Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Jurnalis - Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Cryptocurrency: A Significant Contributor to Global Pollution

27 Desember 2023   14:03 Diperbarui: 27 Desember 2023   14:07 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          

     Aset digital yang menggabungkan uang tunai dan kriptografi dikenal sebagai mata uang kripto atau cryptocurrency. Jaringan peer-to-peer dan blockchain publik seringkali menjadi fondasi mata uang kripto, yang memungkinkan para peserta jaringan untuk memvalidasi transaksi keuangan. Mayoritas mata uang kripto terdesentralisasi, yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sistem keuangan konvensional yang tersentralisasi, termasuk transaksi yang cepat dan biaya transaksi yang rendah. Bitcoin merupakan mata uang kripto pertama yang didirikan pada tahun 2008. Pasar mata uang kripto telah berkembang sejak diperkenalkannya Bitcoin dan hingga saat ini terdapat lebih dari 17.000 proyek mata uang kripto yang berbeda, dimana lebih dari 9.000 diantaranya aktif. Kemudian terdapat lebih dari 1.800 pekerja full-time dan nilai pasar yang lebih dari $1,7 triliun, yang hampir sama dengan GDP Italia. 

Operasi cryptocurrency menggunakan algoritma konsensus intensif energi seperti Proof of Work (PoW) dan juga telah dikaitkan dengan konsumsi energi yang signifikan, sering kali bersumber dari energi tak terbarukan yang menghasilkan jejak karbon yang besar. Ketika aset digital menjadi lebih terintegrasi ke dalam sistem keuangan global, sangat penting untuk secara holistik memahami dan mengatasi dampaknya terhadap lingkungan. 

Cryptocurrency and Energy Consumption

Beberapa dekade terakhir telah terjadi peningkatan konsumsi energi dan emisi CO2 di seluruh dunia. Menurut International Energy Agency (IEA), emisi CO2 dari pembangkit listrik pada tahun 2021 tumbuh secara global sebesar 7%. Proyek cryptocurrency juga tidak ketinggalan dalam menyumbang emisi CO2 di dunia. Penggunaan energi dan dampak karbon dari pasar Bitcoin juga berkembang, Bitcoin mengonsumsi energi listrik dalam jumlah yang tinggi. Menurut perkiraan, Bitcoin mengonsumsi listrik pada tingkat tahunan sebesar 127 terawatt-hours (TWh), 15 TWh untuk Ethereum, dan 100 TWh untuk Bitcoin Cash. Konsumsi energi ini melebihi seluruh pengguna listrik tahunan di banyak negara. Memproduksi energi tersebut memancarkan sekitar 65 megaton karbon dioksida ke atmosfer setiap tahunnya - sebanding dengan emisi karbon negara Yunani - yang menjadikan cryptocurrency sebagai kontributor signifikan terhadap polusi udara global dan perubahan iklim. Proyek cryptocurrency lain seperti Ethereum juga didasarkan pada algoritma konsensus Proof of Work (PoW). Oleh karena itu, Ethereum dikaitkan dengan masalah yang sama dengan konsumsi energi listrik dan jejak karbon. Ethereum telah mengusulkan Ethereum 2.0 untuk mengatasi sebagian besar masalah dengan BTC dan ETH serta dapat digunakan untuk mengembangkan pasar tanpa membahayakan lingkungan. Ini akan secara drastis mengurangi konsumsi energi blockchain berbasis Ethereum sekitar 99,95%.

Konsumsi energi yang tinggi dari cryptocurrency seperti Bitcoin disebabkan oleh mining process. Proses ini membutuhkan daya komputer yang kuat dan besar, yang pada saat penggunaannya membutuhkan energi listrik dalam jumlah besar. Bitcoin mining merupakan proses pembuatan koin baru dan verifikasi transaksi, didasarkan pada pemecahan masalah matematika yang rumit dan menambahkannya ke dalam blockchain. Blockchain adalah sebuah database yang menyimpan informasi secara kronologis dalam bentuk blok. Blok-blok ini memiliki kapasitas penyimpanan informasi yang terdiri dari informasi yang tersimpan, time-stamp, nilai hash dari blok sebelumnya, dan nomor identifikasi unik yang disebut nonce. Setelah sebuah blok terisi, blok tersebut ditambahkan atau dirantai ke blok yang telah diisi sebelumnya, dengan demikian menciptakan sebuah blockchain. Selain itu, setiap perubahan pada sebuah blok terdeteksi oleh nilai hash untuk blok tersebut, membuatnya mudah untuk mengidentifikasi penipuan. 

Pengguna jaringan atau yang bisa juga disebut dengan miners yang telah menyelesaikan persamaan matematika tercepat tidak hanya mengesahkan transaksi tetapi juga mendapatkan hadiah kecil untuk kesulitan mereka dalam bentuk pembayaran Bitcoin. Upaya yang berhasil diberikan adalah sejumlah Bitcoin (BTC) sebagai hadiah untuk setiap blok yang dipecahkan. Hadiah per-blok adalah 6,25 BTC sejak pembagian terbaru yang terjadi pada 11 Mei 2020. Dengan hampir 140.000 blok yang tersisa untuk di mining berikutnya diperkirakan akan terjadi pada 26 Maret 2024.

Faktor yang mempengaruhi tingginya konsumsi energi terhadap cryptocurrency:

  • Proof of Work (PoW) Bitcoin dan banyak mata uang kripto lainnya menggunakan mekanisme konsensus Proof of Work yang pertama kali dikenalkan oleh Satoshi Nakamoto, dimana miners berkompetisi untuk memecahkan teka-teki matematika yang rumit. Dan hal ini membutuhkan daya komputer dalam jumlah besar dan juga menghabiskan energi listrik yang besar.

  • Mining Hardware, menggunakan perangkat keras khusus seperti Application-Specific Integrated Circuits (ASIC), menghabiskan lebih banyak energi. Mesin-mesin ini dirancang untuk melakukan mining, yang mengonsumsi banyak energi.

  • Mining pools, untuk meningkatkan peluang miners untuk berhasil menambang sebuah blok.

  • Geographical Distribution, lokasi operasi mining sangatlah penting. Listrik yang murah sering kali dihasilkan dari sumber yang tidak terbarukan (nonrenewable sources), hal tersebut dapat menarik miners baru tetapi juga berkontribusi pada jejak karbon yang lebih besar.

Jutaan transaksi dilakukan setiap hari untuk menukarkan mata uang kripto dan pasar saham juga beroperasi selama 24 jam sehari. Mata uang kripto juga menjadi kontributor yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global karena jejak karbonnya yang tinggi. Hal ini telah diprediksi bahwa Bitcoin sendiri dapat meningkatkan suhu global sebesar 2 derajat C dalam tiga dekade ke depan. Sebagai konsekuensi dari konsumsi energi listrik yang tinggi, mata uang digital juga ditemukan memiliki jejak karbon yang tinggi. Jejak karbon Bitcoin sendiri diperkirakan mencapai 63 MtCO2 pada tahun 2018 dan 55 MtCO2 pada tahun 2019. Terdapat studi lain yang dilakukan pada tahun 2018 menyatakan jejak karbon sebesar 38,73 MtCO2, yang setara dengan Denmark, lebih besar dari 700.000 transaksi Visa, dan hampir 49.000 jam menonton YouTube. 

Studi Benchmarking Ast Kripto Digital ke-3 (GCBS) yang dilakukan oleh Universitas Cambridge pada tahun 2020 menemukan rata-rata 39% dari pangsa energi terbarukan dalam Proof of Work (PoW) mining. Dengan mempertimbangkan jejak karbon yang tinggi dari cryptocurrency ini, dapat disimpulkan bahwa masih ada beban yang cukup besar pada sumber energi tidak terbarukan seperti bahan bakar fosil. 

Mengapa Bitcoin menggunakan banyak energi?

Dalam pengoperasian Bitcoin dibutuhkan komputer yang besar dan kuat yang dialiri oleh energi listrik dan berkontribusi terhadap penggunaan energi secara keseluruhan. Terdapat mining rig yang digunakan dengan beberapa graphics processing units (GPU) dan melakukan pekerjaan untuk menyelesaikan perhitungan. Rig biasanya menggunakan GPU yang kuat dari Nvidia dan AMD untuk menangani kalkulasi dan membutuhkan daya watt yang tinggi. Sebuah rig yang bekerja 24 jam sehari dengan tiga GPU dapat mengonsumsi daya 1.000 watt atau lebih saat dijalankan, setara dengan menyalakan unit AC ukuran sedang, sedangkan bisnis mining crypto dapat memiliki ratusan atau bahkan ribuan rig di satu lokasi. 

Energi yang digunakan untuk pembangkit listrik tidak hanya dari bahan bakar fosil seperti batu bara, tetapi juga dapat menggunakan sumber energi terbarukan. Penggunaan sumber listrik terbarukan mungkin telah menurun terhadap mining di Cina. sumber energi listrik terbarukan yang menjadi bahan bakar jaringan Bitcoin menurun dari rata-rata 41,6% pada tahun 2020 menjadi 25,1% pada bulan Agustus 2021. Penjelasan ini mungkin karena jaringan Bitcoin tidak lagi memiliki akses ke energi terbarukan dan masing-masing menargetkan cara baru untuk menghadirkan energi yang lebih ramah lingkungan pada Bitcoin, yang membuat miners bermigrasi ke negara lain seperti Kazakhstan dan Amerika Serikat.

Sebuah pusat penambangan di Kazakhstan dilengkapi untuk menjalankan 50.000 rig mining, dan mining lain di Cina yang merupakan Bitcoin mining kedua terbesar di dunia memiliki tagihan listrik bulanan lebih dari $1 juta karena mining 750.000 bitcoin per-bulannya. Dan Cina dipandang sebagai negara yang paling banyak mengonsumsi batu bara di dunia yang digunakan sebagai sumber utama pembangkit listrik. Rig tidak hanya menghabiskan daya, tetapi juga menghasilkan panas. Semakin banyak rig yang dimiliki, maka ruangan yang digunakan akan cepat panas dan pastinya akan membutuhkan pendingin eksternal, yang pada gilirannya pasti akan membutuhkan lebih banyak listrik.

Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan konsumsi energi Bitcoin?

Memecahkan masalah konsumsi energi Bitcoin yang sangat besar tidak perlu kembali ke sistem sebelumnya seperti Visa, lagipula janji utama Bitcoin adalah menghilangkan perantara seperti jaringan kartu dan kekuasaan mereka yang terkonsentrasi pada keuangan. Terdapat cara untuk bisa mengurangi konsumsi energi terhadap Bitcoin, diantaranya beralih ke Energi Terbarukan, secara konsisten kita bergantung pada energi untuk memberikan kita tenaga, bahan bakar, dan air panas untuk kendaraan kita. Sumber energi tak terbarukan juga berkontribusi besar terhadap perubahan lingkungan di seluruh dunia dengan menghasilkan karbon dioksida yang tinggi. Karena bahan bakar fosil ini tidak dapat diregenerasi, maka kita harus mulai beralih ke sumber alternatif, seperti energi terbarukan. Ini adalah sumber energi yang terus menerus diisi ulang, seperti air, sinar matahari, dan angin. Yang diartikan bahwa kita dapat menggunakan sumber energi tersebut sebanyak yang kita butuhkan dan kita tidak perlu khawatir akan kehabisan. Selain itu, sumber energi terbarukan biasanya jauh lebih baik dan tidak berbahaya bagi ekosistem daripada produk minyak bumi. Secara umum, mereka tidak melepaskan banyak bahan kimia seperti karbon dioksida yang dapat merusak iklim. 

Cara yang berikutnya berupa transisi ke Sistem Proof of Stake, yang tidak membutuhkan usaha yang besar dan rumit dengan bukti kerja untuk memecahkan teka teki yang rumit, dan akan menggunakan lebih sedikit sumber daya. Karena Proof of Stake menghilangkan elemen komputer yang kompetitif, maka hal tersebut akan menghemat energi dan memungkinakan setiap mesin dalam Proof of Stake untuk mengerjakan satu masalah dalam satu waktu, berbeda dengan sistem Proof of Work. Berikutnya berupa memperkenalkan Kredit atau Biaya Karbon, kredit karbon mewakili kemampuan yang disetujui pemerintah untuk mengizinkan perusahaan mengeluarkan sejumlah emisi karbon ke lingkungan. Kredit karbon seringkali disekuritisasi, yang berarti kredit karbon dapat diperdagangkan oleh perusahaan yang tidak perlu menghasilkan banyak emisi dibandingkan dengan perusahaan lain yang menghasilkan banyak emisi. Hal ini memberikan insentif kepada perusahaan untuk memproduksi lebih sedikit daripada jatahnya, serta menghukum perusahaan yang melebihi jatahnya.

Masalah lingkungan yang ditimbulkan oleh Bitcoin dan cryptocurrency mining menyoroti mining hubungan yang rumit antara teknologi, ekonomi, dan lingkungan. Ketika mata uang kripto semakin diterima secara luas, sektor ini dipaksa untuk menemukan solusi inovatif dan jangka panjang untuk mengurangi jejak karbon dari cryptocurrency. Berbagai cara dipelajari, mulai dari integrasi energi terbarukan hingga kemajuan proses konsensus. Di dunia yang semakin melek dan peduli akan kesejahteraan dan perbaikan lingkungan, konvergensi teknologi yang lebih sadar akan lingkungan akan sangat penting dalam menentukan masa depan cryptocurrency.

DAFTAR PUSTAKA 

De Vries, Alex., Gallersdorfer, Ulrich., Klaaben, Lena., Stoll, Christian. (2022). Revisiting Bitcoin's Carbon Footprint. Joule 6, 495-502. https://doi.org/10.1016/j 

Ferreira, Pedro. (2023, September 8). Environmental Concerns and Bitcoin: Exploring Eco-Friendly Solutions. https://www.financemagnates.com/cryptocurrency/environmental-concerns-and-bitcoin-exploring-eco-friendly-solutions/ 

Gonzalez, Oscar. (2022, July 18). Bitcoin Mining: How Much Electricity It takes and Why people Are Worried.  https://www.cnet.com/personal-finance/crypto/bitcoin-mining-how-much-electricity-it-takes-and-why-people-are-worried/ 

Hinsdale, Jeremy. (2022, May 4). Cryptocurrency's Dirty Secret: Energy Consumption. https://news.climate.columbia.edu/2022/05/04/cryptocurrency-energy/

Khosravi, Ali & Saamaki, Fanni. (2023). Beyond Bitcoin: Evaluating Energy Consumption and Environmental Impact across Cryptocurrency Projects. Energies 2023, 16(6610), 1-23. https://doi.org/10.3390/en16186610 

Kohli, Varun., Chakravarty, Sombuddha., Chamola, Vinay., Sangwan, Kuldip Singh., Zeadally, Sherali. (2022). An Analysis of Energy Consumption and Carbon Footprints of Cryptocurrencies and Possible Solutions. Digital Communications and Networks, 9(2023), 79-89.  https://doi.org/10.1016/j.dcan.2022.06.017 

Prismecs.com. Renewable Sources and How They Helping the Crypto Mining Industry?. https://prismecs.com/renewable-sources-and-crypto-mining-industry/ 

Sapra, Nishant & Shaikh, Imlak. (2023). Impact of Bitcoin Mining and Crypto Market Determinants on Bitcoin-based Energy Consumption. Managerial Finance, 49(11), 1828-1846. https://doi.org/10.1108/MF-03-2023-0179 

Schmidt, John. (2022, May 18). Why Does Bitcoin Use So Much Energy?. https://www.forbes.com/advisor/investing/cryptocurrency/bitcoins-energy-usage-explained/ 

PENULIS:

Kemala Dewi (Economics '21) Academic Departement of ECOFINSC 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun