Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/165577723771840600/
Ayah, teringat dulu ketika kita bekerja di sawah
Mengolah tanah, menanam benih, dan menyianginya
Mengisi air dan menjaganya agar tak melimpah ruah
Memotong padi dengan ani-ani sebagai tani sejati
Kuingat ketika dulu kita membuat pagar dari tanaman
Untuk batasi sawah dengan pekarangan
Engkau ajarkan aku mengikatkan tali erat-erat
Dengan totalitas semangat dan tenaga kuat
Aku ingat ketika dulu kita memelihara sapi
Pagi sabitkan rumput di pematang sawah
Sore gembalakan usai makan siang selepas sekolah
Ke tanah lapang dekat hutan bakau nan hijau
Berteman burung, belalang, dan kumbang-kumbang.
Aku ingat saat engkau ajarkanku menggerus tanah
Menyiram dengan air laut, menjemur, dan membalikkan tanah agar tak basah
Di bawah terik matahari yang menyengat kulit
Mengumpulkan dan menyaring di atas palung kayu besar memanjang
Mengintip air nan pekat menetes di bawah palung
Dan memasaknya dalam sibakan drum terbelah dua
Dengan api dari potongan kayu kering dan ranting-ranting
Menanti pagi sampai air pekat berubah menjadi garam
Lalu, memindahkannya ke dalam keranjang
Menunggu jemputan pembeli yang datang saban siang
Engkau ajarkan aku bekerja keras tak kenal lelah
Melatihku disiplin dengan pecut sapi terpilin
Menegurku karena baru mandi jauh lewat dari petang
Gemblengan keras yang kini telah berbuah manis
Semanis madu yang ayah ambil dari sarang lebah belakang rumah
Senikmat buah duwet, buni, dan jambu biji di pinggir sawah.
Engkau telah mengantarkanku sampai  di sini
Untuk terus merengkuh hari dengan berani
Sebelum bertemu senja langkahmu terhenti
Untuk penuhi panggilan Ilahi
Terima kasih, Ayah.
( I Ketut Suweca, 22 Mei 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H