Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Buku "Sakti" untuk Penulis, Siapa Mau?

1 Maret 2020   08:25 Diperbarui: 28 Maret 2020   08:37 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/577516352193724630/

Belum lama ini saya pergi ke toko buku. Toko itu ada di dalam kota, tak jauh dari rumah. Maklum saja, Februari ini saya belum membeli satu buku pun sebagai referensi, penambah wawasan. Biasanya saya membeli dua sampai tiga buku dalam sebulan. Buku yang saya pilih adalah yang sesuai minat atau sesuai dengan kebutuhan mengajar.

Membeli Dua Buku

Kali ini ada dua buku yang saya beli dari toko buku di antara ratusan buku yang dipajang di toko. Pertama, buku berjudul "The Road to Character: Karakter-Karakter yang Menentukan Kesuksesan," karya David Brooks, diterbitkan pertama kali ke dalam Bahasa Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, tahun 2020. Jadi, buku berketebalan 377 halaman  ini masih baru, "fresh from the oven."  Buku ini termasuk ke dalam deretan buku laris sehingga berhasil menjadi "New York Times Bestseller," di samping masuk dalam kategori buku "The Best Book of The Year versi The Economist."

Kedua, buku bertajuk "Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi," karya Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai. Buku setebal 271 halaman ini diterbitkan oleh Akademika Pressindo, Jakarta, tahun 2015, cetakan ke-13.  Buku ber-cover biru ini terdiri dari 9 Bab, membicarakan ikhwal berbahasa Indonesia, mulai dari perkembangan Bahasa Indonesia, ragam Bahasa Indonesia, diksi dan pilihan kata, kalimat dalam Bahasa Indonesia, dan penyusunan paragraf.

Di samping itu, di dalamnya juga dibahas tentang penalaran, baik penalaran deduktif maupun induktif, serta penerapan kaidah ejaan. Pada bagian akhir, penulis buku membahas mengenai presentasi, pidato, ringkasan, dan resensi buku.

Mengapa Buku "Sakti"?

Nah, melihat daftar isi dan membaca isinya, saya berani mengatakan bahwa inilah buku "sakti" untuk para penulis. Mengapa saya sebut sebagai buku "sakti"? Dengan memahami dan mempraktikkan materi buku ini, saya yakin, penulis yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar tulisan akan lebih mudah dalam menuangkan gagasan-gagasannya.

Sering kita merasakan bahkan berkeyakinan bahwa apa yang kita tulis sudah benar, menyangkut pilihan kata, pembentukan kalimat, paragraf, dan sebagainya. Tetapi, setelah disandingkan dengan teori yang dimuat di dalam buku panduan ini, ehhh, ternyata masih ada yang salah. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar rupanya tidak mudah.

Mari kita lihat sedikit saja tentang penulisan kata-kata baku dan nonbaku pada hal 54 buku ini.  Kata "analisa" , "trampil", "prosentase", "aktifitas",  dan "propinsi"  adalah sederet kata yang tidak baku. Kata-kata itu seharusnya ditulis:  "analisis", "terampil",  "persentase", "aktivitas", "provinsi", sebagai bentuk kata baku.

Lalu, dalam pemakaian idiomatik kerapkali terjadi kesalahan, misalnya, memasangkan kata "baik ... ataupun", "antara ... dengan", serta "bukan...tetapi." Yang baku dan dianjurkan adalah, "baik ... maupun", "antara ...dan", "bukan ...melainkan."

Selanjutnya yang berkaitan dengan penggunaan ejaan, diberikan sejumlah contoh (hal. 185). Bentuk tidak baku antara lain: menghancur leburkan, mempertanggung jawabkan, kesimpang siuran, ketidak adilan, dianak-tirikan. Bentuk bakunya adalah: menghancurleburkan, mempertanggungjawabkan, ketidakadilan, dianaktirikan.

Pascasarjana, bukan Pasca Sarjana

Berikutnya, bentuk tidak baku: non migas, purna wirawan, tuna wisma, pasca sarjana, semi profesional, super ordinat, swa daya; seharusnya, sesuai dengan bentuk baku menjadi: tunawisma, pascasarjana, semiprofesional, superordinat, swadaya. Selanjutnya, bila bentuk tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya: non-RRC, non-Indonesia, pan-Afrikanisme.

Banyak hal lagi yang dipaparkan secara detail di dalam buku ini. Mungkin sebagian isinya sudah kita terapkan setiap kali menulis, sebagian lagi belum. Saya sendiri merasa sangat terbantu oleh buku ini.

Buku ini menjadi semacam panduan yang relatif lengkap dan tentu sangat dibutuhkan oleh para penulis. Dengan berpedoman pada buku ini, di samping buku-buku sejenis lainnya, kita bisa mengurangi kesalahan dalam pemakaian Bahasa Indonesia. Kita merasa lebih mantap dalam menggunakan ejaan, memilih kata, menyusun kalimat, serta paragraf.

Pembaca tertarik? Silakan berburu buku bagus yang ditulis dengan cermat oleh ahlinya. Prof. Dr. Haji  Zaenal Arifin, M.Hum., dan Drs. S. Amran Tasai, M.Hum. -- penulisnya,  adalah pakar Bahasa Indonesia.

( I Ketut Suweca, 1 Maret 2020).   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun