Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Isu Kenaikan PPN 12 Persen dan Bagaimana Efeknya terhadap Perekonomian Indonesia

27 Mei 2024   15:10 Diperbarui: 27 Mei 2024   16:35 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Ecofinsc

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak yang dikenakan oleh pemerintah Indonesia terhadap transaksi jual beli barang dan jasa. PPN memiliki peran penting dalam menghasilkan pendapatan negara dan membantu pemerintah dalam mengelola keuangan negara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, PPN telah mengalami kenaikan beberapa kali, termasuk kenaikan terbaru sebesar 12% pada tahun 2023. Kenaikan PPN ini telah menimbulkan perhatian dan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pelaku bisnis karena dianggap dapat mempengaruhi perekonomian Indonesia.

Kenaikan PPN 12% dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia, terutama terhadap konsumen dan pelaku bisnis. Konsumen dapat mengalami peningkatan biaya hidup, sehingga dapat mempengaruhi pola konsumsi dan gaya hidup. Sementara itu, pelaku bisnis dapat mengalami penurunan pendapatan dan profit, sehingga dapat mempengaruhi turunnya investasi dan pertumbuhan ekonomi.

Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas tentang kenaikan PPN dan dampaknya terhadap perekonomian, salah satunya seperti, penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Widyastuti (2019) menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi harga barang dan jasa, sehingga dapat mempengaruhi konsumsi dan investasi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Widiyanto dan Siregar (2020) menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi pendapatan negara dan pertumbuhan ekonomi. 

Kurniawan dan Widiyanto (2020) juga menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi struktur industri, terutama industri yang memiliki margin keuntungan yang sempit. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Widyastuti (2020) menyatakan bahwa kenaikan PPN dapat mempengaruhi tingkat pengangguran, terutama masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.

Maka dari itu, di dalam kajian ini kita berusaha menginvestigasi lebih lanjut mengenai kenaikan PPN 12% dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Kita juga ingin mengetahui bagaimana kenaikan PPN ini mempengaruhi konsumsi, investasi, pendapatan negara, dan pertumbuhan ekonomi, serta bagaimana kenaikan PPN ini mempengaruhi struktur industri dan tingkat pengangguran.

Dengan demikian, kajian ini bertujuan untuk menginvestigasi dan menganalisis dampak kenaikan PPN 12% terhadap perekonomian Indonesia, serta memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pelaku bisnis untuk menghadapi dampak kenaikan PPN ini.

Merujuk pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tertulis bahwa pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11% yang diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12% yang berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Adanya kenaikan PPN ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang dan membantu membiayai APBN (Majid et al., 2023). 

Akan tetapi, isu kebijakan PPN 12% mendapatkan kontra dari berbagai pihak karena waktunya yang dinilai kurang tepat karena masih banyak masyarakat yang pendapatannya belum stabil. Menurut (Agasie & Zubaedah, 2022), ketika Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengalami kenaikan menjadi 11%, per 1 April 2022 yang ternyata berdampak pada timbulnya pro dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat, menandakan bahwa dengan adanya kenaikan tarif PPN, terdapat pihak yang merasa diuntungkan maupun dirugikan.

Ada beberapa alasan mengapa pemerintah menaikkan tarif PPN ditengah kebutuhan yang sedang meningkat.  Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, negara-negara berkembang yang tergabung dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) tarif PPN nya berada di angka 15%, Indonesia saat ini sudah berada di angka 11% dan akan dinaikkan menjadi 12% pada tahun 2025, sehingga kenaikan tarif PPN 12% ini diharapkan mampu menyerupai negara berkembang lainnya secara perlahan. Selain itu, alasan lain naiknya tarif PPN adalah untuk meningkatkan penerimaan anggaran guna memperbaiki situasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang selama ini terus mengalami defisit (Nurhidayah, 2021). Oleh karena itu, pemerintah memilih PPN sebagai ruang yang tepat untuk menghidupkan kembali APBN.

Kenaikan tarif PPN akan membantu mengoptimalkan penerimaan perpajakan yang lebih pasti dibandingkan dengan pajak penghasilan dikarenakan pengendaliannya lebih mudah. Oleh karena itu, adanya kenaikan tersebut dapat memicu peningkatan penerimaan negara sehingga pemerintah dapat menetapkan APBN  dengan lebih ideal. Di mana kondisi tersebut pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat sebab pemerintah tentunya menyusun APBN dengan orientasi untuk menyejahterakan masyarakat. Dampak positif lainnya yaitu kenaikan tarif PPN dapat digunakan sebagai langkah untuk menstabilkan ekonomi negara. Hal tersebut dapat dicapai karena kenaikan tarif tersebut akan mendorong peningkatan penerimaan perpajakan sehingga secara langsung akan menaikkan tax ratio negara. Rasio pajak menunjukkan jumlah pajak yang diterima sebagai persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semakin tinggi tax ratio, semakin kokoh pula sumber pendanaan yang dimiliki suatu negara. Negara-negara maju biasanya memiliki tax ratio yang tinggi. Dengan fondasi perpajakan yang kuat tersebut dapat mendorong stabilitas ekonomi negara.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat pakar Universitas Muhammadiyah Sidoharjo, Dr. Aji "Di sisi positif, memang kenaikan PPN bisa menjadi sumber pendapatan tambahan bagi pemerintah yang dapat digunakan untuk mendukung program-program fiskal seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun, efektivitas penggunaan dana tambahan ini harus dipertimbangkan dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar bagi masyarakat". 

Akan tetapi adanya kenaikan PPN menjadi 12% tentunya tidak hanya berdampak positif, kenaikan PPN juga memiliki dampak negatif seperti naiknya harga barang dan jasa yang diperdagangkan, sehingga akan mengurangi daya beli masyarakat. Apabila daya beli masyarakat menurun, maka perputaran uang akan berkurang dan berakibat pada lesunya dunia bisnis. 

Dengan adanya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan berimgbas pada meningkatnya harga barang dan jasa, dikarenakan pihak yang terdampak dari kenaikan PPN adalah konsumen di tingkat akhir atau pembeli.  Imbas dari naiknya PPN mempengaruhi harga sejumlah barang dan kebutuhan masyarakat, maka masyarakat memangkas kebutuhan pengeluaran seperti kebutuhan makan dikarenakan harga kebutuhan pokok naik ditambah dengan adanya kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN). 

Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% juga akan mempengaruhi daya beli masyarakat dikarenakan kenaikan PPN yang terus naik dalam biaya produksi dan konsumsi yang membuat daya beli masyarakat melemah. Apabila daya beli yang menurun, maka utilitas dan penjualan melemah sehingga kinerja keuangan ikut terdampak dan tenaga kerja menurun (CNN Indonesia, 2021). 

Kenaikan PPN 12% ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Dengan pengelolaan yang cermat dan bijaksana, kebijakan ini dapat menjadi pendorong pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, dikhawatirkan akan memperparah kesenjangan sosial dan menghambat kemajuan bangsa. Oleh karena itu, dialog dan kerjasama antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat sipil sangatlah penting. Dengan saling memahami dan bekerja sama, semua pihak dapat berkontribusi untuk mewujudkan dampak positif dari kenaikan PPN 12% ini bagi perekonomian Indonesia. 

References

Julito, K. A., & Ramadani, I. (2023). Dampak dan Kontribusi Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai Menjadi 11%. Media Akuntansi Perpajakan. http://journal.uta45jakarta.ac.id/index.php/MAP

Meliala, T., & Oetomo, F. W. (2008). Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Semesta Media.

Romadhona. (https://umsida.ac.id/kenaikan-ppn-jadi-12-ini-kata-ekonom-umsida/). Awal Tahun 2025 PPN Naik Jadi 12%, Pakar Umsida Beri Tanggapan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun