Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Permainan Tradisional Warisan Leluhur, Akankah Dilupakan?

6 Desember 2019   20:45 Diperbarui: 30 Maret 2020   18:20 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/367113807126281676/

Banyak keindahan yang masih terkenang dari masa silam. Ada dongeng dari kakek, ada pula permainan tradisional. Semasih anak-anak dulu, ada banyak sekali ragam permainan tradisional.

Di lingkungan saya saja dikenal permainan mecingklak, main guli (kelereng), meong-meongan, megala-galaan, tajog, gangsing (gasing), meengkeb-engkeban, dan masih banyak lagi.

Berbagai Jenis Permainan

Sepintas mengingat, permainan mecingklak menggunakan bola bekel dan batu kecil atau kerang laut. Biasanya dimainkan oleh anak-anak gadis, biasanya berdua sambil duduk di lantai. Berikutnya, permainan  kelereng dilakukan oleh anak laki-laki dengan cara 'menembak' kelereng lawan dengan kelereng sendiri dan berusaha memasukkan kelereng sendiri ke dalam lubang.

Sedangkan, permainan meong-meongan (kucing-kucingan) adalah permainan yang membutuhkan banyak anak dan dua diantara mereka bertindak sebagai tikus dan kucing.

Si kucing di luar lingkaran bertugas menangkap tikus yang ada dalam lingkaran yang dibuat anak-anak.  Si kucing berusaha menerobos masuk ke dalam lingkaran untuk menangkap si tikus, sedangkan si tikus akan berusaha menghindari sergapan sang kucing.

Selanjutnya, permainan megala-galaan merupakan permainan dua grup, satu grup bertugas menjaga satu atau lebih  'gawang', sedangkan grup lainnya berusaha melewati gawang tanpa tersentuh oleh si penjaga gawang.

Berikutnya, permainan tajog.  Permainan yang menggunakan sepasang bambu atau kayu sebagai kaki tambahan dan melangkah cepat dalam perlombaan. Saya yakin banyak diantara kita sudah mengenal permainan tajog ini.

Selanjutnya, permainan gasing atau di Bali dikenal dengan nama gangsing menggunakan benda seperti piringan berbahan kayu yang dilempar sedemikian rupa sehingga berpusing (berputar) pada kedudukannya. Mana yang paling lama berputar, itulah gangsing yang menang. Lalu, meengkeb-engkeban atau sembunyi-sembunyian dilakukan dengan satu anak diam di satu titik dan menutup matanya sendiri dan anak-anak lainnya bersembunyi sehingga sulit ditemukan.

Menelisik Manfaat
Permainan tradisional yang pernah penulis nikmati di masa anak-anak hingga kini masih tersimpan dalam ingatan. Bahkan, suasana, tempat,  dan teman-teman yang sering diajak bermain pun sebagian masih penulis ingat. Biasanya kami melakukannya di kebun belakang rumah jika tidak di halaman rumah yang lumayan luas.

Akan tetapi, tampaknya permainan tradisional itu kian lama kian dilupakan, digantikan dengan permainan baru yang dipandang lebih kekinian, seperti main game di gadget. Kalau ditelisik lebih jauh, sejatinya cukup banyak manfaat yang bisa dipetik anak-anak dari permainan tradisional warisan leluhur itu. Mari kita perhatikan.

Pertama, karena permainan tradisional banyak mengandalkan fisik, maka anak-anak dapat leluasa bergerak seperti berjalan, berlari, melompat, dan lainnya. Dengan demikian otot motorik mereka akan tumbuh kembang dengan baik. Kondisi fisik mereka bisa tumbuh dengan baik dan kuat.

Kedua, anak-anak dapat bersoalisasi dengan sesamanya. Di sini anak-anak belajar bergaul satu dengan lainnya. Mereka bisa saling mengenal dengan baik. Bergaul atau bersosialisasi sejak anak-anak akan sangat berguna dalam membantu perkembangan psikologis mereka saat memasuki masa remaja dan dewasa. Di sinilah mereka saling belajar bagaimana menjadi teman yang baik.

Ketiga, anak-anak mendapatkan kesempatan belajar berkolaborasi atau bekerjasama. Dalam satu tim tentu mereka akan berusaha bekerjasama dengan sebaik-baiknya sehingga tim mereka menjadi pemenang dalam permainan. Inilah  faktor  penting yang akan akan dibawa anak ketika mereka tumbuh dewasa: bisa bekerjasama dengan baik dengan orang lain.

Keempat, mereka belajar berkompetisi secara fair. Di samping kemampuan bekerjasama, kemampuan berkompetisi juga diperoleh dari permainan anak-anak. Mereka akan berupaya menyiapkan taktik dan strategi untuk bisa meraih keberhasilan. Pada saat dewasa, kemampuan berkompetisi secara adil itu sangat dibutuhkan.

Kelima, bermain itu menyenangkan anak-anak. Orang menyebut masa anak-anak sebagian besar adalah masa bermain. Memberikan kesempatan yang cukup kepada anak untuk bermain tentu sebuah hiburan yang menyenangkan bagi mereka. Menyenangkan hati anak-anak dengan cara yang positif, siapa orang tua yang tak mengushakannya?

Keenam, mengisi waktu dengan hal-hal yang positif. Melalui permainan tradisional, waktu luang anak-anak benar-benar bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang positif melalui permainan, sekaligus mengurangi bahkan menghindari kemungkinan si anak terpapar pengaruh negatif yang mungkin sama sekali tak mendidik.

Permainan tradisional sudah kuno. Tidak salah.  Bolehlah disebut demikian. Aka tetapi, dilihat dari sisi manfaatnya, maka seyogianya kita kembali kepada 'kekunoan' itu. Memilih kuno tapi bermanfaat atau 'modern' tapi membuat sesat?

Marilah kita bersama berusaha melestarikan permainan tradisional warisan leluhur yang sudah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Permainan tradisional adalah milik kita.  

Kita harus bangga dengan apa yang kita miliki. Lihat, turis asing pun berbondong-bondong datang dan menyaksikan permainan tradisional Indonesia!!

( I Ketut Suweca, 6 Desember 2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun