Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tolong Jangan Campakkan Aku

5 Mei 2020   19:34 Diperbarui: 6 Mei 2020   18:37 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/233342824415829959/

Aku duduk manis sambil bersandar di tembok. Tempatku lebih tinggi dibanding yang lain. Juga, aku lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang lalu lalang. Dengan posisi yang strategis seperti itu, aku bisa melihat suasana di sekitarku, bisa memerhatikan orang-orang yang datang, bisa mengamati dengan cermat bagaimana para petugas bekerja. Aku jadi seperti layaknya CCTV.

Dan, aku mengamatimu yang baru saja masuk ke toko, di mana aku berada. Kau bertanya kepada petugas di situ. Kutak mengerti apa yang engkau percakapkan. Nah, sekarang engkau tepat di bawahku. Kau melongok ke atas dan melirik ke kiri dan ke kanan.

Akhirnya kau menunjukku. Telunjukmu tepat mengarah padaku. Aku terkejut. Ada apa denganku? Tapi, kuyakin engkau memang sedang mencariku. Ya, mencariku! Bagai gadis manis yang lama dirindukan, engkau menemukanku di sini, dengan mudah.

Petugas mengambil kursi dan mengambilku yang sebetulnya masih betah berdiam di sini. Di tempat yang ber-AC berdampingan dengan mereka yang dipandang sekelas denganku. Dari sini aku bisa melihat siapa pun mendekat ke sini. Sebuah tempat yang nyaman, senyaman hotel berbintang lima, he he. Tapi, sekarang aku sudah di atas meja.

Lalu, petugas kembali bercakap-cakap denganmu. Entah bercakap-cakap tentang apa, aku tak mengerti. Petugas lalu mengantarmu mencari temanku yang lain yang tempatnya jauh ke dalam, ke lantai dua. Sayang aku tak bisa melihatmu lagi.

Tak lama kemudian engkau turun dari lantai dua, menggamit sahabat sesama penghuni rumah aksara ini. Engkau kulihat mengeluarkan dua lembar kertas berwarna merah. Entah apa gambar di kertas itu, aku tak memerhatikannya. Yang kutahu, kertas-kertas semacam itu dipakai oleh kaum manusia untuk bertransaksi.

Kini aku sudah berada di tanganmu, bersama satu sahabat yang belum kukenal. Walau sesama jenis, aku tak tahu siapa namanya. Ah, biarlah, toh nanti juga kutahu. Engkau masuk ke dalam mobil, meletakkan aku dan sahabatku di kursi sebelah. Engkau menstarter mobil, lalu melaju. Mau ke mana, aku tak tahu.

Tiba-tiba aku sudah tiba di di depan sebuah rumah. Rumah berpagar hijau dengan penuh tanaman yang juga hijau. Sebuah pemandangan yang indah. Aku jadi ingat akan asal-usulku dulu yang juga berasal dari tanaman atau lebih tepat disebut pohon. Jadi, aku tak asing lagi dengan pepohonan yang kujumpai sekarang.

Kulihat engkau memarkir mobil, mengambil dan membawaku masuk. Kau letakkan aku di atas meja. Wow, ada banyak teman-teman sejenisku di meja itu. Semuanya disusun berderet-deret rapi. Ada juga beberapa yang ditumpuk. Semoga aku akan betah berada di sini apalagi banyak teman yang sudah di sini jauh sebelumnya. Jadi, aku tidak akan kesepian.

Lama setelah itu engkau tak memerhatikanku, apalagi menjamahku. Sudah seminggu engkau tak memedulikanku sama sekali. Kulihat engkau sangat sibuk. Sebentar menghilang dari pandangan, sebentar kemudian datang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun