Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/577516352193724630/
Belum lama ini saya pergi ke toko buku. Toko itu ada di dalam kota, tak jauh dari rumah. Maklum saja, Februari ini saya belum membeli satu buku pun sebagai referensi, penambah wawasan. Biasanya saya membeli dua sampai tiga buku dalam sebulan. Buku yang saya pilih adalah yang sesuai minat atau sesuai dengan kebutuhan mengajar.
Membeli Dua Buku
Kali ini ada dua buku yang saya beli dari toko buku di antara ratusan buku yang dipajang di toko. Pertama, buku berjudul "The Road to Character: Karakter-Karakter yang Menentukan Kesuksesan," karya David Brooks, diterbitkan pertama kali ke dalam Bahasa Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, tahun 2020. Jadi, buku berketebalan 377 halaman  ini masih baru, "fresh from the oven."  Buku ini termasuk ke dalam deretan buku laris sehingga berhasil menjadi "New York Times Bestseller," di samping masuk dalam kategori buku "The Best Book of The Year versi The Economist."
Kedua, buku bertajuk "Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi," karya Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai. Buku setebal 271 halaman ini diterbitkan oleh Akademika Pressindo, Jakarta, tahun 2015, cetakan ke-13. Â Buku ber-cover biru ini terdiri dari 9 Bab, membicarakan ikhwal berbahasa Indonesia, mulai dari perkembangan Bahasa Indonesia, ragam Bahasa Indonesia, diksi dan pilihan kata, kalimat dalam Bahasa Indonesia, dan penyusunan paragraf.
Di samping itu, di dalamnya juga dibahas tentang penalaran, baik penalaran deduktif maupun induktif, serta penerapan kaidah ejaan. Pada bagian akhir, penulis buku membahas mengenai presentasi, pidato, ringkasan, dan resensi buku.
Mengapa Buku "Sakti"?
Nah, melihat daftar isi dan membaca isinya, saya berani mengatakan bahwa inilah buku "sakti" untuk para penulis. Mengapa saya sebut sebagai buku "sakti"? Dengan memahami dan mempraktikkan materi buku ini, saya yakin, penulis yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar tulisan akan lebih mudah dalam menuangkan gagasan-gagasannya.
Sering kita merasakan bahkan berkeyakinan bahwa apa yang kita tulis sudah benar, menyangkut pilihan kata, pembentukan kalimat, paragraf, dan sebagainya. Tetapi, setelah disandingkan dengan teori yang dimuat di dalam buku panduan ini, ehhh, ternyata masih ada yang salah. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar rupanya tidak mudah.
Mari kita lihat sedikit saja tentang penulisan kata-kata baku dan nonbaku pada hal 54 buku ini. Â Kata "analisa" , "trampil", "prosentase", "aktifitas", Â dan "propinsi" Â adalah sederet kata yang tidak baku. Kata-kata itu seharusnya ditulis: Â "analisis", "terampil", Â "persentase", "aktivitas", "provinsi", sebagai bentuk kata baku.
Lalu, dalam pemakaian idiomatik kerapkali terjadi kesalahan, misalnya, memasangkan kata "baik ... ataupun", "antara ... dengan", serta "bukan...tetapi." Yang baku dan dianjurkan adalah, "baik ... maupun", "antara ...dan", "bukan ...melainkan."