Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

I Love Writing (16) : Kesalahan Nol Persen, Mungkinkah?

13 Maret 2011   01:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:50 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kata temanku yang penulis, sebelum sebuah naskah dikirim ke media, hendaknya dilakukan perbaikan agar hasilnya lebih baik. Tetapi, terus-terang saja, aku malas melakukannya. Toh di Redaksi media ada editor yang akan mengeditnya. Bagaimana sih sebaiknya?"

Kemalasan adalah pangkal kegagalan. Benarkah ungkapan itu kalau dihubungkan dengan dunia tulis-menulis? Kalau, misalnya, Anda membuat sebuah artikel untuk dikirim ke sebuah surat kabar, tetapi Anda malas memperbaikinya agar menjadi lebih baik, apa kira-kira hasilnya? Akankah artikel Anda itu dimuat di media tersebut? Kemungkinan terbesar adalah : artikel Anda ditolak.

Perbaikan demi perbaikan tidak bisa diabaikan dalam proses penulisan. Perbaikan-perbaikan dilakukan segera setelah Anda menulis keseluruhan isi artikel. Ketiklah keseluruhan isi artikel sampai selesai. Jangan melakukan koreksi di dalam proses penulisan. Tuangkan ide-ide Anda saja sampai tuntas. Setelah selesai ditulis, barulah artikel Anda disempurnakan. Perbaikan dapat dimulai dari awal, dirunut sedemikian rupa hingga akhir, beberapa kali.

Hal-hal apakah yang perlu mendapat perhatian dalam menyempurnakan sebuah artikel? Pertama, perbaikan yang terkait dengan isi/materi tulisan. Pastikan bahwa tulisan Anda menampilkan sesuatu yang baru atau sudut pandang baru terhadap suatu masalah di samping hal-hal yang pada umumnya sudah diketahui masyarakat. Tanpa unsur kebaruan, maka tulisan seperti itu tidak memiliki daya tarik. Unsur kebaruan itulah yang menyebabkan orang tertarik membacanya. Pastikan juga aspek penalaran di dalam tulisan Anda : adakah sudah ditulis secara sistematis dan apakah data dan informasi yang Anda suguhkan tidak ada yang saling bertentangan?

Kedua, perbaikan yang berkenaan dengan tata-bahasa dan pengetikan. Sudahkan Anda menggunakan tata-bahasa yang baik dan benar sebagaimana dikehendaki dalam sebuah tulisan formal? Pemahaman tata-bahasa dan penguasaan kosa-kata yang luas sangat penting dalam memberi kualitas pada sebuah tulisan. Dalam hal pengetikan terakhir, usahakan agar tidak terjadi kesalahan sekecil apapun. Dalam praktiknya ini sulit, tetapi mesti diusahakan secara terus-menerus. Saya mempunyai kebiasaan mengedit tulisan tiga kali bahkan lebih sebelum mengirimkannya ke sebuah media. Kendati pun sudah diperbaiki beberapa kali, peluang terjadinya kesalahan tetap saja ada namun relatif lebih kecil. Ingatlah, hasil akhir artikel yang ditulis menunjukkan tingkat kecermatan/ketelitian penulisnnya. Semakin cermat Anda dalam mengoreksi, semakin terhindar Anda dari kesalahan yang tidak perlu. Usaha untuk mencapai tingkat kesalahan nol persen adalah target yang harus terus diupayakan setiap kali kita menyusun artikel.

Tentu saja perbaikan-perbaikan tersebut menyita cukup banyak waktu dan kadang-kadang membosankan. Tetapi, inilah sebuah pilihan terbaik apabila kita ingin tulisan kita berkualitas dus terhindar dari kesalahan. Berdasarkan pengalaman, saya melakukan perbaikan demi perbaikan sedemikian rupa sampai saya merasa yakin tulisan itu sudah siap dikirim. Pertama-tama saya ketik naskah secara keseluruhan. Usai mengetik, saya akan melakukan editing. Perbaikannya dari awal hingga akhir. Setelah selesai, saya berhenti untuk melupakan naskah itu sejenak. Saya isi waktu dengan kegiatan lain. Sebentar kemudian, saya kembali memperbaikinya dengan lebih cermat. Nah, pada tahap kedua ini kelihatan dengan semakin jelas bagian-bagian yang belum jalan nalarnya atau masih ada kesalahan ketik. Saya perbaiki lagi. Setelah itu, saya biarkan tulisan tersebut menginap semalam. Keesokan harinya menjelang dikirim ke media, saya edit sekali lagi sampai benar-benar mantap. Baru setelah itu saya bulatkan hati untuk mengirim dan menyerahkan naskah itu kepada redaksi.

Dengan perbaikan yang berkali-kali seperti itu saja masih tetap bisa terjadi kesalahan (yang paling sering adalah kesalahan pengetikan), apalagi kurang editing. Kalau naskah kita memperlihatkan banyak kekeliruan, redaksi media akan menilai kita ceroboh bekerja. Jika demikian penilaiannya, bagaimana mungkin naskah kita bakal dimuat? Oleh karena itu, tiada pilihan lain selain berupaya sebisa mungkin memperbaikinya hingga seratus persen tanpa kesalahan. Ya, sebisanya tingkat kesalahannya adalah nol persen. Dengan begitu, di samping peluang diterima dan dimuat redaksi kian besar, Anda pun tampak cermat dalam bekerja. Betapa pun, karya Anda menunjukkan siapa Anda sesungguhnya.

Nah, bagaimana pendapat sahabat kompasianer?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun