Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Semua Orang adalah Guru dan Semua Tempat adalah Sekolah

3 Mei 2020   17:27 Diperbarui: 3 Mei 2020   18:11 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat kompasiana, mengisi hari Minggu, saya ber-say hello lagi dengan para sahabat semuanya. Semoga semua dalam keadaan sehat-walafiat dalam lindungan Tuhan. Kali ini mari kita berbincang mengenai satu hal, yakni tentang "semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah."

Jangan salah, guru dan sekolah saya maksud bukanlah dalam makna denotatif atau makna aslinya, melainkan dalam makna konotatif atau makna yang tersirat dan lebih luas.  Hal ini perlu saya jelaskan di awal agar tidak ada pikiran, "Ah masak begitu sih? Mana mungkin." Tanpa banyak lagi basa-basi, mari kita mulai saja.

Ketika Semua Orang Adalah Guru

Kita sebagai makhluk sosial membutuhkan teman. Bersama teman-teman kita bisa bertumbuh dengan eksistensi sebagai manusia sepenuhnya. Kebutuhan bergaul dengan sesama adalah sifat alami manusia. Manusia tak akan  bisa hidup sendiri tanpa manusia lain.

Nah, dalam rangka mengembangkan seluruh potensinya manusia memerlukan manusia lain. Orang-orang yang bergaul dan bekerja bersamanyalah yang akan membuat manusia bisa mengasah dan mengaktualisasi kemampuan terpendamnya. Sebagai manusia, kita saling belajar satu sama lain.

Nah, untuk bisa maju mencapai kemampuan terbaik, kita semua memerlukan guru. Dan, guru itu tak hanya di sekolah atau di kampus. Kita sudah banyak dididik oleh para guru di lembaga-lembaga pendidikan formal, mulai dari TK, SD, SMP, SMA/K bahkan hingga Perguruan Tinggi. Kita telah menghabiskan banyak waktu untuk menjadi manusia terdidik, menjadi manusia terpelajar.

Tetapi, pada kenyataannya, pendidikan formal saja belumlah cukup. Masih banyak hal di luar pendidikan formal yang harus kita ikuti, kita pelajari. Di mana? Di sekolah kehidupan! Di sekolah kehidupan, kita banyak bergaul dengan berbagai jenis manusia.

Dengan merekalah kita bergaul, kepada merekalah kita bertanya. Kita jadikan setiap orang sebagai guru. Dari situ kita akan mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan nilai-nilai kehidupan yang akan membawa kita ke arah yang lebih baik dibanding sebelumnya.

Dalam pergaulan antarmanusia, tak selalu hal-hal positif kita dapatkan. Bisa jadi kita akan menyadap nilai-nilai yang malah merusak diri kita sendiri. Maka, kita senantiasa dianjurkan untuk selalu  berhati-hati dalam memilih pergaulan.

Kata para bijak, bergaulah dengan orang-orang yang tepat. Artinya, bergaulah dengan mereka yang bersedia saling mendorong untuk maju, yang saling mendukung untuk maju, dan saling membantu saat dalam kesulitan. Hindari orang-orang yang menarik kita ke jurang kegagalan dengan mengarahkan kita kepada perbuatan tercela dengan mengiming-imingi "hadiah" yang menggiurkan pada awalnya.

Semua Tempat Adalah Sekolah

Sekolah sejati bukan melulu sekolah formal seperti kita kenal selama ini. Sekolah dalam konteks ini adalah sekolah informal yang di mana kita bisa belajar banyak hal. Sekolah informal itu seperti apa?

Tak salah lagi, sekolah tersebut ada di banyak tempat. Ketika di kantor kita juga bersekolah. Bersekolah dari tempat kita bekerja. Pekerjaan yang kita tangani dalam banyak hal akan mengajarkan kita banyak hal, jika kita mau sungguh-sungguh belajar.

Selanjutnya, ketika berada di alam pegunungan, misalnya, kita bisa belajar tentang banyak hal juga. Misalnya, belajar pentingnya pepohonan untuk memberikan kebutuhan akan oksigen, belajar dari kabut yang membuat kita berhati-hati ketika mengendarai mobil, belajar dari burung-burung yang ternyata bisa hidup kendati tanpa rumah dan tanpa tabungan.

Ketika di pantai, kita melihat laut yang membentang luas. Dari situ kita belajar tentang ombak yang dengan penuh ketekunan dan konsistensi mencium bibir pantai, tentang keberanian nelayan mengarungi lautan demi melanjutkan hidup, tentang keagungan ciptaan Tuhan, dan banyak hal lagi.

Ketika berada di tempat ibadah, kita belajar duduk dalam hening dan bersujud kepada Tuhan dengan segala kemahakuasaanNya. Kita belajar menyebut-nyebut nama Tuhan berulang-ulang dan bertekun belajar tentang ajaran suciNya.

Bergerak kemudian melihat areal persawahan. Di situ kita melihat para petani sedang bekerja menggarap tanah pertanian. Merekalah yang menyediakan pangan untuk kita semua, bagaimana jika ia mogok kerja? Para petani juga membuat sejauh pandangan tampak hijau dan menyehatkan mata dengan tanaman padi dan kacang-kacangan yang tumbuh dengan suburnya.

Begitulah, kita selalu bisa belajar dari banyak hal. Belajar dari sesama manusia, dari banyak tempat, dari alam semesta. Karena, itulah "guru-guru" kita sesungguhnya. Guru-guru yang diciptakan Tuhan sebagai tempat kita belajar sekaligus mengagumi kemahakuasaanNya.

( I Ketut Suweca, 10 April 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun