Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

I Love Writing (15): Mood, Dapatkah Diandalkan?

8 Maret 2011   02:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:59 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku menulis berdasarkan mood saja. Kalau lagi pingin menulis, baru aku menulis. Kalau sedang tidak mood, sulit bagiku untuk memaksakan diri menghadapi komputer dan menulis. Akan tetapi, dengan cara seperti sekarang ini, bagaimana aku bisa lebih produktif?”

Kapan dan bagaimana menulis adalah persoalan pribadi. Orang bisa menulis kapan saja dia mau. Setiap orang juga bisa berbeda jawabannya apabila ditanyakan bagaimana ia menulis. Masing-masing memiliki cara-cara yang unik dengan tempo kerja yang berbeda. Salah satunya adalah persoalan yang menyangkut mood. Ada yang menunggu mood dulu untuk menulis. Dengan kata lain, kalau ada dorongan hati untuk menulis, barulah yang bersangkutan duduk di belakang komputer dan mengetikkan ide-idenya. Kalau tidak ada dorongan hati itu, ya tidak menulis. Sebaliknya, ada juga yang tidak menghiraukan mood, ia menulis dan menulis saja, tak peduli ada dalam dorongan hati untuk menulis atau tidak.

Mari kita perhatikan ikhwal menulis dengan mengandalkan mood. Kalau kita memilih menulis dengan mood atau dorongan hati, maka tulisan-tulisan yang kita hadirnya kurang terjamin kontinuitasnya. Mood itu, kadang datang, kadang tidak. Kalau datang, kita harus segera mengikatnya dengan cara menuliskannya agar tidak kehilangan mood itu. Kita harus meresponnya dengan menangkap ide-ide yang meluncur ke luar dari ruang pikiran ke atas kertas. Kalau tidak, kita akan ditinggalkan olehnya. Ditinggalkan? Ya, karena jika tidak mendapat perhatian yang cukup, biasanya ide-ide yang mengalir deras itu tiba-tiba saja lenyap dan pupuslah harapan kita untuk menangkapnya kembali.

Sebagian orang memandang bahwa menulis dengan mood lebih memungkinkan untuk mendapatkan karya yang bernas atau berbobot. Mengapa? Alasannya, karena sebelum ditulis ide-ide itu sudah ada dalam benak si penulis. Bagaikan sebuah proses kehamilan, 'janin' tulisan itu sudah cukup mengalami pematangan di dalam pikiran penulisnya. Begitu tiba waktunya, maka menetaslah ide-ide itu dengan tingkat kematangan yang cukup. Dengan begitu, bobot sebuah tulisan diyakini lebih baik karena sudah melewati proses perenungan atau pematangan di dalam benak penulisnya. Kendati pun begitu, hal ini tidaklah berlaku mutlak. Mungkin saja terjadi, seseorang tidak memikirkan sebuah ide apa pun sebelum menulis. Begitu muncul gairah menulis, baru ia mulai memikirkan ide yang akan ditulis dalam waktu singkat.

Lain halnya dengan menulis yang tidak berdasarkan mood. Cara penulisan jenis ini mengupayakan untuk berkarya secara kontinu, mungkin setiap minggu, setiap dua minggu, atau sebulansekaliuntuk menghasilkan sebuah artikel. Akan tetapi, kalau berniat untuk mengasah kemampuan menulis sekaligus mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, sebaiknya diusahakan menulis setiap hari selama 30 menit. Menulis 30 menit setiap hari akan sangat membantu siapa pun yang ingin meningkatkan keterampilan menulis, kecerdasan, dan produktivitasnya. Setiap kali menulis, kalau mampu menghasilkan minimal 1 halaman A4, misalnya, sudah bagus. Hasil karya itu kemudian diposting ke blog, ke kompasiana, atau ke media lainnya. Anda sudah dapat memprediksi berapa tulisan yang bakal Anda hasilkan setiap tahunnya.

Jangan lupa memperhatikan perkembangan kemampuan menulis yang Anda peroleh, apakah mencapai kemajuan atau tidak. Caranya gampang saja. Bandingkan tulisan Anda pada saat pertama kali memposting dengan tulisan di akhir satu tahun pertama. Tanyakan kepada diri sendiri, adakah kemajuan yang Anda peroleh di bidang teknik dan isi tulisan Anda itu? Jika Anda bertekun dan melewati setiap postingan tersebut dibarengi dengan kesediaan belajar dan belajar, niscaya tulisan Anda akan semakin bagus bersamaan dengan berjalannya waktu. Semakin banyak waktu yang Anda sisihkan untuk menulis semakin meningkat kualitas dan kuantitas karya Anda.

Persoalan bobot tulisan tidaklah banyak bergantung pada apakah Anda bekerja dengan mood atau tidak. Kedua-duanya membuka peluang untuk terwujudnya tulisan yang berkualitas atau tulisan yang tidak/kurang berbobot. Yang paling menentukan adalah, apakah selama proses penulisan itu Anda belajar? Yang berbeda hanya tingkat produktivitas Anda : menulis dengan mengandalkan mood semata cenderung tidak seproduktif dibanding menulis dengan menjadikannya sebagai kegiatan rutin dan wajib.

Jadi, bagaimana? Silakan memilih menulis berdasarkan mood yang muncul sewaktu-waktu atau menulis secara rutin setiap hari selama 30 menit, misalnya. Pilihlah yang terbaik menurut Anda. Selamat menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun