Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Merawat Optimisme di Tengah Pandemi

17 April 2020   17:57 Diperbarui: 17 April 2020   18:03 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/559713059938002644/

Pandemi covid-19 sudah berlangsung sekitar satu bulan. Hingga kini masih banyak yang terinfeksi, banyak pula yang berhasil memperoleh kesembuhan. Dalam rangka membatasi penyebaran virus ini masyarakat diimbau untuk bekerja dari rumah (work from home), suatu cara baru yang belumnya tak pernah dilakukan.

Setelah cukup lama berada di rumah, mulai terdengar banyak keluhan. Bukan hanya dari orangtua, juga anak-anak mereka. Keluhan yang terjadi bersumber dari rasa bosan atau kejenuhan yang sangat. Keluhan lainnya datang dari berbagai jenis rasa cemas yang mendera.

Ada yang mencemaskan anggota keluarga yang jauh di rantau. Yang di rantau juga mengkhawatirkan keluarganya di rumah, sekaligus merindukan mereka. Ada yang cemas lantaran takut terpapar covid-19. Yang lebih berat lagi adalah kecemasan  tentang 'apa yang akan dimakan besok' karena kesulitan memperoleh penghasilan. Keadaanlah yang menyebabkan mereka kurang leluasa pergi ke luar rumah. Dan, masih banyak lagi kecemasan lainnya.

Kecemasan Berlebihan

Hanya sayang, kecemasan itu dalam banyak kasus ternyata berlebihan. Kecemasan menjadi sekumpulan pikiran negatif yang terus-menerus menghantui mengenai hari esok. Pada kenyataannya, dalam banyak bukti, apa yang dikhawatirkan itu tidak pernah terjadi seperti diperkirakan. Demikianlah, kekhawatiran terhadap segala sesuatu yang ditengarai akan menimpa 'pada suatu saat nanti' benar-benar mendapatkan wadahnya. Kecemasan berlebihan.

Kecemasan sesungguhnya adalah hal yang sangat manusiawi. Akan tetapi, karena dirasakan secara berlebihan dan sangat menekan, maka harus segera ditanggulangi agar tidak berkelanjutan yang bisa berdampak negatif.

Tentu saja kecemasan yang berlebihan sama sekali tidak sehat, baik bagi kewarasan mental maupun kesehatan tubuh. Apabila pikiran dan perasaan kita terpapar hal-hal negatif, maka badan pun akan terpengaruh. Lihatlah hal ini pada orang yang sedang marah atau orang yang sedang ketakutan. Pikiran dan perasaan terbukti mempengaruhi tubuh, demikian pula sebaliknya.

Menghadapi hidup yang kelihatan banyak mendungnya, maka hendaknya janganlah sampai terlalu larut. Tetaplah yakin bahwa bencana, apapun bentuknya, pasti akan berakhir. Tidak ada yang kekal di dunia ini, kecuali perubahan. Jadi, segala sesuatunya akan berubah bersamaan dengan berputarnya waktu. Dan, selalu ada harapan di masa datang. "Habis gelap terbitlah terang," demikian tulis Ibu Kartini.  

Bersama Hadapi Bencana

Yang paling penting dan mendesak yang harus kita lakukan adalah menghadapi permasalahan ini dengan kesungguhan hati dan dalam kebersamaan. Kita mesti  ikuti dan patuhi petunjuk dari Pemerintah. Pemerintah tentu tidak akan membiarkan rakyatnya semakin menderita. Program jaring pengaman sosial sudah mulai dilakukan. Berbagai bantuan dirancang dan digelontorkan. Mulai dari presiden hingga aparat terbawah bahu-membahu melaksanakan tugas membantu masyarakat menghadapi pandemi covid-19 dan dampak ikutannya.

Tinggal peran semua komponen masyarakat, tanpa terkecuali, secara kompak-bersatu mematuhi arahan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Misalnya, senantiasa memakai masker saat ke luar rumah, mencuci tangan memakai sabun di air mengalir, selalu menjaga jarak, makan makanan sehat dan bergizi, serta tidak lupa menjaga kesehatan dengan rutin berolahraga.

Tetap Aktif dan Produktif

Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah menyiasati hidup dan kehidupan dengan terus-menerus berupaya melakukan segala sesuatu untuk bisa bertahan hidup. Kita semua dituntut aktif, kreatif, dan produktif dalam menyiasati kehidupan di tengah bencana covid-19.

Apa yang bisa dilakukan? Ada banyak hal. Seorang teman, Unyil --seperti pernah saya sampaikan sebelumnya -- bisa hidup dari memproduksi dan menjual masker. Demikian juga dua sahabat lainnya yang meniru bisnis si Unyil. Mereka bertiga bekerja di rumah masing-masing dengan membuat masker dan menjualnya kepada para pembeli. Promosi yang mereka lakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui media sosial.

Ada lagi sahabat saya yang terampil sekali membuat makanan, bergegas menambah penghasilan dari kegiatan yang sangat digemarinya itu. Ia pun menjualnya secara online. Tak mau kalah, seorang ibu rumah tangga memilih berjualan kain secara online juga. Ia sebenarnya tak lebih dari seorang reseller, membeli dan menjual barang pun melalui online. Dari usaha itu, dia mendapatkan penghasilan yang lumayan besar.

Ada pula petani yang kebunnya sedang banyak menghasilkan rambutan. Di samping menjual kepada pedagang di pasar tradisional, juga menjual melalui online. Rupanya usaha-usaha berbasis online kini mulai berkembang dan kian marak sejak bencana ini. Orang bertransaksi melalui dunia maya.

Untuk memenuhi sebagian dari kebutuhan bahan makanan sehari-hari, ada yang mengusahakannya di rumah yang sebelumnya sebagian besar mereka beli di pasar. Orang mulai rajin menanam beraneka sayur-sayuran dan rempah-rempah di pekarangan rumah, misalnya bayam, cabai, kencur, kunyit, kemangi, sereh, singkong, dan lainnya. Kebutuhan dapur akhirnya sebagian terpenuhi dari pekarangan rumah. Tentu saja hal ini bisa sedikitnya mengurangi pengeluaran harian akan bahan makanan.

Mengurangi Pengeluaran

Ada lagi cara yang menarik yakni dengan mengamati berbagai jenis pengeluaran selama ini. Misalnya, memeriksa pengeluaran untuk listrik dan air. Dengan cerdas mereka berupaya mengurangi pemakaian listrik, antara lain dengan mematikan lampu lebih awal dan menghidupkannya lebih belakang. Pada awalnya dia mematikan lampu pukul 06.00, kemudian dimajukan ke pukul 05.30. Jadi, dimajukan 30 menit dari sebelumnya.

Biasanya menyalakan lampu pukul 18.00, kini menyalakannya lebih malam, yaitu pukul 19.00. Itu pun dengan membatasi jumlah lampu yang hidup. Menghidupkan yang benar-benar dibutuhkan saja. Pemakaian air juga demikian. Kalau sebelumnya menyiram tanaman setiap hari, kini hal itu dilakukan dua hari sekali. Dengan upaya-upaya tersebut, pengeluaran bisa dikurangi.

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan dalam menyiasati hidup di tengah pandemi. Di atas semua itu, optimisme-lah yang terpenting. Sikap optimis harus ditumbuhkan dan dirawat, jangan sampai redup. Harapan untuk keluar dari bencana selalu ada, karena segala sesuatu ada akhirnya. Dan, itu pasti.

(I Ketut Suweca, 17 April 2020).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun