalui latihan (training) ia akan mendapatkan penguatan keterampilan sehingga mampu menangani hal-hal teknis yang dituntut organisasi.

Di samping diberikan diklat, kepada yang bersangkutan perlu juga didorong untuk terus belajar secara mandiri, belajar otodidak, dengan memanfaatkan sarana yang tersedia, termasuk di dalamnya dengan memanfaatkan  kemajuan teknologi terkini. Motivasi untuk maju dan berprestasi perlu terus dibangun agar yang bersangkutan memiliki pola pikir maju, bermental juara, berpikir positif, dan beretika.

Tugas yang Menantang

Kedua, berikan tugas yang menantang. Berikan tugas dengan tingkat kesulitan yang bertingkat. Pada awal-awal, beri dulu beberapa tugas yang relatif ringan yang diyakini mampu dikerjakannya dengan baik. Secara bertahap, berikan pekerjaan yang tingkat kesulitannya sedikit lebih tinggi. Bersamaan dengan itu, berikan panduan secukupnya.

Jika ia lolos dalam "test" ini, lanjutkan dengan memberikan tugas yang lebih sulit dan menantang dan lihatlah hasilnya. Berilah koreksi bila diperlukan.

Pemberian tugas yang tingkat kesulitannya meningkat secara bertahap ini dimaksudkan untuk mempersiapkan mental yang bersangkutan agar sanggup menerima tantangan pekerjaaan sekaligus memberinya kesempatan menjalani proses belajar.

Ketiga, libatkan dalam rapat dan diskusi. Pelibatan orang yang dikader dalam rapat dimaksudkan agar yang bersangkutan dapat mengikuti proses pengambilan keputusan dengan baik.

Dalam rapat atau diskusi, berikan kesempatan kepadanya untuk mengemukakan pendapat. Perhatikan bagaimana ia mengemukakan pendapat dan berikan masukan atau tanggapan terhadap ide-ide yang dikemukakan dengan baik untuk membantu menumbuhkan rasa percaya dirinya.

Keempat, berikan tugas mewakili organisasi. Sesekali jangan lupa tugaskan dia mengikuti rapat-rapat di luar mewakili organisasi, menyampaikan materi dalam seminar, sarasehan, FGD, dan sejenisnya.

Tapi, sebelum itu untuk beberapa kali di awal, mentoring yang bersangkutan  untuk melakukan persiapan dengan baik. Jangan dilepas begitu saja, terutama pada awal-awalnya. Dengan memberikan kesempatan ini, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih mandiri dan berani tampil dan mau tak mau harus belajar.

Tanpa Integritas, Semua Tak Berarti

Kelima, integritaslah yang terpenting. Kendati ini hal terakhir yang kita bahas tapi sesungguhnya inilah yang terpenting. Inti dari integritas badalah kejujuran. Apakah si kader memilikinya? Kita bisa memantau dari proses interaksi selama ini, termasuk masukan yang kita dapatkan dari rekan sekerja atau dengan siapa ia bergaul.

Integritas lebih pada karakter. Terbentuk sudah sejak lama. Bung Hatta mengatakan, "Kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar,  kurang cakap dapat diperbaiki dengan pengalaman. Namun, tidak jujur itu sulit diperbaiki."

Maka, harus hati-hati menentukan apakah seseorang memiliki integritas atau tidak. Dan, cara mudah mengetes-nya secara terukur adalah dengan menggunakan uang. Kita bisa melihat bagaimana sikap dan perilakunya berkaitan dengan uang. Adakah keterbukaan atau kejujuran?  Jika ternyata ia tak jujur, batalkan saja proses kaderisasi itu.  Cari calon yang lain.

 ( I Ketut Suweca, 27 Mei 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun