Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/530932243573915297/
Mendominasi pembicaraan, bukan berarti pandai. Menjadi pendengar yang baik, bukan berarti bodoh.
Itulah filosofinya. Orang yang terus-menerus "ngoceh" tanpa memberikan kesempatan kepada kawan bicaranya, tidaklah mencirikan ia orang yang pasti pintar. Yang pasti, ia orang yang tidak suka mendengar. Sebaliknya, orang yang lebih banyak mendengar, bukan berarti kurang pandai, melainkan ia adalah pendengar yang baik.
Orang-orang yang banyak memiliki sahabat dan bisa mendapatkan sahabat dengan mudah adalah mereka yang memiliki keterampilan mendengar, sama sekali bukan mereka yang selalu mendominasi dalam setiap pembicaraan.
Lalu, bagaimana upaya kita untuk menjadi pendengar yang baik? Dalam konteks ini, modal dasar psikologis yang diperlukan dan harus dimiliki adalah nilai-nilai (values) yang meliputi kesabaran, ketulusan dan  kerendahan hati, serta kesediaan untuk belajar. Tanpa nilai ini, akan sulit sekali bagi kita untuk menjadi pendengar yang baik.  Kalau kita sudah memiliki hal-hal itu, barulah kita bisa berlatih meningkatkan keterampilan mendengar.
Lima Cara Menjadi Pendengar yang Baik
Paling tidak ada 5 hal yang bisa dilakukan ketika hendak meningkatkan keterampilan mendengar. Praktikkan kelima pointer di bawah ini, landasi dengan nilai-nilai yang saya sebutkan di atas, niscaya keterampilan sebagai pendengar yang baik akan semakin terasah dan mendapatkan hasilnya.
Pertama, condongkan badan. Ketika teman bicara sedang berbicara, condongkan badan sedikit ke arahnya. Menyodongkan badan adalah gesture perhatian kita yang sungguh-sungguh. Jangan berlebihan apalagi dibuat-buat. Yang natural saja, tapi lakukan.
Kedua, tatap matanya. Setiap kali berbincang-bincang dengan orang lain, jangan lupa tatap matanya. Tentu saja menatap mata dalam konteks ini bukan dengan pandangan tajam dan tampak seram, melainkan lembut.
Mata adalah ekspresi jiwa. Jadi, pakailah mata untuk menunjukkan bahwa kita memperhatikannya, bahwa kita dengan senang hati mendengarkan kata-ucapan kawan bicara kita. Yang penting lagi, jangan terus-menerus menatap matanya. Sesekali lepaskan pandangan.
Ketiga, berilah umpan balik. Kata-kata pendek yang disampaikan dengan santun dan menggugah akan menjadikan teman bicara kita terdorong meneruskan ucapannya, bercerita lebih banyak lagi. Misalnya, kata "Oh, ternyata begitu ya." Atau, "Lalu?" Boleh juga "Maksud Pak?" dan banyak lagi sesuai dengan konteksnya.
Pertanyaan "Mengapa" dan "Bagaimana"
Keempat, ajukan pertanyaan. Ini mirip dengan pointer ketiga di atas, tetapi sedikit lebih panjang. Hal ini penting dilontarkan jika kita ingin kawan bicara meneruskan tuturannya lebih panjang lagi. Hindari pertanyaan yang jawabannya "ya" atau "tidak." Ajukan pertanyaan dengan pendekatan "mengapa" dan "bagaimana."
Kedua pola pertanyaan ini, pada umumnya, mampu menggugah orang untuk dengan senang hati bercerita lebih banyak. Â Ketika kita berbincang tentang kesehatan, misalnya, boleh dijakukan pertanyaan ini: "Di berbagai tempat, banyak orang terserang demam berdarah. Mengapa ya Pak?" Â Contoh lain, "Ceritakan dong Pak, bagaimana awalnya Bapak nimbrung menulis di kompasiana?"
Kelima, dasarilah dengan ketulusan hati. Seperti yang saya kemukakan di awal, libatkan hati yang tulus ketika mendengar. Jika hati kita menolak, lebih baik jangan mendengarkan. Hati yang tulus yang dilandasi penghargaan terhadap sesama adalah modal dasar yang tak bisa diabaikan.
Jika hati kita diliputi rasa "keminter" (merasa paling pintar), tidak mau belajar (merasa sudah terlalu pandai), tak mau rendah hati (merasa diri berderajat lebih tinggi dan lebih hebat), maka menjadi pendengar yang baik menjadi sesuatu yang super-duper sulit.
Semuanya berawal dari ketulusan dan keikhlasan hati untuk bersedia belajar dan menghargai orang lain.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, mari kita simak apa kata Winston Churchill, mantan Perdana Menteri Britania Raya, Â berikut: "Keberanian adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk berjuang dan bersuara; keberanian juga berarti duduk dan mendengarkan."
( I Ketut Suweca, 28 Februari 2020).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H