Mohon tunggu...
I Ketut Suweca
I Ketut Suweca Mohon Tunggu... Dosen - Dosen - Pencinta Dunia Literasi

Kecintaannya pada dunia literasi membawanya suntuk berkiprah di bidang penulisan artikel dan buku. Baginya, hidup yang berguna adalah hidup dengan berbagi kebaikan, antara lain, melalui karya tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

I Love Writing (8) : Seberapa Pentingkah Bakat Menulis?

17 Februari 2011   05:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:31 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Banyak orang beranggapan bahwa tanpa bakat,  predikat penulis  tak akan pernah  dicapai apalagi untuk bisa  menjadi penulis terkenal. Akan tetapi,  aku sendiri tidak tahu apakah aku berbakat menulis atau tidak.  Sebetulnya,  seberapa penting sih bakat itu dalam membawa kesuksesan bagi seseorang?"

Apakah dapat dipastikan seseorang itu berbakat atau  tidak sebelum dia mengerjakan  suatu bidang  pekerjaan?  Bakat, kalau  pun  ada, baru akan muncul setelah seseorang memberikan segenap sumber daya yang dimiliki untuk suatu  bidang tugas/pekerjaan yang digeluti. Setelah seseorang menghasilkan  suatu  karya yang dapat dibanggakan, barulah orang disebut berbakat. Mari kita terlebih dahulu  mencoba memahami seperti apa ciri-ciri orang berbakat sekaligus  untuk mengetahui seperti ada sebetulnya pengertian bakat itu.

Menurut  pendapat  saya,  orang yang berbakat dalam  suatu  bidang  pekerjaan adalah dia yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1.      Tidak cepat bosan atau jenuh tatkala mengerjakan pekerjaan tersebut. Bosan adalah persoalan yang bersifat manusiawi karena, misalnya,   mengerjakan sesuatu dalam  kurun  waktu yang lama tanpa jeda. Tetapi, dalam konteks ini, dia yang berbakat jarang merasa bosan dengan pekerjaan yang digelutinya, bahkan dia betah berlama-lama mengerjakan hal itu.

2.      Merasa senang  mengerjakan pekerjaan itu, bahkan sangat menikmati prosesnya. Rasa senang terhadap pekerjaan  ini yang menjauhkannya dari rasa bosan.

3.      Rela bekerja walaupun tanpa dibayar. Artinya, honor atau imbalan  materi  tidak menjadi faktor terpenting baginya untuk melakukan  pekerjaan. Semata-mata karena merasa senang mengerjakan dengan  imbalan kepuasan batin sajalah orang rela bekerja walau tidak dibayar.

4.      Semakin lama semakin intens belajar. Dia bekerja sekaligus belajar. Dalam proses ini,  ketika mencapai tahapan keberhasilan, ia akan lebih termotivasi lagi  untuk mencapai keberhasilan berikutnya sehingga bersedia untuk terus-menerus belajar dan  belajar tanpa ada orang lain yang menyuruh atau memerintahkannya.

5.      Merasa sangat asyik dalam dunianya. Artinya, yang bersangkutan  asyik-masyuk dalam  pekerjaan yang ditekuninya, sehingga bisa  lupa waktu.  Dia sering berada dalam  keadaan  tenggelam  dalam pekerjaan, sehingga terjadi pelibatan  secara total, lahir dan batin.

6.      Kalau tidak mengerjakan pekerjaan itu dalam waktu yang cukup lama, maka dia akan diserang rasa rindu yang sangat kuat untuk kembali mengerjakan pekerjaan tersebut sesegera mungkin.

Melalui uraian di atas,  saya  mencoba  menggambarkan bagaimana sikap dan  perilaku seseorang yang memiliki bakat dalam  bidang  pekerjaan  tertentu. Bakat ini, acapkali tidak hanya tampak untuk satu jenis pekerjaan, bahkan  bisa dua atau lebih. Setiap orang dimungkinkan memiliki lebih dari satu bakat.

Banyak orang berpendapat bahwa kesuksesan adalah bakat ditambah latihan. "Masalahnya dengan pandangan ini adalah semakin dekat para psikolog menelaah karier mereka yang berbakat, maka  sepertinya semakin kecil peranan bakat bawaan dan semakin besar peranan latihan,"  tulis Malcolm Gladwell dalam  Outliers. Dapatkah hal ini diartikan bahwa latihan yang penting, bukan bakat?

Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mencapai puncak keberhasilan  tingkat dunia diperlukan latihan yang bekesinambungan  selama  sepuluh ribu jam.  "Pemikiran bahwa keberhasilan dalam  melakukan sebuah tugas yang kompleks mensyaratkan adanya jumlah minimum  latihan  mengemukan berulangkali dalam penelitian tentang cara memperoleh keahlian dalam  sebuah  bidang. Sebenarnya, para peneliti telah  mendapatkan sesuatu yang mereka yakini menjadi angka ajaib agar seseorang menjadi ahli:sepuluh ribu jam," imbuh Gladwell.

Ya, sepuluh ribu jam diperlukan untuk mencapai keahlian di tingkat dunia. Bagaimana dengan  keahlian di bidang tulis-menulis?  Bagaimana kalau keahlian tingkat nasional saja?  Atau,  bersediakah  kita untuk meluangkan  waktu  sepuluh  ribu jam agar bisa berpredikat ahli dan terkenal di dunia  seperti Bill Gates dan The Beatles?

Bagaimana pendapat Anda, sahabat kompasianer?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun