Kesiapan infrastruktur teknologi di Indonesia juga perlu diperhatikan. Untuk mendukung penerapan CBDC secara efektif, jaringan internet yang lebih luas dan aman harus tersedia. Selain itu, sistem pembayaran yang terintegrasi dengan baik juga diperlukan untuk memastikan bahwa pengguna dapat melakukan transaksi dengan mudah dan aman.
Terakhir, pendidikan publik mengenai CBDC sangat penting untuk memastikan adopsi yang sukses. Masyarakat perlu diberikan informasi yang cukup mengenai manfaat dan cara penggunaan CBDC agar tidak ada keraguan atau ketakutan dalam beralih dari uang tunai ke bentuk digital.
Penerapan Central Bank Digital Currency (CBDC) di Indonesia menyimpan potensi besar dalam mempercepat transformasi digital di sektor keuangan. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan tingkat penetrasi internet yang tinggi, CBDC dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperluas inklusi keuangan, terutama bagi populasi yang selama ini tidak terjangkau oleh layanan perbankan tradisional. Berdasarkan survei literasi keuangan 2022, sekitar 30% populasi dewasa Indonesia belum memiliki rekening bank, dan hal ini menunjukkan adanya peluang besar bagi CBDC dalam menyediakan solusi pembayaran digital yang mudah diakses, aman, serta dapat diandalkan. Melalui CBDC, masyarakat di wilayah terpencil atau sulit dijangkau perbankan dapat melakukan transaksi keuangan dengan lebih cepat dan aman tanpa harus mengandalkan infrastruktur fisik, seperti ATM atau kantor cabang bank. Selain itu, CBDC berpotensi meningkatkan efisiensi sistem pembayaran di Indonesia, karena mampu mengurangi biaya transaksi serta memungkinkan transaksi yang lebih cepat dengan meminimalisasi ketergantungan pada lembaga perantara keuangan seperti bank atau perusahaan pembayaran digital lainnya. Hal ini mendukung visi Bank Indonesia dalam menciptakan sistem pembayaran yang inklusif, aman, dan kompetitif di era digitalisasi ekonomi.
Namun, meskipun memiliki potensi besar, penerapan CBDC di Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan, baik dari sisi teknologi, regulasi, maupun sosial. Salah satu tantangan utama adalah kesiapan infrastruktur teknologi. Mengingat bahwa sistem CBDC akan membutuhkan jaringan yang aman dan andal untuk memproses transaksi secara real-time, Bank Indonesia perlu mengembangkan atau mengintegrasikan infrastruktur teknologi yang berkapasitas tinggi dan memiliki kemampuan untuk melindungi data pengguna. Kendala lain adalah konektivitas internet yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia, yang dapat menghambat transaksi CBDC secara optimal, terutama di daerah pedesaan atau terpencil. Selain itu, aspek keamanan siber dan privasi data juga menjadi isu krusial. Sebagai mata uang digital, CBDC rentan terhadap ancaman peretasan atau pencurian data, sehingga diperlukan investasi besar pada teknologi enkripsi dan keamanan jaringan untuk memastikan data pribadi pengguna terlindungi sesuai dengan peraturan perlindungan data yang berlaku. Kepercayaan publik terhadap keamanan dan privasi transaksi akan sangat berpengaruh terhadap adopsi CBDC; maka dari itu, Bank Indonesia harus menjamin bahwa sistem keamanan yang diterapkan dapat mengurangi risiko siber dan membangun kepercayaan masyarakat.
Di sisi lain, rendahnya literasi digital dan keuangan masyarakat Indonesia juga menjadi tantangan signifikan. Keberhasilan implementasi CBDC tidak hanya bergantung pada aspek teknis atau regulasi, tetapi juga pada pemahaman masyarakat akan manfaat dan cara penggunaannya. Sebagai contoh, di berbagai wilayah, masyarakat mungkin masih terbiasa dengan pembayaran tunai atau metode konvensional lain, sehingga mereka memerlukan program literasi digital dan edukasi keuangan yang dapat membantu mereka mengadopsi teknologi baru ini. Edukasi yang memadai akan memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai manfaat CBDC, sekaligus meningkatkan kepercayaan dalam penggunaannya.
Penerapan CBDC juga dapat memengaruhi stabilitas sektor perbankan serta pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Salah satu dampak potensial adalah risiko disintermediasi perbankan, di mana masyarakat lebih memilih menyimpan uang dalam bentuk CBDC dibandingkan menyimpan dana di bank komersial. Jika hal ini terjadi dalam skala besar, bank dapat kehilangan likuiditas yang selama ini digunakan untuk fungsi intermediasi keuangan, seperti pemberian kredit kepada masyarakat. Situasi ini berpotensi mengganggu stabilitas sektor perbankan dan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, Bank Indonesia perlu merancang mekanisme agar CBDC dapat dimanfaatkan secara seimbang dengan fungsi perbankan tradisional, sehingga tidak menimbulkan disrupsi yang merugikan sektor keuangan nasional. Selain itu, CBDC juga berpotensi mempengaruhi kebijakan moneter, terutama dalam pengendalian jumlah uang beredar. Dengan adanya CBDC, Bank Indonesia dapat memantau aliran uang secara real-time, sehingga dapat merespons perubahan kondisi ekonomi dengan lebih cepat dan tepat. Namun, fleksibilitas kebijakan moneter menjadi sangat diperlukan agar CBDC tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kestabilan moneter.
Agar CBDC dapat diimplementasikan secara efektif dan berkelanjutan, Bank Indonesia memerlukan strategi implementasi yang matang serta kerangka regulasi yang jelas. Implementasi CBDC akan memerlukan kolaborasi multi-pihak, termasuk antara Bank Indonesia, perbankan, sektor swasta, serta lembaga pemerintah terkait. Kolaborasi ini penting untuk mendukung kesiapan seluruh pihak dalam mengembangkan infrastruktur yang memadai, menyusun regulasi yang komprehensif, serta memastikan kesuksesan pelaksanaan CBDC. Sebagai langkah awal, Bank Indonesia dapat mengadopsi pendekatan uji coba atau piloting CBDC di beberapa wilayah tertentu untuk mengevaluasi kesiapan infrastruktur serta mengidentifikasi kendala yang mungkin muncul dalam penerapan CBDC secara nasional. Selain itu, diperlukan regulasi yang mendukung untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi konsumen. Regulasi ini mencakup perlindungan konsumen, kepatuhan terhadap anti-pencucian uang (AML) dan pendanaan terorisme (CFT), serta perlindungan data pribadi pengguna.
Bank Indonesia juga perlu memastikan bahwa infrastruktur teknologi yang memadai telah dipersiapkan sebelum implementasi CBDC secara luas. Teknologi blockchain atau ledger terdistribusi dapat menjadi opsi yang efektif dalam mendukung CBDC, namun Bank Indonesia juga perlu mempertimbangkan kemampuan sistem tersebut untuk memproses volume transaksi yang tinggi dengan efisien. Uji coba dan penerapan bertahap akan memungkinkan Bank Indonesia untuk mengevaluasi kinerja teknologi yang digunakan serta menyesuaikan dengan kebutuhan pasar domestik. Selain itu, dukungan terhadap pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sangat penting agar CBDC dapat diterima secara luas. Dengan memperluas akses CBDC kepada UMKM, sistem pembayaran digital ini dapat mendorong produktivitas serta meningkatkan daya saing sektor usaha kecil di era ekonomi digital.
Secara keseluruhan, penerapan CBDC di Indonesia menawarkan potensi yang besar dalam mendukung inklusi keuangan, meningkatkan efisiensi sistem pembayaran, dan memperkuat transformasi digital di sektor keuangan. Namun, berbagai tantangan dari sisi teknologi, regulasi, keamanan, dan literasi perlu diatasi dengan hati-hati agar implementasi CBDC dapat berjalan secara aman dan berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa CBDC mampu memberikan manfaat optimal bagi perekonomian Indonesia. Dengan persiapan yang matang dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan, CBDC berpotensi menjadi instrumen yang mendukung stabilitas sistem keuangan nasional dan meningkatkan daya saing Indonesia di era ekonomi digital global.
Penerapan Central Bank Digital Currency (CBDC) di Indonesia memiliki potensi signifikan dalam meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi sistem pembayaran. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan penetrasi internet yang tinggi, CBDC dapat menjembatani kesenjangan akses ke layanan perbankan, terutama bagi masyarakat yang tidak terlayani. Selain itu, teknologi seperti blockchain dapat mempercepat transaksi dan mengurangi biaya, mendukung daya saing ekonomi digital Indonesia di tingkat global.Namun, tantangan besar juga harus dihadapi sebelum implementasi CBDC, termasuk pengembangan infrastruktur teknologi yang memadai, keamanan siber, dan literasi digital masyarakat. Keberadaan regulasi yang jelas sangat penting untuk mencegah risiko penyalahgunaan dan memastikan perlindungan data pribadi pengguna. Selain itu, ada kekhawatiran mengenai dampak CBDC terhadap stabilitas sektor perbankan, terutama risiko disintermediasi jika masyarakat lebih memilih menyimpan CBDC daripada dana di bank komersial.Untuk mengatasi tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat diperlukan. Bank Indonesia harus melakukan kajian mendalam dan uji coba untuk memastikan kesiapan infrastruktur serta merancang kebijakan yang menjaga stabilitas sistem keuangan. Dengan persiapan matang dan pendekatan yang hati-hati, CBDC dapat menjadi instrumen yang mendukung transformasi digital di Indonesia dan memperkuat posisi negara dalam ekonomi global.
Penulis: Team Public Relation Department ECOFINSC FEB Undip