Pada sesi tanya jawab, muncul beberapa pertanyaan, yang ternyata berasal dari mahasiswa yang saya sebut matanya berbinar tadi. Seorang mahasiswi bertutur bahwa dia suka menulis puisi dan novel, tapi tak tahu bagaimana cara mempublikasikannya sehingga bisa dinikmati banyak orang.Â
Lalu, saya menyarankan yang bersangkutan menulis di kompasiana.com, diawali dengan mendaftar dan menjadi anggota terverifikasi.
Ada juga pertanyaan mahasiswa begini: "Saya sebetulnya lumayan banyak punya ide, tapi cepat sekali hilang. Bagaimana caranya menangkap ide-ide itu?" Terhadap pertanyaan tersebut saya jawab dengan menyarankannya untuk mencatat setiap kali gagasan itu hadir. Dengan segera mencatat, ide itu tak akan kabur.
Ada lagi mahasiswa yang bertanya tentang bagaimana caranya memperkuat kemauan dan kebiasaan membaca. Terhadap pertanyaan ini, saya jawab dengan cara memeriksa tujuan membaca terlebih dahulu, antara lain yaitu untuk menambah pengetahuan/wawasan secara berkesinambungan.
"Dengan rajin membaca buku, minimal 2-3 buku yang berketebalan sedang setiap bulan, dalam waktu lima tahun akan terjadi perubahan yang signifikan pada diri pembaca buku.Â
Dan, perubahan ini yang membedakannya dengan orang lain yang tidak atau kurang suka membaca. Wawasan akan jauh lebih maju, kebijaksanaan hidup pun didapat," ujar saya memotivasi si penanya dan hadirin.
Pada bagian akhir pemaparan saya mengajak mahasiswa untuk lebih rajin membaca buku, mulai aktif dan lebih sering praktik menulis dan mengirimkan artikel ke media, juga praktik berbicara pada setiap ada kesempatan.Â
Karena, hanya dengan berlatih secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan, maka kemampuan di bidang menulis dan/atau berbicara pasti akan meningkat. "Teori itu penting, yang lebih penting adalah praktiknya," kata saya menutup pemaparan.
(I Ketut Suweca, 21 Desember 2019).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H