Saya yakin, semua agama mengajarkan kebaikan. Tak ada satu agama pun di dunia ini yang mendorong umatnya melakukan hal-hal buruk. Ajaran agama inilah yang dijadikan panduan oleh para pemeluk untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Ajaran agama memberi rambu-rambu dengan harapan agar para umat mematuhi dan menjadikannya sesuluh sehingga hidup menjadi luhur dan dalam ridhoTuhan.
Akan tetapi, pada kenyataannya, tak semua orang sepenuhnya menjalankan ajaran agama atau patuh terhadap ajaran tersebut. Sebagian manusia berbuat kejahatan, kebiadaban, kekejaman, dan sejenisnya terhadap manusia atau makhluk lain. Agama tak lagi dilirik, apalagi dipatuhi!
Banyak orang dengan mudah berpikir pragmatis semudah berbelok di tikungan : bagaimana mereka bisa memenuhi segala keinginan sesaat dengan segera dan dengan cara apa pun. Tanpa memikirkan akibat atau risiko sama sekali.
Yang penting bagi orang semacam ini adalah terpenuhinya keinginan, nafsu serakah, bagaimana pun caranya. "Yang nanti, nanti sajalah dipikir, enggak usah dipedulikan. Yang paling penting sekarang adalah bagaimana mengambil kesempatan dalam kesempitan ini," kurang-lebih seperti itulah yang merasuki pikiran mereka.
Tentang  Hukum Karma
Kita semua mengenal apa yang disebut dengan Hukum Karma. Hukum karma pada hakikatnya adalah hukum sebab-akibat. Dalam hukum ini ditegaskan bahwa setiap sebab akan menghasilkan akibat. Setiap akibat pasti ada penyebab. Hukum ini bersifat universal, berlaku untuk semua. Hukum ini tak memiliki perkecualian: hukum yang adil, teliti, dan pasti.
Setiap perbuatan yang baik, berpahala baik. Perbuatan yang buruk akan berakibat buruk terhadap pelakunya. Hal ini pasti dan tidak bisa tawar-menawar. Kalau kita menanam benih padi, tak akan menghasilkan mangga, bukan? Demikian pula  jika kita menanam bunga mawar, mustahil akan tumbuh tanaman lateng yang bikin gatal kulit jika disentuh.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa "siapa yang menabur angin, akan menuai badai." Jika kita secara terus-menerus menanam kebaikan, maka pohon dan buah kebaikanlah yang akan tumbuh dan kita petik. Sebaliknya, jika terus-menerus kita berbuat hal-hal buruk dalam kehidupan, maka kepada kitalah "badai" keburukan itu akan kembali. Jangan pernah berharap, perbuatan buruk akan menghasilkan hal yang baik.
Ada yang belum yakin? Coba saja caci maki orang yang kita temui di jalan. Maka, ia akan membalas cacian kita dengan makian juga, bahkan bisa menjotos muka kita. Sebaliknya, tersenyumlah dengan tulus kepada orang lain, maka dengan serta-merta mereka akan membalas dengan senyum pula. Ini hanya contoh sederhana. Masih banyak lagi contoh lain yang bisa kita temukan dalam perjalanan hidup sebagai bukti berlakunya hukum karma.
Berawal dari Pikiran
Satu hal yang penting adalah, tak hanya tindakan atau perbuatan yang menghasilkan akibat atau pahala. Pahala itu sudah muncul mulai dari pikiran, kemudian perkataan, hingga perbuatan. Maksudnya? Begini.
Berpikirlah  baik atau positif (positive thinking), maka hasilnya adalah  perkataan dan perbuatan yang setara. Berpikirlah selalu negatif, maka perkataan dan perbuatan kita cenderung negatif pula. Negativitas tak hanya akan menguasai otak kita dan hati kita, bahkan kemudian ia akan mewujud ke dunia luar dengan perkataan-perkataan kasar dan perilaku buruk.
Demikian pula pikiran positif akan membawa si pemiliknya pada ucapan-ucapan yang baik disertai tindakan yang baik dan terkontrol. Orang yang berpikir positif akan melihat segala sesuatu dengan kacamata yang terang dan jernih, bukan kacamata buram lantaran kekotoran yang berkelindan di dalam benak.
Terkait ini, ada ungkapan yang mengatakan," mulutmu adalah harimaumu." Maknanya saya kira sudah kita pahami. Kalau kita salah berkata-kata, maka risikonya kita akan "diterkam" oleh kata-kata kita sendiri. Maka, menjaga ucapan adalah penting.
Ayu Pinardi, Ayu Pinanggih
Terdapat kearifan lokal di lingkungan masyarakat Bali yang menyangkut hal ini. Disebutkan dalam rangkaian kalimat pendek ini, "Ayu kinardi, ayu pinanggih. Ala ulah, ala tinemu." Kupasan bebasnya adalah, jika kita berbuat baik, maka hal-hal baiklah yang akan kita dapatkan atau temukan. Kalau kita berbuat buruk, buruk pula yang akan kita terima.
Sudah jelas bahwa hukum karma itu adalah hukum sebab-akibat. Perbuatan baik, pasti berakibat baik. Perbuatan buruk, pasti berakibat buruk. Itulah sebabnya, kita (seharusnya) selalu mengusahakan untuk berpikir, berkata, dan berbuat kebaikan, bukan sebaliknya. Mengapa? Karena kita semua menghendaki akibat atau pahala yang baik, bukan? Mari kita terus-menerus mengusahakannya.
 ( I Ketut Suweca, 20 April 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H