Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Menunggu Kaya untuk Menjadi Murah Hati

30 April 2020   19:56 Diperbarui: 2 Mei 2020   08:43 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembaca yang baik hati, kali ini saya ingin kembali berbagi tentang pernak-pernik kehidupan, membagikan sesuatu yang kecil dan sederhana tetapi tetap berarti. Bagaimana jika sekarang kita berbincang tentang kemurahan hati. Setuju? Mari kita mulai saja.

Masih banyak orang berpikir bahwa kemurahan hati itu hanya bisa dilakukan setelah kaya. Mereka berpandangan bahwa setelah kaya baru bisa bersikap murah hati. "Sekarang belum saatnya," demikianlah kurang-lebih pandangan mereka.  Orang-orang yang merasa masih belum kaya tidak akan mau bermurah hati  kendati itu sebagai bentuk laku kebajikan hidup.

Berkaitan dengan Hati

Menurut saya, kemurahan hati itu semata-mata berkaitan dengan hati. Apakah hati kita memang bersedia memberi atau tidak? Yang menjadikan orang bermurah hati adalah hati-nya. Jika hatinya terdorong untuk berbuat kebajikan kepada sesama, ya, ia akan melakukannya. 

Sebaliknya, kalau hati tertutup rapat, kendati melihat banyak orang yang memerlukan bantuan, ya, ia tak akan tergerak untuk membantu kendati melihat orang sengsara.

Kemurahan hati tak harus menunggu kaya. Benar, orang yang hidup sederhana dengan penghasilan yang sangat terbatas sekalipun bisa bermurah hati. Jadi, kemurahan hati, sekali lagi, tak tergantung pada kaya atau tidaknya seseorang, melainkan tergantung pada hati yang bersangkutan.

Orang bisa bermurah hati kendati pun dia sendiri hidup dalam keterbatasan. Apa yang bisa dilakukan? Tak hanya uang yang bisa diberikan sebagai bentuk bantuan. Perhatian, waktu, tenaga, pemikiran, bisa diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Orang tak selalu membutuhkan uang, bukan?

Suatu saat orang memerlukan bantuan tenaga, maka kita bisa bantu dengan tenaga. Suatu saat orang perlu pemikiran atau pendapat, kita bisa tolong dengan pemikiran kita. Jadi, membantu orang lain tak melulu dengan uang. Tetapi, bagi orang yang memiliki uang dan ada yang membutuhkan uluran tangan, mengapa tak segera membantu?

"Kekayaan itu seperti pupuk," kata Gun Denhart, pendiri perusahaan pakaian Hanna Anderson. 

"Jika Anda membiarkannya menumpuk akan berbau busuk. Namun, jika Anda menyebarkannya, Anda bisa membuat banyak hal bertumbuh," ujarnya.

Orang Kaya yang Murah Hati

Orang-orang kaya yang kikir adalah mereka yang tertutup hatinya. Kendati pun akhirnya bersedia memberi sesuatu, ia akan berpikir sampai berkali-kali. Mereka akan berpikir keras, misalnya, dengan bertanya setidaknya di dalam hati, "apa yang saya dapat dari bantuan yang saya beri sekarang." Jadi, orang kaya yang kikir akan menuntut balasan.

Sebaliknya, orang kaya yang benar-benar murah hati akan segera terketuk hatinya ketika melihat penderitaan orang lain. Tanpa diminta pun ia akan segera datang mengulurkan bantuan. Ia tak berhitung tentang apa balasan dari mereka yang dibantu.

Di samping itu, ia merasa sekian persen dari kekayaan yang dimiliki melekat hak orang tak berpunya. Oleh karena itu harus diserahkan kepada "pemiliknya." Berbagi kepada orang lain baginya adalah juga sebentuk syukur atas kemurahan Ilahi yang memberi rejeki lebih dari cukup.

Sampai di sini, saya teringat dengan seorang pengusaha besar di negeri ini ---tak usah saya sebut namanya, yang selalu tergerak untuk membantu mereka yang papa. Ia membantu orang-orang yang hidupnya susah semata-mata karena dorongan hati dan dorongan kemanusiaan.

Semoga kita semua, entah kaya atau tidak, tetap bermurah hati. Mari temukan cara untuk bisa membantu orang lain, di mana pun dan kapan pun itu. Nah, selamat berbagi kebaikan dengan keikhlasan hati.

Note : Perkenankan saya menyampaikan "selamat menjalankan ibadah puasa" kepada semua sahabat-sahabatku yang muslim. Semoga dilancarkan puasanya dan mendapatkan berkah. Amin.

( I Ketut Suweca, 30 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun