Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Renungan : Guru Zen dan Sang Profesor

24 November 2012   01:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:45 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sahabat kompasiana, saya baru saja datang dari jalan kaki di sepanjang pantai Segara Penimbangan Singaraja Bali. Usai mandi, sambil menunggu sarapan pagi, tiba-tiba saya ingin menengok kompasiana. Ingin tahu artikel-artikel terbaru dari teman-teman. Ada beberapa tulisan yang sempat saya baca dan komentari. Tapi, kali ini saya pun ingin berbagi. Tentang apa ya? Saya bingung mencari topik lantaranbelum ada inspirasi sama sekali.

Akhirnya saya putuskan untuk mengambil sebuah buku lawas yang bagus isinya. Saya pikir, mengapa tak dibagikan sedikit untuk sahabat kompasianer? Di dalam buku karya Vikas Malkani dan Deepak Chopra yang berjudul The Quantum Happiness ( 2008) itu, ada banyak hal menarik dan bermanfaat yang dapat disimak tentang bagaimana meraih kebahagiaan dengan psikhologi kesadaran. Inilah secuil kisah yang saya petik untuk para sahabat. Yuk kita mulai.

Ini adalah sebuah kisah terkenal Zen tentang seorang profesor Harvard. Profesor ini banyak tahu tentang agama-agama di dunia dan menjadi pakar yang sangat terkenal. Suatu hari, dia merasa bahwa ia memerlukan beberapa liputan media. Lalu, ia merencanakan pergi ke Jepang guna bertemu dengan seorang guru Zen dan berdebat dengannya.

Sekretaris pribadinya telah menelepon sang guru Zen dan memastikan sebuah tanggal pertemuan. Peristiwa ini disorot secara luas oleh media massa. Ketika sang profesor telah sampai di rumah sang guru, seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, sang Guru Zen mulai menyajikan secangkir teh untuknya. Dia menuangkan dan terus menuangkan air teh ke dalam cangkir hingga tumpah karena melewati batas tampung. Air tumpahan teh itu jatuh mengenai sang professor.

“Apa yang sedang Anda lakukan? Mohon hentikan,” katanya.

“Mengapa?,” tanya sang guru Zen.

“Cangkir itu sudah penuh, air tehnya mengalir ke bawah,” jawab sang professor.

Lalu, sang guru Zen memberi tahu dia, ”Demikian pula pikiran Anda sudah penuh dengan diri Anda sendiri, apa yang akan dapat saya berikan lagi untuk Anda?”

Begitulah sahabat kompasianer, kalau cangkir sudah penuh, bagaimana mengisinya lagi?! Semoga menjadi bahan renungan kita semua dalam mengarungi kehidupan ini: betapa berharganya kerendahan hati itu dan kesediaan untuk terus belajar.

Selamat berkarya.

( I Ketut Suweca , 24 November 2012).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun